Saturday, September 17, 2016

Kitab Tauhid 13

BAB : TENTANG MENYEMBELIH HEWAN UNTUK SELAIN ALLAH
Firman Allah Ta’ala,
قُلْ إِنَّ صَلاَتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ-لاَ شَرِيكَ لَهُ وَبِذَلِكَ أُمِرْتُ وَأَنَاْ أَوَّلُ الْمُسْلِمِينَ
Katakanlah, “Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku, dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam.—Tidak ada sekutu bagi-Nya; dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah)." (QS. Al An’aam: 162-163)
فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ
“Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu dan berkurbanlah." (QS. Al Kautsar: 2)
**********
Pada bab ini penyusun (Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah) menerangkan salah satu contoh syirk yang berlawanan dengan tauhid, yaitu menyembelih untuk selain Allah Subhaanahu wa Ta’ala seperti untuk jin, kuburan, patung, berhala, dsb.
Dalam ayat yang pertama, Allah Subhaanahu wa Ta’ala memerintahkan Nabi-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk menyatakan kepada kaum musyrik yang beribadah kepada selain Allah dan menyembelih untuk selain-Nya, bahwa shalat atau ibadah Beliau dan sembelihannya adalah untuk Allah dan karena-Nya, demikian pula hidup dan mati Beliau.
Dalam yang kedua, Allah Subhaanahu wa Ta’ala memerintahkan Nabi-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk mengikhlaskan shalat dan berkurban hanya karena-Nya saja; menyelisihi kaum musyrik yang beribadah dan berkurban kepada selain-Nya.
Kedua ayat di atas menunjukkan, bahwa menyembelih hanya ditujukan kepada Allah Azza wa Jalla saja, dan bahwa menyembelih kepada selain-Nya adalah perbuatan syirk.
Kesimpulan:
1.    Menyembelih untuk selain Allah merupakan syirk akbar.
2.    Shalat dan menyembelih termasuk ibadah utama. Oleh karena itu, hanya ditujukan kepada Allah Azza wa Jalla saja.
3.    Wajibnya berbuat ikhlas dalam semua ibadah.
4.    Ibadah merupakan perkara tauqifiyyah (diam menunggu dalil). Tidak dibenarkan beramal tanpa dalil.
5.    Shalat dan berkurban karena Allah termasuk bukti syukur kita kepada-Nya.
**********
Dari Ali bin Abi Thalib radhiyallahu anhu ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepadaku tentang empat perkara,
«لَعَنَ اللهُ مَنْ ذَبَحَ لِغَيْرِ اللهِ، وَلَعَنَ اللهُ مَنْ لَعَنَ وَالِدَيْهِ، وَلَعَنَ اللهُ مَنْ آوَى مُحْدِثًا، وَلَعَنَ اللهُ مَنْ غَيَّرَ الْمَنَارَ»
“Allah melaknat orang yang menyembelih hewan untuk selain Allah, Allah melaknat orang yang melaknat kedua orang tuanya, Allah melaknat orang yang melindungi pelaku kejahatan, dan Allah melaknat orang yang merubah tanda batas tanah.” (HR. Muslim)
**********
Laknat artinya dijauhkan dari rahmat Allah.
Muhdits (lihat lafaz hadits), jika dikasrahkan huruf dalnya berarti pelaku kejahatan, yakni Allah melaknat orang yang melindungi pelaku kejahatan. Dan jika difathahkan huruf dalnya berarti perbuatan bid’ah (mengada-ada) dalam agama, yakni Allah melaknat orang yang melindungi perkara bid’ah dalam agama dan ridha terhadapnya.
Tanda batas tanah maksudnya tanda yang memisahkan antara tanah miliknya dengan milik orang lain.
Dalam hadits di atas, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memperingatkan empat perbuatan buruk yang mendatangkan laknat, yaitu: (1) menyembelih hewan untuk selain Allah seperti membuat sesaji, (2) melaknat kedua orang tuanya seperti mendoakan laknat untuk orang tuanya atau mencaci-makinya, (3) melindungi pelaku kejahatan yang berhak mendapatkan sanksi syar’i, lalu ia menghalanginya agar tidak ditegakkan hukuman terhadapnya, atau meridhai perkara bid’ah dalam agama serta mengakuinya, (4) merubah tanda batas tanah yang mengakibatkan mengambil tanah orang lain secara zalim.
