بعثه الله بالنذارة عن الشرك ويدعو إلى التوحيد، والدليل قوله تعالى:يَا أَيُّهَا الْمُدَّثِّرُ قُمْ فَأَنْذِرْوَرَبَّكَ فَكَبِّرْ وَثِيَابَكَ فَطَهِّرْ وَالرُّجْزَ فَاهْجُرْ وَلا تَمْنُنْ تَسْتَكْثِرُ وَلِرَبِّكَ فَاصْبِرْ.ومعنى {قُمْ فَأَنْذِرْ}، ينذر عن الشرك ويدعو إلى التوحيد. {وَرَبَّكَ فَكَبِّرْ}، أي: عظمه بالتوحيد. {وَثِيَابَكَ فَطَهِّرْ}، أي: طهر أعمالك عن الشرك. {وَالرُّجْزَ فَاهْجُرْ}، الرجز: الأصنام، وهجرها تركها، والبراءة منها وأهلها. أخذ على هذا عشر سنين يدعو إلى التوحيد.Beliau diutus untuk memperingatkan manusia dari syirik dan menyeru kepada tauhid. Dalilnya adalah firman Allah:“Hai orang yang berkemul (berselimut), bangunlah, lalu berilah peringatan! dan Rabbmu agungkanlah, dan pakaianmu bersihkanlah, dan perbuatan dosa (menyembah berhala) tinggalkanlah, dan janganlah kamu memberi (dengan maksud) memperoleh (balasan) yang lebih banyak. Dan untuk (memenuhi perintah) Rabbmu, bersabarlah.” [Al-Muddatstsir :1-7]Makna [قُمْ فَأَنْذِرْ – bangunlah, lalu ben peringatan] adalah memperingatkan manusia dari syirik dan menyeru mereka kepada tauhid. Makna [وَرَبَّكَ فَكَبِّرْ –dan agungkanlah Rabbmu] adalah agungkanlah Dia dengan tauhid. Makna [وَثِيَابَكَ فَطَهِّرْ – dan bersihkanlah pakaianmu) adalah bersihkanlah amalanmu dari syirik. Makna [وَالرُّجْزَ فَاهْجُرْ – dan tinggalkanlah perbuatan dosa), الرجز adalah berhala, dan maksud dari hijrah darinya adalah meninggalkannya dan meninggalkan orang-orang yang menyembahnya, serta berlepas diri dari mereka.
Perkataan penulis:
Beliau diutus untuk memperingatkan manusia dari perbuatan syirik dan menyeru kepada tauhid.
Ini adalah perkara keempat yang berkaitan dengan pengertian mengenal Nabi yaitu mengenal tentang apa yang beliau bawa. Hal ini adalah perkara yang paling mulia dan paling agung. Nabi diutus oleh Allah untuk memperingatkan manusia dari perbuatan syirik serta mengajak untuk men-tauhid-kan Allah Ta’ala dalam rububiyah-Nya, Uluhiyah-Nya serta nama dan sifat-Nya. [الإنذار] Al-Indzar artinya [التحذير] at-tahdzir(memperingatkan), [المنذر] al-mundzir artinya [المحذر] almuhadzdzir pemberi peringatan. Pada dasarnya [الإنذار] Al-indzar bermakna [الإبلاغ] al-iblagh (menyampaikan), dan tidak disebut al-iblagh kecuali jika mengandung ancaman.
