Sunday, October 6, 2013

Menyembelih Kurban Untuk Selain Allah

Hukum menyembelih binatang untuk selain Allah subhaanahu wa ta’ala
Menyembelih hewan yang dalam bahasa arab diistilahkan dengan adz-dzabhu adalah ibadah agung yang dengannya seorang muslim mendekatkan diri kepada Allah jalla wa ‘alaa. Allah subhaanahu wa ta’ala berfirman yang artinya: “Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya. Demikianlah Allah telah menundukkannya untuk kamu supaya kamu mengagungkan Allah atas hidayah-Nya kepada kamu.” (QS. al-Hajj: 37) Oleh karena itu, pada hari raya ‘Idul Adha para jama’ah haji mendekatkan diri kepada Allah subhaanahu wa ta’ala dengan menyembelih hewan kurban di Baitil Haram dan demikian pula kaum muslimin di seluruh dunia.
Ibadah ini termasuk ibadah maaliyah (berhubungan erat dengan harta benda) yang paling utama, karena ia mengandung sikap merendahkan diri kepada Allah subhaanahu wa ta’ala, pasrah kepada-Nya, mengharap pahala, rahmat dan kebaikan dari-Nya. Oleh karena itu, Allah subhaanahu wa ta’ala menggandengkan ibadah ini dengan shalat. Allah subhaanahu wa ta’ala berfirman yang artinya:“Katakanlah: sesungguhnya shalatku, sembelihanku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Rabb semesta alam.” (QS. al-An’aam: 162) Dan “Maka dirikanlah shalat untuk Rabbmu dan berkurbanlah.” (QS. al-Kautsar: 2)    
Pengertian Adz-dzabhu
Secara istilah, adz-dzabhu berarti menghilangkan nyawa dengan cara mengalirkan darah (menyembelih) hewan kurban disertai ketentuan-ketentuan khusus. Ada dua poin penting yang perlu diketahui dalam menyembelih hewan:
  1. Tasmiyah ketika menyembelih.
  2. Niat menyembelih.
Makna Tasmiyah
Tasmiyah adalah menyebut nama Allah subhaanahu wa ta’ala atau mengucapkan bismillah. Tasmiyah ketika menyembelih hewan adalah kewajiban dan mengandung permintaan tolong kepada Allah subhanaahu wa ta’ala. Allah subhaanahu wa ta’ala berfirman yang artinya: “Dan janganlah kamu memakan binatang-binatang yang tidak disebut nama Allah ketika menyembelihnya. Sesungguhnya perbuatan yang semacam itu adalah suatu kefasikan.” (QS. al-An’aam: 121) Ketika seseorang menyembelih hewan dan mengucapkanbismillah, berarti ia telah meminta pertolongan kepada Allah subhaanahu wa ta’ala dalam penyembelihan itu, karena huruf ba’ pada lafaz bismillah bermakna meminta pertolongan.
Yang nampak dari keterangan al-Quran, hewan yang disembelih dengan nama Allah subhaanahu wa ta’ala hukumnya halal. Allahsubhaanahu wa ta’ala berfirman yang artinya: “Maka makanlah binatang-binatang (yang halal) yang disebut nama Allah ketika menyembelihnya, jika kamu beriman kepada ayat-ayat-Nya.” (QS. al-An’aam: 118) Adapun hewan yang disembelih tanpa disebut nama Allah subhaanahu wa ta’ala termasuk dalam kategori hewan yang dipersembahkan untuk selain Allah subhaanahu wa ta’ala, sehingga haram untuk dimakan. Allah subhaanahu wa ta’ala berfirman yang artinya: “Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi, dan binatang yang (ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah.” (QS. al-Baqarah: 173)
Niat Menyembelih
Latar belakang orang menyembelih hewan bisa bermacam-macam. Ada yang ingin mendekatkan diri kepada Allah subhaanahu wa ta’ala, ada yang tidak. Niat inilah yang menentukan apakah menyembelih hewan menjadi sebuah ibadah atau tidak. Nabi shallallahu alaih wa salam mengatakan: “Sesungguhnya semua amal shalih itu tergantung niatnya, dan setiap orang akan mendapatkan apa yang ia niatkan.” (Muttafaqun ‘alaih, Bukhari no. 1, Muslim no. 5036)
Penyembelihan menjadi suatu bentuk ibadah jika niat orang yang menyembelih adalah untuk mengagungkan dan bertaqarrub kepada satu pihak. Dan niat seperti ini tidak boleh ditujukan kepada selain Allah subhaanahu wa ta’ala. Orang yang menyembelih hewan dengan niat untuk mendekatkan diri kepada selain Allah subhaanahu wa ta’ala, telah terjatuh dalam kesyirikan besar yang mengeluarkannya dari Islam.
