Imam dakwah Tauhid, Syaikhul Islam Muhammad At-Tamimi rahimahullah berkata,
القاعدة الأولى
أن تعلم أنّ الكفّار الذين قاتلهم رسول الله يُقِرُّون بأنّ الله تعالى هو الخالِق المدبِّر، وأنّ ذلك لم يُدْخِلْهم في الإسلام، والدليل: قوله تعالى: {قُلْ مَنْ يَرْزُقُكُمْ مِنْ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ أَمَّنْ يَمْلِكُ السَّمْعَ وَالْأَبْصَارَ وَمَنْ يُخْرِجُ الْحَيَّ مِنْ الْمَيِّتِ وَيُخْرِجُ الْمَيِّتَ مِنْ الْحَيِّ وَمَنْ يُدَبِّرُ الْأَمْرَ فَسَيَقُولُونَ اللَّهُ فَقُلْ أَفَلَا تَتَّقُونَ} (يونس:31)
Kaidah pertama:
Anda perlu mengetahui bahwa orang-orang kafir yang diperangi oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam meyakini bahwa Allah Ta’ala adalah satu-satunya Sang Pencipta dan Pengatur (segala urusan). Meski demikian, hal itu tidaklah menyebabkan mereka masuk ke dalam agama Islam. Dalilnya adalah firman Allah Ta’ala:
قُلْ مَنْ يَرْزُقُكُمْ مِنْ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ أَمَّنْ يَمْلِكُ السَّمْعَ وَالْأَبْصَارَ وَمَنْ يُخْرِجُ الْحَيَّ مِنْ الْمَيِّتِ وَيُخْرِجُ الْمَيِّتَ مِنْ الْحَيِّ وَمَنْ يُدَبِّرُ الْأَمْرَ فَسَيَقُولُونَ اللَّهُ فَقُلْ أَفَلَا تَتَّقُونَ
“Katakanlah: ‘Siapa yang memberi rizki kepada kalian dari langit dan bumi, atau siapa yang kuasa (menciptakan) pendengaran dan penglihatan, dan siapa yang mengeluarkan yang hidup dari yang mati (menghidupkan) dan mengeluarkan yang mati dari yang hidup (mematikan), dan siapa yang mengatur segala urusan? ‘Maka mereka (kaum musyrikin) akan menjawab:’Allah’. Maka katakanlah:’Mengapa kalian tidak bertakwa (kepada-Nya)” (QS. QS. Yunus: 31).
————————————————————————
Penjelasan
Inti kaidah pertama ini adalah penetapan Tauhid Rububiyyah mengharuskan kepada penetapan TauhidUluhiyyah (Ibadah). Di dalam bab ini terdapat penjelasan bahwa penetapan Tauhid Rububiyyah tidak cukup bagi kesahan Islam seseorang, akan tetapi haruslah diiringi dengan penetapan Tauhid Uluhiyyah, yang mengandung penetapan Tauhid Al-Asma` wa Shifat.
Dalam ayat tersebut di atas, Allah Ta’ala menjelaskan bahwa orang-orang yang menyekutukan Allah jika ditanya tentang keesesaan-Nya dalam Rububiyyah-Nya,yaitu siapa yang memberikan rezeqi dari langit berupa hujan dan dari bumi berupa pohon dan tanaman,siapa yang yang menciptakan dan memiliki pendengaran dan penglihatan1, siapa yang mengeluarkan sesuatu yang hidup dari yang mati,seperti : pepohonan dari bebijian,burung dari telur dan pengeluaran seseorang dari status kafir berubah menjadi mukmin, siapa yang mengeluarkan sesuatu yang mati dari yang hidup dan siapakah yang mengatur alam atas dan bawah, pastilah mereka akan mengatakan bahwa semua itu yang bisa melakukan hanyalah Allah saja
Dengan demikian, mereka mengakui keesaan Allah dalam Rububiyyah-Nya.
Kemudian Allah berhujjah dengan pengakuan mereka tersebut untuk mengharuskan mereka mentauhidkan Allah dalam Uluhiyyah-Nya, dengan bertakwa,meninggalkan sesembahan selain Allah dan meninggalkan kesyirikan dalam beribadah kepada Allah.
Terkait dengan hal ini, Allah tegur mereka dengan menggunakan pertanyaan pengingkaran,
{فَقُلْ أَفَلَا تَتَّقُونَ}
Ini menunjukkan bahwa mengesakan Allah dalam Rububiyyah-Nya, mengharuskan seseorang mengesakan-Nya dalam Uluhiyyah-Nya
Bahwa Tuhan Pencipta,Yang Memberi rezeki,Yang Menghidupkan dan Mematikan serta Sang Pengatur alam semesta, inilah satu-satunya yang harusnya disembah,sebagaimana firman Allah :
يَا أَيُّهَا النَّاسُ اعْبُدُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ وَالَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
Hai manusia, sembahlah Tuhan kalian yang telah menciptakan kalian dan orang-orang yang sebelum kalian, agar kalian bertakwa. (Al-Baqarah : 21)
Kesimpulan Kaidah Pertama :
- Mengesakan Allah dalam Rububiyyah-Nya, mengharuskan mengesakan-Nya dalam Uluhiyyah-Nya
- Penetapan Tauhid Rububiyyah tidak cukup bagi kesahan Islam seseorang, akan tetapi haruslah bersamaan dengan penetapan Tauhid Uluhiyyah. Karena kebanyakan musyrikin dari kaum Nabi Nuh ‘alaihis salam sampai kaum Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam ,yaitu kafir Quraisy mereka mengakui Tauhid Rububiyyah, namun tetap status mereka musyrikin,karena menentang konsekuensinya berupa mentauhidkan Allah dalam Uluhiyyah-Nya. Sebagaimana kaum musyrikin yang dihadapi oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang disebutkandalam Ayat di atas.