Perkataan penulis:
Dan dalilnya adalah firman Allah Ta’ala : [يَا أَيُّهَا الْمُدَّثِّرُ قُمْ فَأَنْذِرْوَرَبَّكَ فَكَبِّرْ وَثِيَابَكَ فَطَهِّرْ وَالرُّجْزَ فَاهْجُرْ وَلا تَمْنُنْ تَسْتَكْثِرُ وَلِرَبِّكَ فَاصْبِرْ.] “Hai orang yang berkemul (berselimut), bangunlah, lalu berilah peringatan! dan Rabbmu agungkanlah, dan pakaianmu bersihkanlah, dan perbuatan dosa (menyembah berhala) tinggalkanlah, dan janganlah kamu memberi (dengan maksud) memperoleh (balasan) yang lebih banyak. Dan untuk (memenuhi perintah) Rabbmu, bersabarlah.” [Al-Muddatstsir : 1-7]
Ini adalah dalil bahwasanya Rasulullah diutus untuk memberantas kesyirikan dan mengajak untuk mentauhidkan Allah. Firman-Nya ini adalah ayat pertama yang diturunkan sebagai pertanda pengangkatan beliau menjadi rasul. Dalam sebuah hadits shahih dari Jabir Bin Abdullah bahwa ia mendengar Rasulullah menceritakan tentang kisah terputusnya wahyu, beliau bersabda:
فبينا أنا أمشي إذ سمعت صوتًا من السماء فرفعت بصري قِبَلَ السماء فإذا الملك الذي جاءني بحراء قاعد على كرسي بين السماء والأرض، فَجُثِثْتُ منه حتى هويت إلى الأرض، فجئت إلى أهلي، فقلت : زملوني زملوني؛ فزملوني؛ فأنزل الله : يَا أَيُّهَا الْمُدَّثِّرُ قُمْ فَأَنْذِرْوَرَبَّكَ فَكَبِّرْ وَثِيَابَكَ فَطَهِّرْ وَالرُّجْزَ فَاهْجُرْ وَلا تَمْنُنْ تَسْتَكْثِرُ وَلِرَبِّكَ فَاصْبِرْ.
“Tatkala aku sedang berjalan, aku mendengar suara berasal dari langit, lantas aku mengangkat pandanganku, ternyata ia adalah malaikat yang pernah mendatangiku di gua Hiraa’, (dia) duduk di atas sebuah kursi antara langit dan bumi. Aku ketakutan hingga aku diturunkan ke bumi kemudian langsung pulang dan berkata: “Selimuti aku! Selimuti aku! Selimuti aku!. Lalu Allah menurunkan wahyu-Nya : يَا أَيُّهَا الْمُدَّثِّرُ قُمْ فَأَنْذِرْوَرَبَّكَ فَكَبِّرْ وَثِيَابَكَ فَطَهِّرْ وَالرُّجْزَ فَاهْجُرْ وَلا تَمْنُنْ تَسْتَكْثِرُ وَلِرَبِّكَ فَاصْبِرْ.” Abu Salamah berkata: [الرُّجْزَ: الأوثان. ثم حمى الوحي وتتابع], “Ar-Rujzu maksudnya berhala. Kemudian setelah itu wahyu turun satu persatu.” [HR. Al-Bukhari (Fath- 1/27), Muslim (255,161)]
Ini adalah ayat yang paling banyak ditafsirkan oleh Syaikh dan dengan pertolongan Allah Ta’ala akan disebutkan tafsirnya.
Firman Allah Ta’ala: [يَا أَيُّهَا الْمُدَّثِّرُ] artinya yang berselimut dengan kain, yakni berselimut menutupi seluruh badannya karena perasaan takut setelah melihat malaikat sebagaimana penjelasan yang telah lalu. Asal katanya ialah [المتدثر] huruf taa’dimasukkan ke huruf daal karena keduanya sejenis.
Perkataan penulis:
Makna firman Allah [قُمْ فَأَنْذِرْ]. Memperingatkan manusia dari perbuatan syirik dan menyeru kepada tauhid.
Makna [قُمْ فَأَنْذِرْ] ialah berdirilah dan ancamlah orang-orang musyrik serta peringatkan mereka terhadap siksaan Allah jika mereka enggan untuk beriman. Dengan perintah ini maka jadilah beliau seorang rasul sebagaimana beliau menjadi seorang nabi dengan wahyu [اقْرَأْ].
Memperingatkan manusia dari perbuatan syirik dan menyeru kepada tauhid. Maknanya sebagaimana yang telah lalu. Yaitu jika mereka menyekutukan Allah dengan yang lain berarti telah menyerahkan dirinya dalam siksaan. Oleh karena itu dibutuhkan peringatan.
Perkataan penulis:
Makna firman Allah [وَرَبَّكَ فَكَبِّرْ – dan agungkanlah Rabbmu] adalah agungkanlah Dia dengan tauhid.
