Saturday, September 17, 2016

Kitab Tauhid 19

BAB: SYAFAAT

Firman Allah Ta’ala,
وَأَنذِرْ بِهِ الَّذِينَ يَخَافُونَ أَن يُحْشَرُواْ إِلَى رَبِّهِمْ لَيْسَ لَهُم مِّن دُونِهِ وَلِيٌّ وَلاَ شَفِيعٌ
“Dan berilah peringatan dengan apa yang diwahyukan itu kepada orang-orang yang takut akan dihimpunkan kepada Tuhannya (pada hari kiamat), sedang bagi mereka tidak ada seorang pelindung dan pemberi syafa'at pun selain Allah, agar mereka bertakwa.” (QS. Saba: 23)
**********
Penjelasan:
Syafaat artinya membantu seseorang untuk memperoleh apa yang diinginkannya dari orang lain.
Pada bab ini, penyusun (Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhabrahimahullah) membantah sikap kaum musyrik yang berdoa kepada para malaikat, para nabi, dan para wali sambil menyatakan, “Memang kami tahu, bahwa mereka adalah makhluk, akan tetapi mereka memiliki kedudukan di sisi Allah, kami ingin mereka memberikan syafaat kepada kami di sisi-Nya,” Beliau menerangkan, bahwa hal itu merupakan perbuatan syirik.
Dalam ayat di atas, Allah Ta’ala memerintahkan Nabi-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam mengingatkan dengan Al Qur’an orang-orang yang takut akan dihimpunkan kepada Rabb mereka pada hari kiamat, sedangkan mereka tidak mempunyai teman dekat yang dapat menolong mereka serta perantara yang dapat memberikan syafaat kepada mereka di sisi-Nya tanpa izin-Nya, dengan harapan mereka mau mempersiapkan diri untuk menghadapi hari itu dengan melakukan amal yang dapat menyelamatkan mereka dari azab Allah pada hari Kiamat.
Dengan demikian, dalam ayat di atas terdapat bantahan terhadap kaum musyrik yang berdoa kepada para nabi dan orang-orang saleh karena hendak meminta syafaat dari mereka.
Kesimpulan:
1.    Bantahan terhadap kaum musyrik yang beribadah kepada para nabi dan orang-orang saleh karena hendak meminta syafaat mereka.
2.    Disyariatkan mengingatkan manusia dengan hari Kiamat.
3.    Peringatan akan bermanfaat bagi orang-orang yang beriman.
**********
Firman Allah Ta’ala,
قُل لِّلَّهِ الشَّفَاعَةُ جَمِيعًا
Katakanlah, "Hanya kepunyaan Allah syafaat itu semuanya." (QS. Az Zumar: 44)
مَن ذَا الَّذِي يَشْفَعُ عِنْدَهُ إِلاَّ بِإِذْنِهِ
“Tidak ada yang dapat memberi syafaat di sisi Allah tanpa izin-Nya?” (QS. Al Baqarah: 255)
**********
Penjelasan:
Kedua ayat di atas menunjukkan, bahwa para wali dan orang-orang saleh yang diminta oleh orang-orang musyrik tidak memiliki syafaat sedikit pun, karena syafaat itu semunya milik Allah Azza wa Jalla. Tidak ada seorang pun yang dapat memberikan syafaat kecuali setelah dizinkan oleh-Nya. Oleh karena itu, tidak ada seorang pun yang berhak bicara pada hari Kiamat kecuali jika Allah mengizinkannya untuk berbicara.
Pada kedua ayat di atas terdapat bantahan terhadap kaum musyrik yang menjadikan para malaikat, para nabi, atau patung dalam bentuk orang saleh sebagai pemberi syafaat. Mereka mengira bahwa yang mereka sembah itu dapat memberikan syafaat (pertolongan) untuk mereka di sisi Allah Ta’ala tanpa izin-Nya, padahal orang-orang musyrik tidak diizinkan untuk diberi syafaat.
Kesimpulan:
1.    Bantahan terhadap kaum musyrik yang meminta syafaat kepada makhluk.
2.    Semua syafaat milik Allah Ta’ala, maka wajib meminta kepada-Nya saja.
3.    Kelirunya orang yang berkata, “Wahai Rasulullah, berilah syafaat kepada kami,” yang benar adalah mengatakan, “Ya Allah, berilah kami syafaat Rasul-Mu.
