Tuesday, January 10, 2017

Kitab Tauhid 26

Bab: Hukum Sihir
Firman Allah Ta’ala,
وَلَقَدْ عَلِمُواْ لَمَنِ اشْتَرَاهُ مَا لَهُ فِي الآخِرَةِ مِنْ خَلاَقٍ
“Sesungguhnya mereka telah meyakini bahwa barang siapa yang menukarnya (kitab Allah) dengan sihir itu, tidaklah ia memperoleh keuntungan di akhirat.” (Qs. Al Baqarah: 102)
يُؤْمِنُونَ بِالْجِبْتِ وَالطَّاغُوت
“Mereka percaya kepada jibt dan thaghut.” (Qs. An Nisaa’: 51)
Umar berkata, “Jibt adalah sihir, sedangkan thaghut adalah setan.”
Jabir berkata, “Thagut adalah para tukang ramal yang didatangi setan, yang ada pada setiap kabilah.”
**********
Penjelasan:
Oleh karena sihir adalah salah satu macam syirik, dimana hal itu tidak dilakukan kecuali jika digandengkan dengan kemusyrikan, maka penyusun (Syaikh Muhammad At Tamimi) membuat bab di kitab Tauhid ini untuk menerangkan hukumnya sekaligus memperingatkan perbuatan itu.
Jibt adalah istilah untuk patung, pesihir, dan peramal. Umar menafsirkan kata jibt dengan salah satu artinya, yaitu sihir. Demikian pula Thagut adalah setiap yang melampuai batas dalam kejahatan dan kemaksiatan, ia ada beberapa macamya, salah satunya adalah peramal.
Sihir secara bahasa adalah sesuatu yang samar dan tersembunyi. Sedangkan secara istilah, sihir adalah jampi-jampi dan kalimat, dan dilengkapi beberapa benda tertentu, termasuk buhul tali, serta adanya proses pengasapan. Ia dapat berpengaruh pada hati dan badan, membuatnya sakit, bahkan sampai membunuhnya, serta dapat memisahkan antara suami dengan istrinya.
Dalam ayat di atas, Allah Subhanahu wa Ta’ala menerangkan, bahwa orang-orang Yahudi telah mengetahui jika mereka menukar kitabullah dan mengikuti rasul dengan mempelajari dan melakukan sihir, maka mereka tidak akan memperoleh keberuntungan di akhirat nanti.
Kedua ayat di atas menunjukkan haramnya sihir, dan bahwa itu termasuk jibt.
Kesimpulan:
1.    Haramnya sihir.
2.    Kafirnya orang yang melakukan sihir.
3.    Ancaman bagi orang yang berpaling dari kitabullah dan menggantinya dengan belajar sihir atau semisalnya.
4.    Sihir termasuk syirik yang dapat menafikan tauhid, karena di dalamya terdapat permintaan bantuan kepada setan serta bergantung kepada mereka.
**********
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
«اجْتَنِبُوا السَّبْعَ المُوبِقَاتِ» ، قَالُوا: يَا رَسُولَ اللَّهِ وَمَا هُنَّ؟ قَالَ: «الشِّرْكُ بِاللَّهِ، وَالسِّحْرُ، وَقَتْلُ النَّفْسِ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلَّا بِالحَقِّ، وَأَكْلُ الرِّبَا، وَأَكْلُ مَالِ اليَتِيمِ، وَالتَّوَلِّي يَوْمَ الزَّحْفِ، وَقَذْفُ المُحْصَنَاتِ المُؤْمِنَاتِ الغَافِلاَتِ»
“Jauhilah oleh kalian tujuh dosa yang membinasakan!” Para sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, apa saja itu?” Beliau menjawab, “Syirik kepada Allah, sihir, membunuh jiwa yang diharamkan Allah kecuali dengan alasan yang dibenarkan, memakan riba, memakan harta anak yatim, melarikan diri dari peperangan, dan menuduh berzina wanita yang baik-baik, mukminah, dan tidak tahu-menahu.”
**********
Penjelasan:
Hadits di atas diriwayatkan oleh Bukhari no. 2766, Muslim no. 89, dan Abu Dawud no. 2874.
Dosa-dosa di atas disebut ‘membinasakan’ karena dapat membinasakan pelakunya di dunia dan akhirat, dan menunjukkan bahwa perbuatan itu adalah dosa besar.
Dalam hadits di atas, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memperingatkan umatnya agar tidak melakukan tujuh dosa besar yang membinasakan, kemudian Beliau menyebutkan dosa-dosa itu yang di antaranya adalah sihir.
Hadits tersebut menunjukkan haramnya sihir dan bahwa ia termasuk dosa besar yang membinasakan.
Kesimpulan:
1.    Haramnya syirik, dan bahwa ia adalah dosa besar yang paling besar.
2.    Haramnya sihir, dan bahwa ia termasuk dosa besar yang membinasakan serta termasuk pembatal keislaman.
3.    Haramnya membunuh jiwa dengan alasan yang tidak dibenarkan.
4.    Bolehnya membunuh jika ada alasan yang dibenarkan, yaitu qishas, karena murtad, dan karena berzina setelah menikah.
5.    Haramnya riba dan besarnya dosa riba.
6.    Haramnya memakan harta anak yatim.
7.    Haramnya menuduh zina dan liwath (homoseks).
**********
Dari Jundab secara marfu (dari Rasululullah shallallahu ‘alaihi wa sallam), bahwa had (hukuman) bagi pesihir adalah dibunuh dengan pedang (dipancung).” (Diriwayatkan oleh Tirmidzi, namun ia berkata, “Yang benar adalah mauquf (berasal dari sahabat).”
Dalam Shahih Bukhari dari Bajalah bin Abdah ia berkata, “Umar bin Khaththab pernah menuliskan surat yang isinya, “Bunuhlah setiap pesihir laki-laki dan perempuan.” Bajalah berkata, “Maka kami bunuh tiga orang pesihir.”
Telah shahih pula dari Hafshah radhiyallahu ‘anha, bahwa ia pernah memerintahkan membunuh budak perempuannya yang telah menyihirnya, lalu budak itu dibunuh.” [Diriwayatkan oleh Malik dalam Al Muwaththa2/872]
Demikian pula riwayat yang shahih dari Jundab.
Imam Ahmad berkata, “Diriwayatkan secara shahih, bahwa hukuman mati terhadap pesihir telah dilakukan oleh tiga orang sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.”
**********
Penjelasan:
Hadits Jundab secara marfu’ didhaifkan oleh Syaikh Al Albani, namun secara mauquf (sampai kepada sahabat Jundab) dishahihkan oleh Imam Tirmidzi.
Imam Tirmidzi setelah meriwayatkan hadits Jundab di atas berkata, “Yang shahih adalah dari Jundab secara mauquf. Dibunuhnya pesihir itulah yang diamalkan Ahli Ilmu dari kalangan sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan lainnya. Ini juga merupakan pendapat Malik bin Anas. Imam Syafi’i berkata, “Pesihir dibunuh jika praktek sihirnya sampai kepada tingkatan kufur (kekafiran), jika prakteknya di bawah kufur, maka menurut kami tidak dibunuh.”
Tiga orang sahabat yang telah memberlakukan hukuman mati terhadap peshir adalah Umar, Hafshah, dan Jundab radhiyallahu ‘anhum.
Hukuman mati terhadap pesihir menunjukkan bahwa sihir merupakan dosa besar.
Kesimpulan:
1.    Melakukan sihir adalah dosa besar.
2.    Hukuman pesihir adalah dibunuh.
3.    Sihir telah terjadi di tengah kaum muslimin di zaman Umar bin Khaththab radhiyallahu ‘anhu, lalu bagaimana setelah Beliau?

Marwan bin Musa
Maraji’: Al Mulakhkhash fii Syarh Kitab At Tauhid (Dr. Shalih bin Fauzan Al Fauzan), Fathul Majid (Abdurrahman bin Hasan), Maktabah Syamilah versi 3.45Tahdzibu Kamal (Yusuf bin Abdurrahman Al Mizziy), dll.