- Adalah sebuah kesalahan,jika seseorang memahami makna La ilaha illallahu sebatas pada makna Rububiyyah saja, misalnya :makna La ilaha illallahu adalah “Tidak ada Sang Pencipta kecuali Allah”, ini adalah kesalahan dan tidak menyebabkan masuknya seseorang ke dalam agama Islam, karena makna La ilaha illallahu yang benar adalah “Tidak ada sesembahan yang berhak disembah kecuali Allah”.
- Hubungan diantara ketiga macam Tauhid
1. Hubungan Tauhid Rububiyyah dengan Tauhid Uluhiyyah
توحيدالربوبية مستلزم لتوحيد الألوهية
Mengesakan Allah dalam Rububiyyah-Nya mengharuskan mengesakan-Nya dalam Uluhiyyah-Nya
Maksudnya :
Barangsiapa yang meyakini keesaan Allah dalam Rububiyyah-Nya,yaitu: meyakini bahwa Allah itu Esa,tidak ada sekutu bagi-Nya dalam menciptakan makhluk,mengaturnya,memberi rezeki,memberi manfa’at,menimpakan musibah/mudhorot,menghidupkan,mematikannya dan lainnya yang menjadi kekhususan Allah,maka keyakinan tersebut mengharuskannya mempertuhankan-Nya dalam beribadah,mengesakan dan mentauhidkan-Nya dalam segala bentuk peribadatan. Karena hanya Dzat yang mampu menciptakan makhluk,mengaturnya,memberi rezeki kepadanya dan yang selainnya dari makna-makna Rububiyyah itu sajalah yang pantas dan wajib disembah,selain-Nya tidak boleh dan tidak pantas disembah.
توحيد الألوهية متضمن لتوحيد الربوبية
Mengesakan Allah dalam Uluhiyyah-Nya mengandung pengesaan-Nya dalam Rububiyyah-Nya
Maksudnya : Setiap orang yang mentauhidkan Allah dalam peribadatan dan tidak melakukan kesyirikan,pastilah terkandung keyakinan dalam hatinya bahwa Allah lah satu-satunya Dzat yang menciptakan dan memiliki alam semesta,mengaturnya,memberi rezeki kepada makhluk-Nya,berarti ia meyakini bahwa satu-satunya Tuhan yang berhak disembah adalah Allah yang Esa dalam Rububiyyah-Nya,tidak ada tandingan-Nya,
2. Hubungan Tauhidul Asma` was Shifat dengan kedua macam tauhid yang lainnya
توحيد الأسماء والصفات شامل للنوعين
Mengesakan Allah dalam nama dan sifat-Nya mencakup kedua macam tauhid yang lainnya (Tauhid Rububiyyah dan Uluhiyyah sekaligus)
Maksudnya : Dalam nama-nama Allah dan sifat-sifat-Nya ada yang menunjukkan Uluhiyyah-Nya,seperti : Allah, Al-Gafur, At-Tawwab, dan adapula yang menunjukkan Rububiyyah Allah,seperti: Al-Khaliq,Ar-Razzaq, dan yang lainnya.
Diantara ulama rahimahumullah ada yang menjelaskan bahwa Tauhidul Uluhiyyah mengandung Tauhidur Rububiyyah dan Tauhidul Asma` wash Shifat, ditinjau dari sisi berikut ini :
Berkata Syaikh Muhammad Shaleh Al-‘Utsaimin rahimahullah, ketika ditanya tentang cakupan makna syahadat La ilaha illallahu,
هي تشمل أنواع التوحيد كلها إما بالتضمن وإما بالابتداء، وذلك أن قول القائل: أشهد أن لا إله إلا الله يتبادر إلى المفهوم أن المراد بها توحيد العبادة، وتوحيد العبادة الذي يسمى توحيد الألوهية متضمنٌ لتوحيد الربوبية؛ لأن كل من عبد الله وحده فإنه لن يعبده حتى يكون مقراً له بالربوبية، وكذلك متضمن لتوحيد الأسماء والصفات؛ لأن الإنسان لا يعبد إلا من علم أنه مستحقٌ للعبادة، لما له من الأسماء والصفات؛ ولهذا قال إبراهيم لأبيه:{ يَا أَبَتِ لِمَ تَعْبُدُ مَا لا يَسْمَعُ وَلا يُبْصِرُ وَلا يُغْنِي عَنْكَ شَيْئًا} (مريم:42)، فتوحيد العبادة وهو توحيد الألوهية متضمن لتوحيد الربوبية والأسماء والصفات.
Syahadat tersebut mencakup seluruh macam Tauhid (yang tiga macam), baik secara tersirat dalam kandungan maknanya, maupun secara tersurat (secara langsung dipahami dari lafadznya, pent.).
Hal itu disebabkan bahwa ucapan seseorang : Asyhadu an La ilaha illallah, segera dapat dipahami maknanya adalah Tauhidul Ibadah.
