Wednesday, September 14, 2016

Kitab Tauhid 3

وَعَنْ مُعَاذٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ: كُنْتُ رِدْفَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى حِمَارٍ فَقَالَ لِيْ: «يَا مُعَاذُ، أَ تَدْرِي مَا حَقَّ اللَّهِ عَلَى عِبَادِهِ، وَمَا حَقُّ العِبَادِ عَلَى اللَّهِ؟» ، قُلْتُ: اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ، قَالَ: «حَقُّ اللَّهِ عَلَى العِبَادِ أَنْ يَعْبُدُوهُ وَلاَ يُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا، وَحَقَّ العِبَادِ عَلَى اللَّهِ أَنْ لاَ يُعَذِّبَ مَنْ لاَ يُشْرِكُ بِهِ شَيْئًا» ، قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ أَفَلاَ أُبَشِّرُ النَّاسَ؟ قَالَ: «لاَ تُبَشِّرْهُمْ، فَيَتَّكِلُوا»
Dari Mu’adz radhiyallahu ‘anhu ia berkata, “Aku pernah dibonceng oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam di atas seekor keledai, lalu Beliau bersabda, “Wahai Mu’adz, tahukah kamu apa hak Allah yang wajib dipenuhi hamba-hamba-Nya, dan apa hak para hamba yang pasti dipenuhi Allah?” Aku menjawab, “Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui.” Beliau bersabda, “Hak Allah yang wajib dipenuhi para hamba adalah hendaknya mereka menyembah-Nya saja dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu, dan hak para hamba yang pasti dipenuhi Allah adalah, bahwa Dia tidak akan mengazab orang yang tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu apa pun.” Aku pun berkata, “Wahai Rasulullah, bolehkah aku menyampaikan kabar gembira ini kepada manusia.” Beliau bersabda, “Jangan sampaikan kepada mereka karena akan membuat mereka bersandar (sehingga tidak mau beramal).” (HR. Bukhari dan Muslim)
**********
Penjelasan:
Hadits di atas dalam Shahih Bukhari no. 2856 dan Shahih Muslim no. 30. Dalam sebuah riwayat disebutkan, bahwa Mu’adz menyampaikan kabar gembira ini menjelang wafatnya dalam keadaan merasa berdosa (HR. Bukhari no. 128 dan Muslim no. 32).
Menurut Al Wazir Abul Muzhaffar, bahwa Mu’adz tidaklah menyembunyikan kabar gembira itu kecuali kepada orang yang jahil (tidak mengerti) yang membuatnya kurang adab sehingga meninggalkan ketaatan. Fathul Majid hal. 28.
Mu’adz bin Jabal bin ‘Amr bin Aus bin Ka’ab bin Amr Al Khazraji Al Anshari adalah seorang sahabat mulia dan sudah masyhur, serta termasuk tokoh di kalangan sahabat. Ia seorang yang dalam ilmunya, mengetahui hukum (fiqh) dan Al Qur’an. Ia hadir dalam perang Badar dan perang-perang setelahnya. Nabi shallallahu alaihi wa sallam pernah mengangkatnya sebagai gubernur penduduk Makkah pada saat Fathu Makkah untuk mengajarkan kepada mereka agama, kemudian Beliau mengirimnya ke Yaman menjadi hakim dan pengajar di sana. Ia wafat di Syam tahun 18 H dalam usia 38 tahun.
Dalam hadits ini, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan tentang wajibnya tauhid atas hamba dan keutamaannya. Beliau menyampaikan demikian dalam bentuk pertanyaan agar lebih menancap dalam jiwa dan benar-benar dipahaminya. Saat Beliau shallallahu ‘alahi wa sallam telah menyampaikan keutamaan tauhid kepada Mu’adz, maka Mu’adz meminta izin untuk memberitahukan kepada manusia tentang hal itu agar mereka bergembira, namun Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mencegahnya agar manusia tidak bersandar dengannya sehingga mereka sedikit melakukan amal saleh.