Sifatkanlah Dia dengan sifat kebesaran dan keagungan. Bahwa Dia Maha Besar dari memiliki sekutu/tandingan seperti yang dikatakan oleh orang-orang kafir.
Perkataan penulis:
Makna firman Allah: [وَثِيَابَكَ فَطَهِّرْ – dan pakaianmu bersihkanlah] yakni bersihkan amalanmu dari syirik.
Ini adalah salah satu tafsir dari ayat tersebut, dan Syeikh hanya menyebutkan satu tafsiran saja.Adapun tafsiran kedua: Maksudnya ialah baju yang dipakai.Allah Ta’ala memerintahkan untuk membersihkan serta menjaga baju tersebut dari najis. Hal ini merupakan kesempurnaan suci dalam shalat. Tafsiran ini dipilih oleh Ibnu Jarir Ath-Thabari dan Asy-Syaukani, karena yang demikian itu merupakan makna kalimat dari segi bahasa. Ibnu Katsir berkata: “Ayat tersebut mencakup kedua-duanya. Disamping hati yang bersih, orang Arab juga menyebutkannya untuk pakaian.” [Tafsir Ibnu Katsir (8/289). Fathul Qadir (5/324). Fathul Bary (8/679).]
Perkataan penulis :
Makna [وَالرُّجْزَ فَاهْجُرْ – dan tinggalkanlah perbuatan dosa], الرجز adalah berhala, dan maksud dari meng-hajr-nya adalah meninggalkannya dan meninggalkan orang-orang yang menyembahnya, serta berlepas diri dari mereka.
Bacaan dalam qiraat Hafsh dengan mendhammahkan huruf raa’ [الرُّجْزَ]. Maknanya adalah patung atau berhala. Arti dari meninggalkannya adalah dengan berpaling darinya serta berlepas diri dari pelakunya. Sebagaimana Firman Allah Ta’ala yang menceritakan tentang perkataan Ibrahim Al-Khalil ‘alaihi shalatu was salaam:
وَأَعْتَزِلُكُمْ وَمَا تَدْعُونَ مِن دُونِ اللَّهِ
“Dan aku akan menjauhkan din daripadamu dan dari apa yang kamu seru selain Allah.”[Maryam : 48]
Ada kemungkian bahwa makna [الرُّجْزَ] adalah seluruh amalan kejelekan. Artinya, ayat ini mengandung perintah untuk menjauhkan semua amalan-amalan yang jelek. Berarti perintah untuk meninggalkan dosa kecil dan besar, yang lahir maupun yang batin. Maka termasuk di dalamnya dosa syirik dan dosa-dosa yang lebih kecil dari dosa syirik.
Dalam qiraat selain Hafsh kata [الرِّجزَ] dibaca dengan mengkasrahkan huruf raa, sehingga bermakna siksaan. [Al-Kasyful Makky (2/347).]
Kedua qiraat (bacaan) tersebut mempunyai arti yang sama. Karena menyembah berhala akan menjerumuskan ke dalam siksa, maka diperintahkan meninggalkan apa saja yang menjadi penyebab datangnya siksa. Wallahu a’ lam.
Makna mirman Allah: [وَلا تَمْنُنْ تَسْتَكْثِرُ – dan janganlah kamu memberi (dengan maksud) memperoleh (balasan) yang lebih banyak]
Kata [تَسْتَكْثِرُ] dengan mendhammahkan huruf raa’ dan posisinya dalam I’rab sebagai haal,sehingga maknanya: Janganlah memberi dalam kondisi engkau mengharapkan balasan yang lebih banyak.
Makna ayat ini adalah, “Janganlah engkau memberi sesuatu sedang engkau mengharapkan balasan yang lebih banyak.” Ini adalah pendapat Ibnu Abbas dan sejumlah ulama salaf, pendapat ini juga merupakan pilihan Ibnu Katsir. [Tafsir Ibnu Katsir (8/290), Fathul Qadir (5/324)]
Firman Allah: [وَلِرَبِّكَ فَاصْبِرْ – Dan untuk (memenuhi perintah) Rabbmu, bersabarlah]
Maknanya, Bersabarlah hanya karena Rabb-mu semata, bukan karena selainNya, dalam setiap kesulitan yang akan engaku temui dalam dakwah dan menyampaikan risalah..
Syaikh Abdurrahman As-Sa’di berkata: “Rasulullah segera melaksanakan perintah Rabbnya, mengingatkan dan menjelaskan kepada mereka semua konsekuensi ilaahiyah dengan ayat-ayat yang jelas, mengagungkan Allah Ta’ala, menyeru makhluk untuk mengagungkan-Nya, membersihkan segala amalan lahir dan batin dari berbagai kejelekan, memboikot setiap orang yang menyembah selain Allah dan orang-orang yang menyekutukan Allah dengan berhala, juga memboikot kejahatan dan pelakunya. Beliau banyak memberi kepada manusia —setelah pemberian Allah- tanpa mengaharapkan balasan dan ucapan terima kasih. Beliau bersabar karena Rabbnya dengan kesabaran yang sempurna: Bersabar dalam melaksanakan ketaatan kepada Allah, bersabar dalam meninggalkan kemaksiatan dan bersabar menghadapi takdir buruk yang menimpanya, sehinga beliau berhasil mencapai derajat salah seorang rasul ulul ‘azmy. Semoga Allah mencurahkan shalawat dan salam-Nya kepada mereka semua. [Tafsir Ibn Sa’dy (5/332)]
Perkataan penulis:
Beliau menyeru kepada tauhid selama sepuluh tahun.
Yakni Rasulullah mengajak untuk mentauhidkan Allah Ta’ala, menjelaskan kemusyrikan serta memperingatkan dari bahaya kemusyrikan tersebut.
Semua itu merupakan tujuan utama diutusnya para nabi dan rasul dan diturunkannya kitab-kitab suci. Yaitu untuk memperingatkan manusia dari bahaya syirik serta melarang mereka darinya. Dan mengajak untuk mentauhidkan Allah Ta’ala dan mengesakan-Nya dalam beribadah, yang merupakan prioritas dakwah setiap Rasul:
يَا قَوْمِ اعْبُدُواْ اللَّهَ مَا لَكُم مِّنْ إِلَـهٍ غَيْرُهُ
“Wahai kaumku! Sembahlah Allah, sekali-kali tak ada ilah bagimu selain-Nya?” [Al-A’raf : 59, 65, 73, 85. QS. Huud ayat 50, 61 dan lain-lain]
Firman Allah :
وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَّسُولاً أَنِ اعْبُدُواْ اللّهَ وَاجْتَنِبُواْ الطَّاغُوتَ
“Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): “Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thagut itu,” [An-Nahl : 36]
Dan firman Allah
وَمَا أَرْسَلْنَا مِن قَبْلِكَ مِن رَّسُولٍ إِلَّا نُوحِي إِلَيْهِ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنَا فَاعْبُدُونِ
“Dan Kami tidak mengutus seorang rasul sebelum kamu, melainkan Kami wahyukan kepadanya: “Bahwasanya tidak ada Ilah(yang hak) melainkan Aku, maka sembahlah olehmu sekalian akan Aku.” [Al-Anbiyaa’ : 25]
Tauhid merupakan pondasi yang di atasnyalah agama Islam dibangun. Tanpa podasi ini segala amalan tidak akan dapat berdiri. Oleh karena itu shalat yang merupakan tiang agama tidak diwajibkan begitu juga syariat lainnya kecuali setelah kokohnya tauhid ini dan setelah membangun pondasi aqidah. Dengan demikian maka tauhid adalah suatu kewajiban yang paling utama. Aqidah harus dimantapkan sebelum yang lainnya.
Rasulullah bersabda kepada Mu’adz bin Jabal:
فليكن أول ما تدعوهم إليه شهادة أن لا إله إلا الله
“Jadikanlah yang pertama dalam dakwahmu mengajak mereka untuk bersyahadat bahwa tiada ilaah yang-berhak disembah selian Allah.” [Hadits ini diriwayatkan oleh Al-Bukhary (no 1395). Muslim (no 19) dalam Kitab Al-Iman.]
Sumber : Syarah 3 Landasan Utama karya Abdullah bin Shalih Al-Fauzan, At-Tibyan Solo.