Sedangkan Tauhidul Ibadah – yang disebut juga dengan Tauhidul Uluhiyyah – ini (sebenarnya) mengandung Tauhidur Rububiyyah, alasannya karena setiap orang yang beribadah (menyembah) kepada Allah semata, maka tidaklah ia menyembah-Nya kecuali sampai ia mengakui keesaan Rububiyyah-Nya.
Demikian juga (Tauhidul Uluhiyyah) mengandung Tauhidul Asma` wash Shifat, karena manusia tidaklah menyembah kecuali suatu Dzat yang diketahuinya berhak untuk disembah,alasannya karena memiliki nama (yang terindah) dan sifat (yang termulia).
Oleh karena itulah, Nabi Ibrahim (‘alaihis salam) pernah berkata kepada bapaknya,
{ يَا أَبَتِ لِمَ تَعْبُدُ مَا لا يَسْمَعُ وَلا يُبْصِرُ وَلا يُغْنِي عَنْكَ شَيْئًا}
(42) “Wahai bapakku, mengapa kamu menyembah sesuatu yang tidak mendengar, tidak melihat dan tidak dapat menolong kamu sedikitpun? ”. (QS. Maryam:42).
Maka (kesimpulannya) Tauhidul Ibadah adalah Tauhidul Uluhiyyah yang mengandung Tauhidur Rububiyyah dan Tauhidul Asma` wash Shifat.2
- Kesimpulan: Jadi, alasan kaum musyrikin yang diperangi oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam menyembah selain Allah bukanlah karena mereka meyakini bahwa sesembahan mereka memiliki kekhususan Rububiyyah sebagaimana Allah,mereka tidak meyakini sesembahan mereka bisa menciptakan makhluk,menghidupkan,mematikan dan mengatur alam semesta ini. Lalu apakah alasan mereka ? Simak jawabannya dalam kaedah ke-2!
=====
القاعدة الثانية
أنّهم يقولون: ما دعوناهم وتوجّهنا إليهم إلا لطلب القُرْبة والشفاعة، فدليل القُربة قوله تعالى: {وَالَّذِينَ اتَّخَذُوا مِنْ دُونِهِ أَوْلِيَاءَ مَا نَعْبُدُهُمْ إِلَّا لِيُقَرِّبُونَا إِلَى اللَّهِ زُلْفَى إِنَّ اللَّهَ يَحْكُمُ بَيْنَهُمْ فِي مَا هُمْ فِيهِ يَخْتَلِفُونَ إِنَّ اللَّهَ لَا يَهْدِي مَنْ هُوَ كَاذِبٌ كَفَّارٌ}[الزمر:3].ودليل الشفاعة قوله تعالى: {وَيَعْبُدُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ مَا لَا يَضُرُّهُمْ وَلَا يَنْفَعُهُمْ وَيَقُولُونَ هَؤُلَاءِ شُفَعَاؤُنَا عِنْدَ اللَّهِ}[يونس:18]، والشفاعة شفاعتان: شفاعة منفيّة وشفاعة مثبَتة: فالشفاعة المنفيّة ما كانت تٌطلب من غير الله فيما لا يقدر عليه إلاّ الله، والدليل: قوله تعالى: {يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَنفِقُوا مِمَّا رَزَقْنَاكُمْ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَأْتِيَ يَوْمٌ لَا بَيْعٌ فِيهِ وَلَا خُلَّةٌ وَلَا شَفَاعَةٌ وَالْكَافِرُونَ هُمْ الظَّالِمُونَ}[البقرة:254]. والشفاعة المثبَتة هي: التي تُطلب من الله، والشّافع مُكْرَمٌ بالشفاعة، والمشفوع له: من رضيَ اللهُ قوله وعمله بعد الإذن كما قال تعالى: {مَنْ ذَا الَّذِي يَشْفَعُ عِنْدَهُ إِلَّا بِإِذْنِهِ}[البقرة:255].
Terjemah Matan
Kaidah kedua
Mereka (musyrikin) berkata “Kami tidaklah berdoa dan tidak mempersembahkan ibadah kepada mereka (sembahan selain Allah, pent.) kecuali untuk mencari qurbah (supaya mereka mendekatkan diri kami dengan Allah, pent.) dan meminta syafaat (meminta mereka jadi perantara,untuk mendo’akan kami, pent.).
Dalil tentang qurbah adalah firman Allah Ta’ala,
{وَالَّذِينَ اتَّخَذُوا مِنْ دُونِهِ أَوْلِيَاءَ مَا نَعْبُدُهُمْ إِلَّا لِيُقَرِّبُونَا إِلَى اللَّهِ زُلْفَى إِنَّ اللَّهَ يَحْكُمُ بَيْنَهُمْ فِي مَا هُمْ فِيهِ يَخْتَلِفُونَ إِنَّ اللَّهَ لَا يَهْدِي مَنْ هُوَ كَاذِبٌ كَفَّارٌ}
“Dan orang-orang yang mengambil sesembahan-sesembahan selain Allah (berkata):”Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan diri kami kepada Allah dengan sedekat-dekatnya.” Sesungguhnya Allah akan memutuskan di antara mereka tentang apa yang mereka berselisih padanya. Sesungguhnya Allah tidak menunjuki orang-orang yang pendusta dan sangat ingkar.” (QS. Az-Zumar: 3).
Adapun dalil tentang syafa’at adalah firman Allah Ta’ala,
{وَيَعْبُدُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ مَا لَا يَضُرُّهُمْ وَلَا يَنْفَعُهُمْ وَيَقُولُونَ هَؤُلَاءِ شُفَعَاؤُنَا عِنْدَ اللَّهِ}
“Dan mereka menyembah selain Allah apa yang tidak dapat mendatangkan kemudharatan kepada mereka dan tidak pula kemanfa’atan, dan mereka (musyrikin) berkata: “Mereka (sembahan selain Allah) itu adalah perantara kami di sisi Allah” (QS. Yunus: 18).
Syafa’at itu ada 2 macam:
1. Syafa’at manfiyah (yang ditolak keberadaannya).
2. Syafa’at mutsbatah (yang ditetapkan keberadaannya).
1. Syafa’at manfiyah (yang ditolak keberadaannya).
2. Syafa’at mutsbatah (yang ditetapkan keberadaannya).
Syafa’at manfiyah (ditolak) adalah syafa’at yang diminta kepada selain Allah, dalam perkara yang tidak satupun yang mampu memberikannya kecuali Allah. Dalilnya adalah firman Allah Ta’ala,
{يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَنفِقُوا مِمَّا رَزَقْنَاكُمْ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَأْتِيَ يَوْمٌ لَا بَيْعٌ فِيهِ وَلَا خُلَّةٌ وَلَا شَفَاعَةٌ وَالْكَافِرُونَ هُمْ الظَّالِمُونَ}
“Hai orang-orang yang beriman, belanjakanlah (di jalan Allah) sebagian dari rezki yang telah Kami berikan kepada kalian sebelum datang hari yang pada hari itu tidak ada lagi jual beli dan tidak ada lagi persahabatan yang akrab dan tidak ada lagi syafa’at. Dan orang-orang kafir itulah orang-orang yang zalim” (QS. Al-Baqarah: 254).
Syafa’at mutsbatah (ditetapkan) adalah syafa’at yang diminta dari Allah. Orang yang mensyafa’ati (memperantarai dengan cara mendo’akan, pent.) itu dimuliakan (oleh Allah) dengan syafa’at tersebut, sedangkan yang mendapatkan syafa’at adalah orang yang Allah ridhai, baik ucapan maupun perbuatannya, sesudah Allah mengizinkannya. (Hal ini) sebagaimana firman Allah Ta’ala,
{مَنْ ذَا الَّذِي يَشْفَعُ عِنْدَهُ إِلَّا بِإِذْنِهِ}
“Siapakah yang mampu mensyafa’ati di sisi Allah tanpa izin-Nya?” (QS. Al- Baqarah: 255).
——————————————————————————–
Penjelasan
Kaidah Kedua, kaum musyrikin yang diperangi oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidaklah menyekutukan Allah dalam Rububiyyah-Nya, namun, mereka menyekutukan Allah dalam Uluhiyyah-Nya (Ibadah).
Di dalam bab ini terdapat penjelasan tentang batilnya salah satu alasan pokok kaum musyrikin zaman sekarang dalam menyembah selain Allah, dan bahwa alasan mereka sama persis dengan alasan kaum musyrikin pada zaman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kaum yang Allah sebut musyrikin pada zaman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidaklah mengatakan sesungguhnya sesembahan-sesembahan mereka itu bisa menciptakan, memberi rezeki, memberi manfa’at kepada mereka atau menolak bahaya dari diri mereka.
Merekapun tidak meyakini bahwa sesembahan-sesembahan mereka bisa mengatur alam semesta sebagaimana Allah Ta’ala.
Mereka meyakini bahwa sesembahan-sesembahan mereka itu hanya sebatas perantara yang diharapkan menyampaikan kebutuhan mereka kepada Allah Ta’ala dan diharapkan pula perantara-perantara tersebut mendekatkan diri mereka kepada Allah, sehingga Allah memenuhi kebutuhan mereka. Walaupun status sesembahan-sesembahan mereka itu diyakini hanya sebatas perantara, namun hakikatnya inilah inti kesyirikan kaum musyrikin pada zaman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallamyang beliau perangi, karena Allah Ta’ala nyatakan mereka berstatus musyrik.
Dalil-dalil dalam kaedah kedua ini
Dalam kaedah ini ada empat ayat Al-Qur`an, yaitu:
1. Firman Allah dalam Az-Zumar: 3
Bantahan terhadap syubhat musyrikin mencari qurbah (kedekatan dengan Allah) dalam melakukan peribadatan kepada selain Allah.
وَالَّذِينَ اتَّخَذُوا مِنْ دُونِهِ أَوْلِيَاءَ مَا نَعْبُدُهُمْ إِلَّا لِيُقَرِّبُونَا إِلَى اللَّهِ زُلْفَى إِنَّ اللَّهَ يَحْكُمُ بَيْنَهُمْ فِي مَا هُمْ فِيهِ يَخْتَلِفُونَ إِنَّ اللَّهَ لَا يَهْدِي مَنْ هُوَ كَاذِبٌ كَفَّارٌ
“Dan orang-orang yang mengambil wali-wali, penolong selain Allah (berkata), ‘ Tidaklah kami menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan diri kami kepada Allah dengan sedekat-dekatnya’. Sesungguhnya Allah akan memutuskan di antara mereka tentang apa yang mereka berselisih padanya. Sesungguhnya Allah tidak menunjuki orang-orang yang pendusta dan sangat ingkar.”
Penjelasan:
- Firman Allah Ta’ala {أَوْلِيَاءَ}, “wali-wali”, ini menunjukkan penamaan sesembahan dengan wali tidak merubah hakikat kesyirikan.
- Firman Allah Ta’ala {نَعْبُدُهُمْ}, “kami menyembah mereka” ini menunjukkan mereka mengakui jika menyembah sesembahan selain Allah. Hanya saja syubhat mereka adalah hal itu tidak mengapa kalau sebatas hanya sebagai perantara. Padahal inilah yang dibantah dalam ayat yang agung ini.
- Firman Allah Ta’ala : {إِلَّا لِيُقَرِّبُونَا إِلَى اللَّهِ زُلْفَى}, “melainkan supaya mereka mendekatkan diri kami kepada Allah dengan sedekat-dekatnya”, dalam ayat ini, mereka tidaklah mengatakan bahwa alasan menyembah selain Allah adalah karena mereka meyakini sesembahan-sesembahan itu bisa mencipta, memberi rezeki, mengatur alam semesta, atau selainnya dari makna Rububiyyah, bukan demikian.Akan tetapi, semata-mata alasan mereka adalah karena mencari qurbah ( upaya agar sesembahan-sesembahan itu mendekatkan diri mereka kepada Allah).
- Firman Allah Ta’ala {كَاذِبٌ كَفَّارٌ}, “pendusta dan sangat ingkar,” ini menunjukkan bahwa mereka disebut pendusta karena mereka mengklaim sesembahan tersebut bisa mendekatkan diri mereka kepada Allah, padahal tidak demikian. Dan dikatakan kafir, karena mereka telah mempersembahkan ibadah kepada selain Allah.
Kesimpulan:
Jadi, orang yang beralasan menyembah selain Allah, dengan harapan sebagai wasilah (perantara), maka statusnya sama dengan musyrikin dulu, yaitu sama-sama telah melakukan perbuatan kekafiran.
2. Firman Allah dalam Yunus: 18
Bantahan terhadap syubhat orang-orang musyrik berupa meminta Syafa’ah kepada selain Allah, dalam melakukan peribadatan kepadanya.
وَيَعْبُدُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ مَا لَا يَضُرُّهُمْ وَلَا يَنْفَعُهُمْ وَيَقُولُونَ هَؤُلَاءِ شُفَعَاؤُنَا عِنْدَ اللَّهِ
“Dan mereka menyembah selain Allah apa yang tidak dapat menimpakan kemudharatan kepada mereka dan tidak pula memberi kemanfa’atan, dan mereka (musyrikin) berkata, ‘Mereka (sembahan selain Allah) itu adalah pensyafa’at kami di sisi Allah.’”
Penjelasan :
- Firman Allah Ta’ala {وَيَعْبُدُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ}, ““Dan mereka menyembah selain Allah” ini menunjukkan bahwa mereka itu melakukan kesyirikan, karena menyembah selain Allah.
- Firman Allah Ta’ala {مَا لَا يَضُرُّهُمْ وَلَا يَنْفَعُهُمْ}, “apa yang tidak dapat menimpakan kemudharatan kepada mereka dan tidak pula memberi kemanfa’atan,” ini menunjukkan bahwa sesembahan-sesembahan tersebut tidak mampu menimpakan bahaya dan memberi manfa’at sedikitpun. Dan hakikatnya kaum musyrikintersebut mengakui hal ini, karena mereka sekedarmenganggap bahwa sesembahan-sesembahan tersebut adalah pensyafa’at mereka.
- Firman Allah Ta’ala {هَؤُلَاءِ شُفَعَاؤُنَا عِنْدَ اللَّهِ}, ““Mereka (sembahan selain Allah) itu adalah pensyafa’at kami di sisi Allah,”ini menunjukkan alasan kesyirikan mereka tholabus syafa’ah(minta diperantarai untuk dimintakan kebutuhan mereka kepada Allah).
Kesimpulan:
Jadi, orang yang beralasan meminta syafa’at kepada selain Allah, dalam melakukan peribadatan kepadanya, seperti berdo’a kepadanya, menyembelih hewan kurban untuknya, bernadzar untuknya dan selainnya, maka statusnya sama dengan orang-orang dulu, yaitu sama-sama telah melakukan penyembahan kepada selain Allah.
Alasan kaum musyrikin dalam menyembah selain Allah
Dalam kaidah kedua ini, alasan kaum musyrikin dalam menyembah selain Allah adalah mereka tidaklah menyembah sesembahan selain Allah kecuali dengan maksud:
- Mencari qurbah (kedekatan dengan Allah) agar sesembahan tersebut mendekatkan diri mereka kepada Allah, sehingga dengan kedekatan itu mereka berharap Allah memenuhi kebutuhan mereka. Adapun alasan mereka mengambil perantara dalam memenuhi kebutuhan mereka dan tidak langsung berdo’a kepada Allah adalah karena mereka merasa banyak dosa, sedangkan sesembahan-sesembahan (para Nabi, Wali, atau selainnya) itu orang-orang yang bertakwa, sehingga dekat dengan Allah.
- Meminta Syafa’ah (meminta dido’akan/diperantarai) agar sesembahan tersebut menjadi perantara antara mereka dengan Allah, sehingga sesembahan tersebut bisa memintakan kebutuhan mereka kepada Allah (mendo’akan mereka).
- Hakikatnya kedua maksud ini, yaitu mencari qurbah dan
- meminta syafa’ah intinya sama, ditinjau dari sisi bahwa keduanya diyakini oleh kaum musyrikin sama-sama sebagai sebab agar Allah memenuhi kebutuhan mereka, padahal Allah tidak menjadikannya sebagai sebab.
Bentuk penyembahan yang mereka lakukan
Sedangkan untuk mencapai kedua maksud ini, maka kaum musyrikin melakukan penyembahan kepada sesembahan selain Allah dengan berbagai bentuk ibadah, seperti berdo’a, menyembelih kurban, bernadzar atau ibadah yang lainnya.
Ibadah-ibadah ini dipersembahkan kepada sesembahan selain Allah, agar menjadi perantara antara mereka (musyrikin) dengan Allah dalam memintakan kebutuhan mereka kepada-Nya.
Keyakinan kaum musyrikin yang diperangi oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
- Mereka meyakini bahwa Allah lah satu-satunya Sang Pencipta, Sang Pengatur, dan Sang Pemilik alam semesta.
- Mereka meyakini bahwa sesembahan-sesembahan mereka (para Nabi, Wali, orang-orang shaleh atau selainnya) itu tidak bisa menciptakan, mengatur dan tidak memiliki alam semesta ini.
- Namun, kendati demikian, mereka mengakui bahwa para Nabi, Wali, orang-orang shaleh atau selainnya tersebut adalah sesembahan-sesembahan mereka, bahkan mereka mengingkari pengeesaan Allah dalam peribadatan, sebagaimana firman Allah Ta’ala,أَجَعَلَ الْآلِهَةَ إِلَٰهًا وَاحِدًا ۖ إِنَّ هَٰذَا لَشَيْءٌ عُجَابٌ“Bagaimana ia menjadikan sesembahan-sesembahan itu Sesembahan Yang Satu saja? Sesungguhnya ini benar-benar suatu hal yang sangat mengherankan”(QS. Shaad: 5).Ayat di atas menunjukkan mereka mengingkari satu-satunya sesembahan yang hak adalah Allah, bahkan menetapkan bahwa sesembahan-sesembahan mereka selain Allah itu disifati dengan berhak disembah, karena dalam ayat tersebut mereka sebut sesembahan-sesembahan mereka dengan sebutan “Aalihah”, yaitu makhluk-makhluk yang berhak untuk disembah. Meskipun mereka menyebut Allah dengan “Ilaah” juga, yaitu Dzat yang berhak untuk disembah, hanya saja mereka tidak mau mempersembahkan peribadatan untuk Allah saja atau dengan kata lain, mereka tidak mau meninggalkan syirik dalam beribadah.
- Mereka meyakini bahwa sesembahan-sesembahan mereka ini adalah sesembahan perantara saja, maksudnya sesembahan selain Allah itu mereka yakini tidak bisa menciptakan, tidak bisa mengatur dan tidak memiliki alam semesta ini, namun mereka menyembahnya agar sesembahan itu mendekatkan diri mereka kepada Allah dan memperantarai diri mereka dengan Allah.Sebagaimana ucapan mereka dalam Alquran Al-Karim,مَا نَعْبُدُهُمْ إِلَّا لِيُقَرِّبُونَا إِلَى اللَّهِ زُلْفَى“Tidaklah kami menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan diri kami kepada Allah dengan sedekat- dekatnya” (QS. Az-Zumar: 3).Dan ucapan mereka yang lainnya dalam surat Yunus,وَيَعْبُدُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ مَا لَا يَضُرُّهُمْ وَلَا يَنْفَعُهُمْ وَيَقُولُونَ هَؤُلَاءِ شُفَعَاؤُنَا عِنْدَ اللَّهِ“Dan mereka menyembah selain Allah apa yang tidak dapat mendatangkan kemudharatan kepada mereka dan tidak pula kemanfa’atan, dan mereka (musyrikin) berkata, “Mereka(sembahan selain Allah) itu adalah perantara kami di sisi Allah” (QS. Yunus: 18).Jadi, alasan mereka menyembah sesembahan- sesembahan selain Allah tersebut adalah dengan maksud mencari qurbah dan meminta syafa’ah, sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya.
Kesimpulan
Bahwa akar kesyirikan mereka adalah
Tholabul qurbah dan tholabus syafa’ah yang salah, yaitu mencari kedekatan dengan Allah danmeminta syafa’at (meminta didoakan) kepada perantara dengan cara mempersembahkan peribadatan kepada perantara tersebut. Diharapkan dengan itu, perantara tersebut menyampaikan keperluan mereka kepada Allah Ta’ala.
Ini adalah kesyirikan yang dilakukan oleh kaum musyrikin yang diperangi oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, walaupun kaum musyrikin menamakan kesyirikan mereka itu dengan namataqarrub, tawassul atau syafa’at, namun hal ini tidaklah merubah hakikatnya.
Dan kesyirikan tersebut terbantah, biidznillah, dengan dua perkara:
- Memahami konsep ibadah yang benar.
- Memahami konsep syafa’at yang benar dan perkara kedua inilah yang secara khusus disebutkan di dalam kaidah kedua ini.
Oleh karena itulah, penulis membawakan dalil tentang syafa’at yang ditetapkan keberadaannya dan syafa’at yang ditolak. Berikut ini penjelasannya:
Definisi Syafa’at
Syafa’at berasal dari kata asy-syaf’u (ganda) yang merupakan lawan kata dari al-witru (tunggal), yaitu menjadikan sesuatu yang tunggal menjadi ganda. Ini pengertian secara bahasa. Sedangkan secara istilah, Syafa’at berarti menjadi perantara (syafi’) bagi orang lain (masyfu’ lahu) untuk didapatkannya manfaat atau tertolaknya madharat atau memintakan manfa’at untuk orang lain (masyfu’ lahu).
Faedah dari definisi :
- Dari definisi dapat kita simpulkan bahwa makna istilah syafa’at sesuai dengan makna bahasa, karena permintaannya ada genap (dua), permintaan dari syafi’ dan masyfu’ lahu.
- Hakikat syafa’at itu adalah permintaan, jadi apa yang dilakukan kaum musyrikin berupa meminta syafa’at (tholabus Syafa’ah) kepada perantara (syafi’) agar ia memintakan kebutuhan mereka kepada Allah. Sedangkan perantara yang mereka mintai syafa’atnya, di antaranya adalah para Nabi, wali, atau orang-orang sholeh yang sudah meninggal dunia, berarti kaum musyrikin berdo’a kepada perantara.
Di sinilah nampak kesyirikan mereka dalam meminta syafa’at, ketika mereka berdo’a kepada selain Allah. Contoh meminta syafa’at yang dihukumi syirik adalah seseorang datang ke kuburan wali atau tempat petilasan yang diyakini bahwa ruh wali Allah menitis di tempat itu, lalu berdo’a, menyeru mayit atau ruh wali Allah tersebut. Perbuatan tersebut dapat digambarkan dalam dialog berikut ini.
“Wahai Wali Allah, mintakan kepada Allah agar saya selamat dari Neraka!” atau “ Wahai Wali Allah, syafa’ati saya agar masuk Surga!” atau “Wahai Wali Allah, saya banyak berbuat dosa, engkau wali Allah yang dekat dengan-Nya, jika tidak engkau kasihani saya, ya Wali Allah, niscaya saya akan celaka dunia Akhirat, maka syafa’ati saya!” atau “Wahai Wali Allah, wahai sang penghilang duka, wahai sang pengangkat bala`,saya dalam kesempitan dan sedang tertimpa musibah, saya bersimpuh di hadapanmu, memohon belas-kasihmu, mohonlah kepada Allah agar mengangkat musibahku ini!”
Ini semua adalah kalimat-kalimat syirik akbar!
Syafa’at berdasarkan tempatnya, terbagai dua, yaitu:
- Syafa’at di Akhirat, seperti syafa’at agar masuk Surga tanpa hisab, syafa’at agar selamat dari Neraka dan yang lainnya.
- Syafa’at dalam urusan dunia, seperti meminta diperantarai untuk mendapatkan sesuatu yang mubah atau selainnya, dan hukumnya berbeda-beda sesuai dengan kasus yang terjadi.
Ditinjau dari ditetapkan atau tertolaknya, syafa’at terbagi dua macam:
- Syafa’at Mutsbatah /Maqbulah (ditetapkan keberadaannya/ diterima) dan
- Syafa’at manfiyyah/mardudah (ditiadakan/ditolak).
Pertama Syafa’at Mutsbatah /Maqbulah, yaitu:
Syafa’at yang didasarkan pada dalil yang Allah Subhanahu wa Ta’ala jelaskan dalam Kitab-Nya atau yang dijelaskan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam Sunnahnya, seperti firman Allah, surat Al-Baqarah: 255, yang sekaligus merupakan dalil keempat dalam kaidah kedua ini, berisikan tentang adanya syafa’at yang mutsbattah (ditetapkan keberadaannya).
مَن ذَا الَّذِي يَشْفَعُ عِندَهُ إِلاَّ بِإِذْنِهِ
“Tiada yang dapat memberi syafa’at di sisi Allah tanpa izin-Nya” (QS. Al-Baqarah: 255).
Dan syafa’at tidaklah diberikan kecuali kepada orang-orang yang bertauhid.
Syafa’at Mutsbatah (ditetapkan) /Maqbulah (diterima) di Akhirat mempunyai tiga syarat:
Pertama, Allah meridhai orang yang mensyafa’ati (syafi’). Kedua, Allah meridhai orang yang diberi syafa’at (masyfu’ lahu). Ketiga, Allah mengizinkan pensyafa’at untuk mensyafa’ati. Syarat-syarat di atas dijelaskan Allah dalam firman-Nya,
وَكَم مِّن مَّلَكٍ فِي السَّمَاوَاتِ لاَتُغْنِى شَفَاعَتُهُمْ شَيْئًا إِلاَّ مِن بَعْدِ أَن يَأْذَنَ اللهُ لِمَن يَشَآءُ وَيَرْضَى
“Dan berapa banyaknya malaikat di langit, syafa’at mereka sedikit pun tidak berguna kecuali sesudah Allah mengizinkan bagi orang yang dikehendaki dan diridhai (Nya)” (QS. An-Najm: 26)
Lalu firman Allah,
يَوْمَئِذٍ لاَتَنفَعُ الشَّفَاعَةُ إِلاَّ مَنْ أَذِنَ لَهُ الرَّحْمَنُ وَرَضِيَ لَهُ قَوْلاً
“Pada hari itu tidak berguna syafa’at, kecuali (syafa’at) orang yang Allah Maha Pemurah telah memberi izin kepadanya, dan Dia telah meridhai perkataannya” (QS. Thaha: 109).
Agar syafa’at seseorang diterima, maka harus memenuhi ketiga syarat di atas.