Kesimpulan:
1.     Tawadhu (rendah hatinya) Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam karena tidak segan menaiki keledai dan membonceng orang lain di belakangnya; tidak seperti yang dilakukan oleh orang-orang yang sombong.
2.     Bolehnya membonceng orang lain ke atas hewan kendaraan jika hewan itu sanggup membawanya.
3.     Salah satu model pengajaran adalah dengan tanya-jawab.
4.     Hendaknya seseorang ketika ditanya sedangkan dirinya tidak mengetahui mengucapkan, “Walahu a’lam” (artinya: Allah lebih tahu).
5.     Mengetahui hak Allah yang wajib dipenuhi para hamba, yaitu beribadah hanya kepada-Nya dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu.
6.     Keutamaan tauhid dan keutamaan orang yang berpegang dengannya.
7.     Tafsir tauhid, bahwa maksudnya adalah beribadah hanya kepada Allah saja dan meninggalkan syirk.
8.     Anjuran menyampaikan kabar gembira kepada seorang muslim.
9.     Bolehnya menyembunyikan ilmu jika ada maslahatnya.
10. Adab murid kepada guru.
**********
BAB KEUTAMAAN TAUHID DAN DOSA-DOSA MENJADI TERHAPUS KARENANYA
Allah Ta’ala berfirman,
الَّذِينَ آمَنُوا وَلَمْ يَلْبِسُوا إِيمَانَهُمْ بِظُلْمٍ أُولَئِكَ لَهُمُ الْأَمْنُ وَهُمْ مُهْتَدُونَ
“Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezaliman (syirik), mereka itulah yang mendapat keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapatkan petunjuk.” (QS. Al An’aam: 82)
**********
Penjelasan:
Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berkata, “Ketika turun ayat, “Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezaliman,” maka kami berkata, “Wahai Rasulullah, siapakah di antara kami yang tidak melakukan kezaliman terhadap dirinya?” Beliau menjawab, “Yang demikian bukanlah seperti yang kalian katakan, tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezaliman, maksudnya dengan kemusyrikan. Tidakkah kalian mendengar perkataan Lukman kepada anaknya, “Wahai anakku! Janganlah kamu menyekutukan Allah. Sesungguhnya menyekutukan Allah adalah kezaliman yang besar.” (QS. Luqman: 13) (HR. Bukhari dan Muslim).
Dalam ayat di atas Allah Subhaanahu wa Ta’ala menjelaskan, bahwa orang-orang yang beriman, yakni dengan hati mereka, mereka ucapkan dengan lisan mereka, dan mengamalkan dengan anggota badan, terutama tauhid, lalu mereka tidak mencampurkan tauhid mereka dengan kezaliman, yakni syirk, maka mereka akan memperoleh keamanan dari hal-hal yang ditakuti dan mengkhawatirkan pada hari Kiamat, dan mereka akan mendapat petunjuk dalam meniti hidup di dunia ke jalan yang lurus.
Syirk dikatakan zalim, karena zalim adalah menempatkan sesuatu bukan pada tempatnya, sedangkan syirk adalah mengarahkan ibadah bukan kepada yang berhak.
Kesimpulan:
1.     Keutamaan tauhid dan buah yang diperolehnya di dunia dan akhirat.
2.     Syirk merupakan kezaliman, bahkan kezaliman yang paling besar.
3.     Syirk membatalkan keimanan kepada Allah jika besar, atau menguranginya jika kecil.
4.     Dosa syirk tidak diampuni.
5.     Syirk mengakibatkan kekhawatiran dan rasa takut di dunia dan akhirat.
**********
عَنْ عُبَادَةَ بْنِ الصَّامِتِ رضي الله عنه قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، قَالَ: «مَنْ شَهِدَ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيكَ لَهُ، وَأَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ، وَأَنَّ عِيسَى عَبْدُ اللَّهِ وَرَسُولُهُ، وَكَلِمَتُهُ أَلْقَاهَا إِلَى مَرْيَمَ وَرُوحٌ مِنْهُ، وَالجَنَّةُ حَقٌّ، وَالنَّارُ حَقٌّ، أَدْخَلَهُ اللَّهُ الجَنَّةَ عَلَى مَا كَانَ مِنَ العَمَلِ»
Dari Ubadah bin Ash Shamit radhiyallahu ‘anhu ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barang siapa yang bersaksi bahwa tidak ada tuhan yang berhak disembah kecuali Allah saja; tidak ada sekutu bagi-Nya, dan bahwa Muhammad adalah hamba-Nya dan utusan-Nya, Isa adalah hamba Allah dan utusan-Nya, serta kalimat-Nya yang Dia sampaikan kepada Maryam, dan ruh ciptaan-Nya, demikian pula bersaksi bahwa surga benar-benar ada, dan neraka benar-benar ada, maka Allah akan memasukkan dia ke surga bagaimana pun amal yang dikerjakannya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
**********
Penjelasan:
Ubadah bin Ash Shamit bin Qais Al Anshari Al Khazraji adalah salah satu pimpinan Anshar. Hadir dalam perang Badar dan sahabat yang masyhur. Ia wafat pada tahun 72 H.
Maksud ‘bersaksi’ adalah mengetahui kandungan kalimat yang dia ucapkan dan mengamalkan konsekwensinya baik lahir maupun batin.
Maksud ‘kalimat-Nya yang Dia sampaikan kepada Maryam’ adalah bahwa Dia menciptkan Nabi Isa ‘alaihis salam dengan kalimat “kun” (jadilah!) yang Dia sampaikan melalui malaikat Jibril kepada Maryam, lalu Jibril meniupkan kepada diri Maryam ruh ciptaan Allah dengan izin-Nya.
Maksud ‘ruh ciptaan-Nya’ adalah bahwa Nabi Isa ‘aaihis salam adalah salah satu ruh di antara ruh-ruh ciptaan Allah Ta’ala sebagaimana firman-Nya,
وَسَخَّرَ لَكُمْ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ جَمِيعًا مِنْهُ
“Dan Dia telah menundukkan untukmu apa yang di langit dan apa yang di bumi semuanya ciptaan-Nya.” (QS. Al Jatsiyah: 13)
Maksud ‘bagaimana pun amal yang dikerjakannya’  adalah bahwa Allah akan memasukkannya ke surga karena persaksiannya itu meskipun ia mempunyai dosa-dosa, karena orang yang bertauhid pasti masuk surga. Atau maksudnya Allah akan memasukkannya ke surga dimana kedudukannya di surga sesuai amal yang dilakukannya.
Dalam hadits ini, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan keutamaan tauhid, bahwa barang siapa yang bersaksi dua kalimat syahadat, dimana ia mengetahui kandungannya dan mengamalkan konsekwesinya lahir maupun batin, dan menjauhi sikap ifrath (berlebihan) dan tafrith (meremehkan) terhadap dua nabi yang mulia, yaitu Nabi Isa dan Nabi Muhammad ‘alaihimash shalatu was salam, dimana ia mengakui kerasulan keduanya dan mengakui sebagai hamba-Nya; tidak memiliki sedikit pun sifat ketuhanan, ia juga meyakini bahwa surga dan neraka ada, maka ia akan masuk surga meskipun ia melakukan kemaksiatan yang bukan syirk.
Kesimpulan:
1.     Keutamaan tauhid dan bahwa Allah akan menghapuskan dosa-dosa karenanya.
2.     Luasnya karunia Allah Subhaanahu wa Ta’ala.
3.     Wajibnya menjauhi sikap ifrath dan tafrith terhadap para nabi, sehingga sikap kita adalah tidak berlebihan sampai menuhankan dan tidak meremehkan mereka sehingga perintah dan larangannya diremehkan.
4.     Para pelaku maksiat dari kalangan Ahli Tauhid tidak kekal di neraka.
5.     Akidah Tauhid (Islam) menyelisihi semua agama yang kufur, seperti Yahudi, Nasrani, Majusi, kaum musyrik, atheis, dan sebagainya.

Marwan bin Musa
Maraji’: Al Mulakhkhash fii Syarh Kitab At Tauhid (Dr. Shalih bin Fauzan Al fauzan), Al Maktabatusy Syamilah versi 3.45, dll.