4.    Menerangkan keagungan Allah dan kebesaran-Nya, dan bahwa semua makhluk tunduk kepada kekuasaan-Nya.
5.    Menetapkan adanya syafaat bagi orang yang diizinkan Allah Ta’ala.
**********
Firman Allah Ta’ala,
وَكَم مِّن مَّلَكٍ فِي السَّمَاوَاتِ لَا تُغْنِي شَفَاعَتُهُمْ شَيْئًا إِلَّا مِن بَعْدِ أَن يَأْذَنَ اللهُ لِمَن يَشَاء وَيَرْضَى
“Dan betapa banyak malaikat di langit, syafaat mereka sedikit pun tidak berguna, kecuali setelah Allah mengizinkan bagi orang yang dikehendaki dan diridhai-(Nya).” (QS. An Najm: 26)
**********
Penjelasan:
Dalam ayat ini Allah Ta’ala menerangkan, bahwa banyak para malaikat –meskipun kedudukan mereka tinggi di hadapan Allah- tidak berguna syafaat mereka untuk manusia, kecuali jika Allah mengizinkannya kepada mereka, sehingga mereka dapat memberi syafaat kepada hamba-hamba-Nya yang dikehendaki-Nya dan diridhai-Nya, yaitu jika orang itu bersih dari syirik. Jika banyak para malaikat yang kedudukannya tinggi di hadapan-Nya tidak berhasil memberikan syafaat, apalagi selain mereka. Dengan demikian, dalam ayat tersebut juga terdapat bantahan kepada kaum musyrik yang meminta syafaat dari para malaikat atau selainnya.
Kesimpulan:
1.    Bantahan terhadap kaum musyrik yang beribadah kepada makhluk agar mendapatkan syafaat mereka.
2.    Syafaat hanya milik Allah saja, maka tidak boleh diminta kecuali kepada-Nya.
3.    Syafaat tidak bermanfaat kecuali dengan dua syarat:
a.  Izin dari Allah kepada pemberi syafaat untuk memberikan syafaat.
b.   Ridha Allah kepada yang mendapatkan syafaat, yaitu ketika orang itu termasuk orang yang bertauhid.
**********
Firman Allah Ta’ala,
قُلِ ادْعُوا الَّذِينَ زَعَمْتُم مِّن دُونِ اللهِ لَا يَمْلِكُونَ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ فِي السَّمَاوَاتِ وَلَا فِي الْأَرْضِ
Katakanlah, "Serulah mereka yang kamu anggap (sebagai tuhan) selain Allah, mereka tidak memiliki (kekuasaan) seberat zarrah(debu)pun di langit dan di bumi, dan mereka tidak mempunyai suatu saham pun dalam (penciptaan) langit dan bumi dan sekali-kali tidak ada di antara mereka yang menjadi pembantu bagi-Nya.” (QS. Saba’: 22)
**********
Penjelasan:
Dalam ayat ini, Allah Ta’ala memerintahkan Nabi-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk mengatakan kepada kaum musyrik sebagai bentuk tantangan, “Mintalah kepada sesembahan yang kamu sembah; yang kamu kira dapat memberikan manfaat dan menghilangkan bahaya,” sesungguhnya sesembahan-sesembahan itu tidak memiliki saham seberat zarrah (debu atau semut kecil) pun di langit maupun di bumi, dan tidak pula menjadi pembantu bagi-Nya dalam mengatur alam semesta, bahkan mereka juga tidak berani memberikan syafaat kecuali jika Allah mengizinkan, sedangkan Dia tidak mengizinkan syafaat untuk orang-orang musyrik. Singkatnya, sesembahan kaum musyrik sama sekali tidak memiliki saham sedikit pun dalam penciptaan langit dan bumi, tidak bersekutu dengan-Nya dalam kekuasaan-Nya, tidak menjadi pembantu-Nya, dan tidak berkuasa memberikan syafaat. Oleh karena itu, sangat batil sekali menyembah mereka.
Dalam ayat tersebut juga terdapat bantahan terhadap kaum musyrik yang beribadah kepada para wali agar mendapat syafaat mereka.
Kesimpulan:
1.    Bantahan terhadap kaum musyrik yang beribadah kepada para malaikat dan lainnya, dengan anggapan bahwa mereka dapat memberikan manfaat dan menolak bahaya.
2.    Disyariatkan berdebat dengan kaum musyrik untuk membatalkan kemusyrikan mereka.
3.    Memutuskan semua sebab yang dijadikan sandaran kaum musyrik, dimana mereka menjadikannya sebagai sesembahan dengan maksud memperleh manfaat. Padahal manfaat tidak akan terwujud kecuali jika ada satu dari empat sifat ini: memiliki apa yang dibutuhkan penyembahnya, sebagai sekutu bagi pemiliknya, sebagai pembantunya, atau dapat memberikan syafaat dan pembelaan di hadapannya. Pada ayat di atas, Allah menafikan semua sifat ini pada sesembahan kaum musyrik yang menunjukkan batilnya menyembah selain Allah Subhanahu wa Ta’ala.
