Saturday, September 17, 2016

Kitab Tauhid 10

BAB : MEMAKAI GELANG DAN SEJENISNYA UNTUK MENOLAK BAHAYA ADALAH PERBUATAN SYIRK

Firman Allah Ta’ala,
قُلْ أَفَرَأَيْتُم مَّا تَدْعُونَ مِن دُونِ اللهِ إِنْ أَرَادَنِيَ اللهُ بِضُرٍّ هَلْ هُنَّ كَاشِفَاتُ ضُرِّهِ أَوْ أَرَادَنِي بِرَحْمَةٍ هَلْ هُنَّ مُمْسِكَاتُ رَحْمَتِهِ قُلْ حَسْبِيَ اللهُ عَلَيْهِ يَتَوَكَّلُ الْمُتَوَكِّلُونَ
Katakanlah, "Maka Terangkanlah kepadaku tentang apa yang kamu seru selain Allah, jika Allah hendak mendatangkan kemudharatan kepadaku, apakah berhala-berhalamu itu dapat menghilangkan kemudharatan itu, atau jika Allah hendak memberi rahmat kepadaku, apakah mereka dapat menahan rahmat-Nya?” Katakanlah, "Cukuplah Allah bagiku." kepada-Nyalah bertawakkal orang-orang yang berserah diri.” (QS. Az Zumar: 38)
**********
Penjelasan:
Dalam bab ini, penyusun (Syaikh M. bin Abdul Wahhab) menyebutkan hal-hal yang bertentangan dengan tauhid, yang di antaranya adalah memakai gelang, cincin, kalung dan sejenisnya dengan maksud menolak bahaya atau musibah seperti halnya mereka yang memakai jimat.
Jika seseorang beranggapan bahwa benda-benda itu dapat memberikan manfaat dan menghindarkan bahaya dengan sendirinya, maka hal inii merupakan syirk akbar (besar). Tetapi jika seseorang beranggapan bahwa benda-benda itu sebagai sebab mendapatkan manfaat dan menghindarkan bahaya, maka hal ini menjadi syirk asghar (kecil), karena Allah tidak menjadikan benda-benda itu sebagai sebab memperoleh manfaat dan menolak bahaya.
Pada ayat di atas (QS. Az Zumar: 38), Allah Subhaanahu wa Ta’ala memerintahkan Nabi-Nya Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya kepada orang-orang musyrik dalam bentuk pengingkaran agar mereka berfikir tentang patung dan berhala yang mereka sembah di samping Allah; apakah patung dan berhala itu dapat memberikan manfaat dan menghindarkan musibah dari mereka? Tentu mereka akan mengakui kelemahan patung dan berhala itu, dan bahwa patung dan berhala itu tidak dapat memberikan manfaat serta menghindarkan bahaya, bahkan tidak dapat berbuat apa-apa. Jika keadaan patung dan berhala seperti itu, maka jelaslah, bahwa patung dan berhala itu tidak berhak disembah.
Kaitan ayat di atas dengan bab ini adalah karena di sana terdapat dalil akan batilnya syirk yang di antaranya memakai kalung, gelang, dan cincin sebagai jimat, padahal benda-benda itu tidak dapat bermanfaat apa-apa dan tidak dapat menghindarkan bahaya.
Kesimpulan:
1.    Batilnya syirk, karena sesembahan yang disembah selain Allah ternyata tidak dapat mendatangkan manfaat dan tidak dapat menolak bahaya.
2.    Peringatan keras terhadap mereka yang memakai jimat baik berupa kalung, gelang, maupun cincin untuk mendatangkan keberuntungan atau menghindarkan bahaya, bahwa hal tersebut termasuk perbuatan syirk dan dosa yang sangat besar.