Beberapa keadaan dan hukum penyembelihan hewan
Berdasarkan dua poin di atas, perbuatan menyembelih hewan terbagi menjadi beberapa keadaan:
  1. Penyembelihan dengan menyebut nama Allah subhaanahu wa ta’ala dan dipersembahkan untuk Allah subhaanahu wa ta’ala. Ini adalah ibadah yang agung dan sangat dicintai oleh Allah subhaanahu wa ta’ala, seperti penyembelihan pada hari ‘Idul Adha.
  2. Penyembelihan dengan menyebut nama Allah subhaanahu wa ta’ala namun dipersembahkan untuk selain Allah subhaanahu wa ta’ala. Misalnya orang-orang yang memotong hewan sebagai sesajen untuk para jin. Ini adalah kesyirikan besar yang mengeluarkan pelakunya dari Islam, walaupun nama Allah subhaanahu wa ta’ala disebut ketika dilakukan penyembelihan.
  3. Penyembelihan dengan menyebut nama selain Allah subhaanahu wa ta’ala dan untuk selain Allah subhaanahu wa ta’ala. Misalnya ketika menyembelih, si penyembelih mengatakan: “Dengan nama Nyi Roro Kidul.” Dan ia niatkan sembelihan itu juga untuk Nyi Roro Kidul. Perbuatan ini mengumpulkan dua kesyirikan: syirik dalam meminta pertolongan dan syirik dalam peribadatan.
  4. Penyembelihan dengan menyebut nama selain Allah subhaanahu wa ta’ala namun dipersembahkan untuk Allah subhaanahu wa ta’ala. Hal ini jarang terjadi. Misalnya si penyembelih menyebut nama Nyi Roro Kidul, namun ia mempersembahkan sembelihan itu untuk Allah subhaanahu wa ta’ala. Perbuatan ini masuk dalam kategori mempersekutukan Allah subhaanahu wa ta’ala dalam hal rububiyyah.
Selain empat keadaan di atas, terkadang penyembelihan juga dilakukan dengan menyebut nama Allah subhaanahu wa ta’ala, tapi tidak diniatkan untuk mendekatkan diri kepada Allah subhaanahu wa ta’ala ataupun selain Allah subhaanahu wa ta’ala. Misalnya untuk  hidangan pernikahan, menyambut tamu, untuk diperjual-belikan atau untuk dinikmati dagingnya sebagai makanan sehari-hari. Penyembelihan ini hukumnya boleh, dan bisa menjadi sunnah, bahkan wajib. Tentang penyembelihan untuk walimah pernikahan, Nabishallallahu alaihi wasallam pernah bersabda kepada ‘Abdurrahman bin ‘Auf radhiallahu anhu: “Adakan walimah, walaupun hanya dengan seekor kambing!” (HR. Bukhari 1943)
Adapun penyembelihan untuk dimakan dagingnya dan diperjual-belikan, termasuk dalam kandungan firman Allah subhaanahu wa ta’ala yang artinya: “Dan apakah mereka tidak melihat bahwa sesungguhnya Kami telah menciptakan binatang ternak untuk mereka yaitu sebahagian dari apa yang telah Kami ciptakan dengan kekuasaan Kami sendiri, lalu mereka menguasainya? Dan Kami tundukkan binatang-binatang itu untuk mereka; maka sebahagiannya menjadi tunggangan mereka dan sebahagiannya mereka makan.” (QS. Yaasin: 71-72)
Menyembelih hewan untuk Allah subhaanahu wa ta’ala di tempat yang biasa digunakan untuk ritual kesyirikan