4.    Menetapkan adanya syafaat yang mendapat izin dari Allah Azza wa Jalla.
5.    Kaum musyrik tidak mendapatkan syafaat, karena Allah tidak mengizinkannya.
**********
Abul Abbas berkata, “Allah telah menafikan (meniadakan) semua yang menjadi tumpuan kaum musyrik selain Diri-Nya sendiri. Dia menafikan adanya kekuasaan pada selain-Nya, atau sebagian daripadanya, atau menjadi pembantu bagi Allah. Tinggallah yang ada hanya syafaat, tetapi Dia menerangkan, bahwa syafaat itu tidak bermanfaat selain kepada orang yang dizinkan Allah sebagaimana firman-Nya,
وَلَا يَشْفَعُونَ إِلَّا لِمَنِ ارْتَضَى
“Dan mereka tidak dapat memberi syafaat melainkan kepada orang yang diridhai Allah.” (QS. Al Anbiya: 28)
Syafaat yang dikira ada oleh kaum musyrik itu ditiadakan ada hari Kiamat sebagaimana yang dinyatakan Al Qur’an. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga menyampaikan, bahwa Beliau nanti akan datang menghadap Allah, lalu bersujud kepada-Nya dan memuji-Nya, dimana Beliau tidak langsung memohonkan syafaat, selanjutnya dikatakan kepada Beliau, “Angkat kepalamu, katakanlah, sesungguhnya perkataanmu didengar. Mintalah, niscaya permintaamu diberikan, dan berilah syafaat, niscaya syafaatmu diterima.” (HR. Bukhari no. 3340, dan Muslim no. 194)
Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu pernah bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Siapakah orang yang paling bahagia memperoleh syafaatmu?” Beliau menjawab, “Orang yang mengucapkanLaailaahaillallah dengan ikhlas dari hatinya.” (HR. Bukhari no. 99)
Syafaat tersebut ditujukan untuk orang yang ikhlas dengan izin Allah, tidak diberikan kepada orang yang menyekutukan Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Pada hakikatnya, Allah Subhanahu wa Ta’ala melimpahkan karunia-Nya kepada orang yang ikhlas (bertauhid), lalu Dia ampuni mereka melalui perantaraan doa orang yang mendapat izin memberikan syafaat. Hal itu untuk memuliakannya, dan agar dia memperoleh kedudukan yang terpuji.
Dengan demikian, syafaat yang dinafikan Al Qur’an adalah syafaat yang mengandung syirik. Oleh karena itu, ditetapkan adanya syafaat di beberapa tempat dalam Al Qur’an. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga telah menjelaskan, bahwa syafaat itu ditujukan untuk orang yang bertauhid dan ikhlas.”
**********
Penjelasan:
Abul Abbas adalah Syaikhul Islam Ahmad bin Abdul Halim bin Abdussalam bin Taimiyah, seorang imam yang masyhur, penyusun berbagai karya yang bermanfaat bagi umat, ia wafat pada tahun 728 H.
Penyusun (Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah) menyebutkan penjelasan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah di sini untuk menerangkan tafsir beberapa ayat yang disebutkan pada bab ini.
Syafaat yang diberikan kepada Nabi kita shallallahu ‘alaihi wa sallam ada enam syafaat:
Pertama, syafaat yang khusus bagi Beliau saja, yaitu syafaat untuk orang-orang yang berada di mauqif (padang mahsyar), agar Allah memutuskan urusan di antara mereka dan membuat mereka mendapatkan keringanan pada saat itu.
Kedua, syafaat Beliau untuk penghuni surga agar mereka memasukinya.
Ketiga, syafaat Beliau untuk para pelaku maksiat yang seharusnya masuk neraka, namun tidak jadi masuk ke dalamnya.
Keempat, syafaat Beliau untuk para pelaku maksiat yang masuk neraka, agar mereka dikeluarkan daripadanya.
Kelima, syafaat Beliau untuk beberapa orang penghuni surga agar ditambah pahala mereka dan ditinggikan derajatnya.
Keenam, syafaat Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk pamannya, yaitu Abu Thalib agar diringankan azabnya di neraka.
Kesimpulan:
1.    Penjelasan sifat syafaat yang dinafikan dan sifat syafaat yang ditetapkan adanya.
2.    Menerangkan tentang syafaat kubra (agung), yaitu Maqam Mahmud(kedudukan terpuji) bagi Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, apa yang dilakukan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika itu, sehingga Beliau mendapatkan izin.
3.    Manusia yang paling berbahagia memperoleh syafaat adalah orang-orang yang beriman.

Marwan bin Musa
Maraji’: Al Mulakhkhash fii Syarh Kitab At Tauhid (Dr. Shalih bin Fauzan Al Fauzan), Maktabah Syamilah versi 3.45, dll.