3.    Disyariatkan mengajak dialog orang-orang musyrik untuk membatalkan kemusyrikan.
4.    Wajibnya bertawakkal dan bergantung hanya kepada Allah Azza wa Jalla dan menyerahkan semua urusan kepada-Nya.
**********
Dari Imran bin Hushain, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah melihat seorang laki-laki yang memakai gelang dari kuningan, kemudian Beliau bertanya,
"مَا هَذِهِ؟ " قَالَ: مِنَ اْلوَاهِنَةِ. فَقَالَ: "اِنْزِعْهَا فَإِنَّهَا لاَ تَزِيْدُكَ إِلاَّ وَهْناً، فَإِنَّكَ لَوْ مُتَّ وَهِيَ عَلَيْكَ مَا أَفْلَحْتَ أَبَداً"
“Apa itu?” Laki-laki itu menjawab, “Gelang penangkal penyakit.” Beliau bersabda, “Lepaskanlah gelang itu. Sesungguhnya ia tidak akan menambah bagimu selain kelemahan, dan jika engkau mati sedangkan gelang ini masih ada di tanganmu, maka engkau tidak akan beruntung selamanya.” (HR. Ahmad dengan sanad yang bisa diterima)
**********
Penjelasan:
Hadits di atas diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam Al Musnad (4/445), Ibnu Hibban dalam Al Mawarid (1410, 1411), Ibnu Majah (3531), dan Hakim dalam Mustadrak (4/216) ia menshahihkannya dan disepakati oleh Adz Dzahabi. Akan tetapi isnad ini adalah dhaif karena dalam sanadnya tedapat rawi bernama Mubarak bin Fudhalah seorang mudallis dan ia telah melakukan ‘an’anah, tanpa menyebutkan secara tegas mendengar dari Al Hasan. Sedangkan Al Hasan tidak mendengar dari Imran, dan pernyataan mendengarnya adalah kekeliruan dari Mubarak sebagaimana diterangkan oleh Imam Ahmad dan lainnya. Oleh karenanya Al Albani mendhaifkannya sebagaimana dalam Dhaif Sunan Ibnu Majah. Hadits tersebut juga diperselisikan pada Al Hasan; apakah ia memauqufkannya (sampai sahabat) atau memarfukannya (sampai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam).
Hadits lain yang shahih yang menunjukkan haramnya memakai jimat, yaitu hadits Uqbah bin Amir Al Juhanniy radhiyallahu ‘anhu yang akan disebutkan oleh penyusun juga setelah ini, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah kedatangan rombongan orang, Beliau membai’at Sembilan orangnya dan satu lagi tidak Beliau ba’ait, maka rombongan itu mengatakan, “Wahai Rasulullah, mengapa engkau bai’at Sembilan orang dan tidak memba’iat orang ini?” Beliau bersabda, “Orang ini memakai jimat.” Maka Beliau memasukkan tangannya (ke baju orang itu) dan memutuskannya, kemudian Beliau bersabda,
مَنْ عَلَّقَ تَمِيمَةً فَقَدْ أَشْرَكَ
“Barang siapa yang menggantungkan jimat, maka ia telah berbuat syirk.” (HR. Ahmad, dan dinyatakan isnadnya kuat oleh pentahqiq Musnad Ahmadcet. Ar Risalah)
Hadits ini menunjukkan dilarangnya memakai jimat dan bahwa hal tersebut termasuk syirk.
**********
Dalam riwayat Ahmad pula dari Uqbah bin Amir secara marfu’, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ تَعَلَّقَ تَمِيمَةً، فَلَا أَتَمَّ اللهُ لَهُ، وَمَنْ تَعَلَّقَ وَدَعَةً، فَلَا وَدَعَ اللهُ لَهُ
“Barang siapa yang memakai tamimah, maka Allah tidak akan mengabulkan keinginannya, dan barang siapa yang memakai wadi’ah, maka Allah tidak akan memberikan ketenangan kepadanya.”
Dalam riwayat lain disebutkan,
مَنْ تَعَلَّقَ تَمِيمَةً فَقَدْ أَشْرَكَ
“Barang siapa yang menggantungkan jimat, maka ia telah berbuat syirk.”
**********
Penjelasan:
Hadits pertama, “Barang siapa yang memakai tamimah…dst.” Diriwayatkan oleh Ahmad (4/154), Ibnu Hibban dalam Al Mawarid (1413), dan Hakim dalam Al Mustdarak (4/417). Hadits ini dinyatakan hasan oleh pentahqiq Musnad Ahmad cet. Ar Risalah, namun didhaifkan oleh Al Albani dalam Dha’iful Jami’ no. 5703. Dalam sanadnya terdapat rawi yang majhul bernama Khalid bin Ubaid Al Ma’afiriy, wallahu a’lam.
Hadits yang kedua telah disebutkan takhrijnya.
Uqbah bin Amir adalah seorang sahabat yang masyhur, Ahli Fiqh, dan pernah menjabat gubernur Mesir pada pemerintahan Mu’awiyah selama tiga tahun. Ia wafat pada usia mendekati 60 tahun.
Tamimah adalah sesuatu yang dikalungkan di leher anak-anak sebagai penangkal atau pengusir penyakit, dan penangkal terhadap pengaruh buruk dari mata orang yang dengki.
Wada’ah adalah sesuatu yang diambil dari laut menyerupai rumah kerang yang digunakan kaum Jahiliyyah sebagai penangkal penyakit.
Termasuk ke dalam pengertian tamimah dan wadi’ah adalah jimat.
Hadits di atas menunjukkan, bahwa orang yang memakai jimat, maka Allah tidak akan mengabulkan keinginannya dan tidak akan memberikan ketenangan kepadanya.
Kesimpulan:
1.    Memakai jimat (baik berupa kalung, cincing, maupun gelang) termasuk perbuatan syirk.
2.    Dilarangnya berobat dengan yang haram.
3.    Perintah mengingkari yang munkar dan mengajarkan orang yang tidak tahu.
4.    Bahaya syirk di dunia dan akhirat.
5.    Seorang mufti hendaknya meminta penjelasan lebih lanjut dan menanyakan maksudnya.
6.    Syirk asghar (kecil) adalah dosa yang sangat besar.
7.    Perbuatan syirk tidak diberi udzur karena kebodohan.
8.    Memberikan peringatan keras terhadap perbuatan syirk agar seseorang menjauhinya.
9.    Barang siapa yang bersandar kepada selain Allah, maka Allah tidak akan mengabulkan keinginannya.
10. Doa buruk bagi mereka yang memakai jimat, bahwa Allah tidak akan mengabulkan keinginannya dan tidak akan memberikan ketenangan kepadanya.
**********
Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Hudzaifah, bahwa ia melihat seseorang yang di tangannya ada benang untuk menangkal demam, maka ia segera memutuskannya dan membacakan firman Allah Ta’ala,
وَمَا يُؤْمِنُ أَكْثَرُهُمْ بِاللهِ إِلاَّ وَهُم مُّشْرِكُونَ
“Dan sebagian besar dari mereka tidak beriman kepada Allah, melainkan dalam keadaan mempersekutukan Allah (dengan sembahan-sembahan lain).” (QS. Yusuf: 106)
**********
Penjelasan:
Hudzaifah bin Al Yaman Al ‘Absiy adalah seorang sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang mulia, ia sebagai sekutu kaum Anshar dan termasuk As Sabiqunal Awwalun. Ia wafat pada tahun 36 H.
Atsar di atas menjelaskan, bahwa Hudzaifah radhiyallahu ‘anhu pada saat melihat seseorang memakai gelang dari benang dengan maksud agar terhindar dari demam, maka ia segera mengingkari pelakunya dan memutuskan benang itu, lalu ia berdalih dengan ayat yang isinya, bahwa orang-orang musyrik memadukan antara mengakui tauhid Rububiyyah tetapi melakukan syirk dalam uluhiyyah (ibadah).
Atsar tersebut menunjukkan, bahwa memakai jimat meskipun hanya terbuat dari benang merupakan perbuatan syirk yang wajib diingkari.
Kesimpulan:
1.    Mengingkari orang yang memakai jimat dan bahwa hal itu termasuk perbuatan syirk.
2.    Wajibnya mengingkari kemungkaran bagi mereka yang mampu mengingkari.
3.    Sahnya berdalih dengan nash yang datang berkenaan syirk akbar (besar) untuk mengingkari syirk asghar (kecil), karena syirk mencakup keduanya.
4.    Kaum musyrik mengakui Rububiyyah Allah, namun tidak mengakui uluhiyyah-Nya (keberhakan-Nya untuk diibadati satu-satunya).
Bersambung...
Marwan bin Musa
Maraji’: Al Mulakhkhash fii Syarh Kitab At Tauhid (Dr. Shalih bin Fauzan Al Fauzan), Maktabah Syamilah versi 3.45, dll.