Dalam hadits di atas terdapat dalil yang tegas tentang haramnya menyembelih untuk selain Allah dan bahwa pelakunya mendapatkan laknat.
Kesimpulan:
1.    Menyembelih untuk selain Allah hukumnya haram dan termasuk syirk.
2.    Haramnya melaknat kedua orang tua dan mencaci-makinya baik secara langsung atau tidak langsung. Secara tidak langsung misalnya mencaci-maki ayah-ibu orang lain yang mengakibatkan ayah-ibunya dicaci-maki.
3.    Haramnya melindungi pelaku kejahatan.
4.    Haramnya menyetujui perkara bid’ah dalam agama, karena hal tersebut akan merusak agama.
5.    Haramnya merubah tanda batas tanah.
**********
Dari Thariq bin Syihab, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Ada seorang yang masuk surga karena seekor lalat dan ada seorang yang masuk neraka karena seekor lalat.” Para sahabat bertanya, “Bagaimana hal itu bisa terjadi wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Ada dua orang yang melewati sekelompok orang yang memiliki berhala, dimana tidak ada yang boleh melewatinya kecuali dengan mempersembahkan sembelihan binatang untuknya. Maka mereka berkata kepada salah satu di antara kedua orang tadi, “Persembahkanlah sesuatu untuknya (berhala mereka).” Ia menjawab, “Saya tidak mempunyai sesuatu apa pun untuk mempersembahkan kepadanya.” Mereka berkata lagi, “Persembahkanlah meskipun hanya seekor lalat.” Maka ia pun mempersembahkan seekor lalat, lalu ia diperbolehkan melanjutkan perjalanan, ia pun akhirnya masuk neraka. Kemudian mereka berkata kepada yang satu lagi, “Persembahkanlah sesuatu untuknya.” Ia menjawab, “Aku tidak akan mempersembahkan sesuatu apa pun untuk selain Allah Azza wa Jalla.” Maka mereka memancungnya, dan ia pun masuk surga.” (HR. Ahmad)
**********
Hadits ini diriwayatkan oleh Ahmad dalam Az Zuhd (15,16), Abu Nu’aim dalam Al Hilyah (1/203) dari Thariq bin Syihab dari Salman Al Farisiy secara mauquf (sampai kepada sahabat Salman Al Farisiy) dengan sanad yang shahih. Demikian yang diterangkan Ad Dausariy dalam An Nahjus Sadid (68).
Dengan demikian, hadits di atas bukan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, akan tetapi perkataan seorang sahabat, yaitu Salman Al Farisi radhiyallahu ‘anhu.
Thariq bin Syihab Al Bajalliy Al Ahmas adalah seorang sahabat. Al Baghawi berkata, “Ia singgah di Kufah.” Abu Dawud berkata, “Ia pernah melihat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam namun tidak mendengar hadits dari Beliau.” Al Hafizh berkata, “Jika ia pernah bertemu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka berarti ia seorang sahabat, dan jika ia tidak mendengar hadits dari Beliau, maka riwayatnya termasuk mursal shahabi dan hukumnya diterima berdasarkan pendapat yang rajih.” Menurut Ibnu Hibban, ia wafat pada tahun 83 H.
Namun hadits di atas hanya sampai kepada sahabat Salman Al Farisiy; tidak sampai kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Kesimpulan:
1.    Penjelasan tentang bahayanya syirk meskipun dalam masalah yang kecil.
2.    Syirik mengakibatkan seseorang masuk ke neraka, sebaliknya tauhid memasukkan seseorang ke surga.
3.    Terkadang seseorang terjatuh ke dalam perbuatan syirik tanpa disadarinya.
4.    Peringatan akan bahayanya dosa meskipun dipandang kecil secara lahiriah.
5.    Amalan hati sangat diperhatikan meskipun amalan lahiriahnya ringan.
6.    Menyembelih atau berkurban adalah ibadah, dan mengalihkannya kepada selain Allah merupakan kesyirikan,
7.    Keutamaan tauhid dan buahnya yang begitu besar.
8.    Keutamaan sabar di atas kebenaran.

Marwan bin Musa
Maraji’: Al Mulakhkhash fii Syarh Kitab At Tauhid (Dr. Shalih bin Fauzan Al Fauzan), Fathul Majid (Abdurrahman bin Hasan Alusy Syaikh), MaktabahSyamilah versi 3.45Al Ishabah fii Tamyizish Shahabah (Al Hafizh Ibnu Hajar Al ‘Asqalani), dll.