Tidak diperbolehkan menyembelih hewan untuk Allah subhaanahu wa ta’ala, di tempat yang biasa dilakukan ritual kesyirikan. Hal ini karena beberapa alasan berikut:
  1. Ia mengandung unsur menyerupakan diri dengan orang-orang kafir dan orang-orang menyimpang. Kita dilarang untuk berbuat demikian karena Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda: “Barangsiapa menyerupai suatu kaum, ia termasuk kaum itu.” (HR. Abu Dawud 4033)
  2. Berdasarkan firman Allah subhaanahu wa ta’ala tentang masjid dhiraar (masjid yang didirikan oleh orang-orang munafik di Madinah): “Janganlah kamu bersembahyang dalam masjid itu selama-lamanya.” (QS. at-Taubah 108) Sisi pendalilan dari ayat ini adalah jika Nabi shallallahu alaih wa sallam dilarang shalat di masjid dhirar walaupun dengan niat yang ikhlas, karena masjid itu dibangun di atas dasar kemaksiatan kepada Allah subhaanahu wa ta’ala, demikian pula menyembelih hewan di tempat-tempat yang memang disediakan, atau biasa digunakan untuk ritual kesyirikan. Seorang yang bertauhid tidak boleh menyembelih hewan di sana, karena tempat-tempat itu dibangun dengan dasar kemaksiatan dan kesyirikan kepada Allah subhaanahu wa ta’ala.
  3. Berdasarkan hadits dari Tsabit adh-Dhahaak, dia berkata: “Ada seorang laki-laki yang bernazar untuk menyembelih hewan di Buwanah. Dia bertanya kepada Nabi shallallahu alaih wa sallam tentang hal itu. Nabi shallallahu alaih wa sallam pun bertanya: “Apakah di sana ada berhala jahiliyah?” Mereka berkata: “Tidak ada.” Nabi shallallahu alaih wa sallam bertanya lagi: “Apakah ia adalah tempat yang biasa digunakan untuk perayaan jahiliyah?” Dia berkata: “Tidak.” Nabi shallallahu alaih wasallam bersabda: “Tunaikanlah nazarmu. Sesungguhnya seseorang tidak boleh menunaikan nazar yang mengandung kemaksiatan kepada Allah dan yang tidak dikuasai oleh manusia.” (HR. Abu Dawud 3315)
  4. Menyembelih untuk Allah subhaanahu wa ta’ala di tempat seperti ini adalah wasilah yang mengantarkan kepada perkara-perkara terlarang dan kerusakan-kerusakan yang jelas. Di antaranya ialah:
v  Pengkeramatan tempat yang biasa digunakan untuk kesyirikan tersebut.
v  Menyemarakkan tempat kesyirikan.
v  Menyebabkan orang beribadah kepada selain Allah subhaanahu wa ta’ala dalam bentuk penyembelihan hewan untuk selain-Nya dan bentuk-bentuk yang lain.
v  Pengelabuan orang banyak. Penjelasannya adalah sebagai berikut: Apabila orang-orang awam melihat ada yang menyembelih hewan di sana, sementara telah diketahui bahwa di sana biasa dilakukan penyembelihan untuk selain Allah subhaanahu wa ta’ala, maka orang itu akan melakukan penyembelihan untuk selain Allah subhaanahu wa ta’ala.
Sumber: Fathul Majid Syarh Kitab Tauhid Syaikh Abdurahman bin al-Hasan alu Syaikh, at-Tamhid li syarh Kitab Tauhid Syaikh Shalih bin ‘Abdul ‘Aziz alu Syaikh, Syarh Ushul Tsalatsah, Syaikh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin