Setan banyak dibicarakan dalam Al Qur’an dan ia termasuk bagian dari alam jin. Saat awal penciptaan, ia taat pada perintah Allah dan ia menghuni langit bersama para malaikat, bahkan ia berada di surga. Kemudian ia durhaka pada Rabbnya ketika ia diperintah sujud pada Adam, ia sombong sehingga ia pun terusir.
Setan dan Namanya
Setan dalam bahasa Arab berarti sombong atau congkak. Ia disebut demikian karena kecongkakan dia di hadapan Rabbnya. Ia pun disebut thoghut sebagaimana terdapat dalam ayat,
الَّذِينَ آَمَنُوا يُقَاتِلُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَالَّذِينَ كَفَرُوا يُقَاتِلُونَ فِي سَبِيلِ الطَّاغُوتِ فَقَاتِلُوا أَوْلِيَاءَ الشَّيْطَانِ إِنَّ كَيْدَ الشَّيْطَانِ كَانَ ضَعِيفًا
“Orang-orang yang beriman berperang di jalan Allah, dan orang-orang yang kafir berperang di jalan thaghut, sebab itu perangilah kawan-kawan syaitan itu, karena sesungguhnya tipu daya syaitan itu adalah lemah.” (QS. An Nisaa’: 76). Setan disebut thoghut karena ia telah melampaui batas dengan kesombongan dan kecongkakan di hadapan Rabbnya, serta ia rela disembah oleh makhluk lainnya.
Setan juga termasuk makhluk yang putus asa dari rahmat Allah. Oleh karenanya ia dinamakan pula iblis. Iblis dalam bahasa Arab berarti tidak memiliki kebaikan apa-apa dan artinya berputus asa.
Jika kita menelaah Al Qur’an dan hadits, kita akan tahu bahwa setan adalah makhluk berakal, punya keinginan dan bergerak, bukan seperti anggapan sebagian orang yang menyatakan sebagai ruh jelek saja.
Setan Bagian dari Jin
Sebagaimana telah disebutkan bahwa setan adalah bagian dari jin. Namun perkara ini terus jadi perselisihan sejak masa silam hingga saat ini. Dalil yang jadi pegangan adalah firman Allah Ta’ala,
وَإِذْ قُلْنَا لِلْمَلَائِكَةِ اسْجُدُوا لِآَدَمَ فَسَجَدُوا إِلَّا إِبْلِيسَ أَبَى وَاسْتَكْبَرَ وَكَانَ مِنَ الْكَافِرِينَ
“Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat: “Sujudlah kamu kepada Adam,” maka sujudlah mereka kecuali Iblis; ia enggan dan takabur dan adalah ia termasuk golongan orang-orang yang kafir.” (QS. Al Baqarah: 34). Ayat ini dan semisalnya menunjukkan bahwa Allah mengecualikan iblis dari para malaikat, sekaligus menunjukkan bahwa keduanya sejenis.
Dalam kitab tafsir dan tarikh telah dinukil berbagai pendapat ulama yang menunjukkan bahwa iblis dulunya adalah bagian dari malaikat. Namun sebenarnya yang tepat adalah bahwa pengecualian yang disebutkan di atas tidak menunjukkan bahwa iblis dan malaikat secara tegas itu sejenis. Karena ada kemungkinan istitsna(pengecualian) dalam ayat itu terputus dan menunjukkan berbeda jenis. Bahkan inilah yang benar dan dibuktikan dalam ayat lain,
وَإِذْ قُلْنَا لِلْمَلَائِكَةِ اسْجُدُوا لِآَدَمَ فَسَجَدُوا إِلَّا إِبْلِيسَ كَانَ مِنَ الْجِنِّ فَفَسَقَ عَنْ أَمْرِ رَبِّهِ
“Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat: “Sujudlah kamu kepada Adam, maka sujudlah mereka kecuali Iblis. Dia adalah dari golongan jin, maka ia mendurhakai perintah Rabbnya.” (QS. Al Kahfi: 50).
Dan kita juga punya dalil pendukung yang shahih bahwa jin bukanlah malaikat dan bukan manusia sebagaimana dalam hadits,
خُلِقَتِ الْمَلاَئِكَةُ مِنْ نُورٍ وَخُلِقَ الْجَانُّ مِنْ مَارِجٍ مِنْ نَارٍ وَخُلِقَ آدَمُ مِمَّا وُصِفَ لَكُمْ
“Malaikat diciptakan dari cahaya. Jin diciptakan dari nyala api. Adam diciptakan dari apa yang telah ada pada kalian.” (HR. Muslim no. 2996).
Al Hasan Al Bashri berkata, “Iblis bukanlah malaikat sama sekali.” (Al Bidayah wan Nihayah, 1: 79). Ibnu Taimiyah juga berkata, “Setan sebelumnya bagian dari malaikat dilihat dari sisi bentuknya. Namun dilihat dari sisi asli dan kesamaan tidaklah sama.” (Majmu’ Al Fatawa, 4: 346)
Apakah Setan Aslinya dari Jin?
Apakah setan aslinya dari jin atau satu golongan dengan jin, maka tidak ada dalil tegas yang mendukung hal ini. Namun yang nampak lebih kuat adalah setan itu satu golongan dengan jin sebagaimana disebutkan dalam ayat,
إِلَّا إِبْلِيسَ كَانَ مِنَ الْجِنِّ
“Dia adalah dari golongan jin, maka ia mendurhakai perintah Rabbnya.” (QS. Al Kahfi: 50).
Adapun Ibnu Taimiyah rahimahullah berpendapat bahwa setan aslinya dari jin sebagaimana Adam adalah asal dari manusia.
Referensi:
‘Alamul Jin wasy Syaithon, Syaikh Prof. Dr. ‘Umar bin Sulaiman bin ‘Abdullah Al Asyqor, terbitan Darun Nafais, cetakan kelimabelas, tahun 1423 H.