Kedua: Syafa’at manfiyyah/mardudah (tertolak).
Dalilnya telah disebutkan oleh penulis dalam kaidah kedua ini, tepatnya pada dalil ketiga. Penulis, Syaikh Muhammad At-Tamimi rahimahullah dalam kaidah kedua ini mengatakan,
Syafa’at manfiyah (ditolak) adalah syafa’at yang diminta kepada selain Allah, dalam perkara yang tidak satupun yang mampu memberikannya kecuali Allah. Dalilnya adalah firman Allah Ta’ala,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَنفِقُوا مِمَّا رَزَقْنَاكُمْ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَأْتِيَ يَوْمٌ لَا بَيْعٌ فِيهِ وَلَا خُلَّةٌ وَلَا شَفَاعَةٌ وَالْكَافِرُونَ هُمْ الظَّالِمُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, belanjakanlah (di jalan Allah) sebagian dari rezeki yang telah Kami berikan kepada kalian sebelum datang hari yang pada hari itu tidak ada lagi jual beli dan tidak ada lagi persahabatan yang akrab dan tidak ada lagi syafa’at. Dan orang-orang kafir itulah orang-orang yang zalim” (QS. Al-Baqarah: 254).
Fungsi kaidah ini
Menghancurkan kerancuan pemikiran besar kaum musyrikin berupa mengambil perantara antara mereka dengan Allah dalam beribadah. Dengan hancurnya rancunya pemikiran tersebut, diharapkan mereka mudah menerima tauhid yang benar dan mudah mengenal hakikat syirik.
================
aidah ketiga
Imam dakwah Tauhid, Syaikhul Islam Muhammad At-Tamimi rahimahullah berkata :
القاعدة الثالثة
أنّ النبي ظهر على أُناسٍ متفرّقين في عباداتهم منهم مَن يعبُد الملائكة، ومنهم من يعبد الأنبياء والصالحين، ومنهم من يعبد الأحجارو الأشجار، ومنهم مَن يعبد الشمس والقمر، وقاتلهم رسول الله ولم يفرِّق بينهم، والدليل قوله تعالى: {وَقَاتِلُوهُمْ حَتَّى لَا تَكُونَ فِتْنَةٌ وَيَكُونَ الدِّينُ لِلَّهِ}[البقرة:193].
ودليل الشمس والقمر قوله تعالى: {وَمِنْ آيَاتِهِ اللَّيْلُ وَالنَّهَارُ وَالشَّمْسُ وَالْقَمَرُ لَا تَسْجُدُوا لِلشَّمْسِ وَلَا لِلْقَمَرِ}[فصلت:37].
ودليل الملائكة قوله تعالى: {وَلَا يَأْمُرَكُمْ أَنْ تَتَّخِذُوا الْمَلَائِكَةَ وَالنَّبِيِّينَ أَرْبَابًا}[آل عمران:80].
ودليل الأنبياء قوله تعالى: {وَإِذْ قَالَ اللَّهُ يَا عِيسَى ابْنَ مَرْيَمَ أَأَنتَ قُلْتَ لِلنَّاسِ اتَّخِذُونِي وَأُمِّي إِلَهَيْنِ مِنْ دُونِ اللَّهِ قَالَ سُبْحَانَكَ مَا يَكُونُ لِي أَنْ أَقُولَ مَا لَيْسَ لِي بِحَقٍّ إِنْ كُنتُ قُلْتُهُ فَقَدْ عَلِمْتَهُ تَعْلَمُ مَا فِي نَفْسِي وَلَا أَعْلَمُ مَا فِي نَفْسِكَ إِنَّكَ أَنْتَ عَلَّامُ الْغُيُوبِ}[المائدة:116].
ودليل الصالحين قوله تعالى: {أُوْلَئِكَ الَّذِينَ يَدْعُونَ يَبْتَغُونَ إِلَى رَبِّهِمْ الْوَسِيلَةَ أَيُّهُمْ أَقْرَبُ وَيَرْجُونَ رَحْمَتَهُ وَيَخَافُونَ عَذَابَهُ}الآية[الإسراء:57].
ودليل الأحجار والأشجار قوله تعالى: {أَفَرَأَيْتُمْ اللَّاتَ وَالْعُزَّى(19)وَمَنَاةَ الثَّالِثَةَ الْأُخْرَى}[النجم:19–20].
وحديث أبي واقدٍ الليثي قال: خرجنا مع النبي إلى حُنين ونحنُ حدثاء عهدٍ بكفر، وللمشركين سدرة يعكفون عندها وينوطون بها أسلحتهم يقال لها: ذات أنواط، فمررنا بسدرة فقلنا: يا رسول الله إجعل لنا ذات أنواط كما لهم ذات أنواط… الحديث
Terjemah Matan
Kaidah ketiga
Sesungguhnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berada ditengah-tengah manusia yang bermacam-macam bentuk peribadahan (dan sesembahan, pent.) mereka.
Di antara mereka ada yang menyembah para Malaikat, ada yang menyembah para Nabi dan orang-orang shalih, ada yang menyembah pepohonan dan bebatuan serta ada pula yang menyembah matahari dan bulan.
Namun mereka semua diperangi oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan beliau tidak membeda-bedakan di antara mereka. Dalilnya adalah firman Allah Ta’ala,
{وَقَاتِلُوهُمْ حَتَّى لَا تَكُونَ فِتْنَةٌ وَيَكُونَ الدِّينُ لِلَّهِ}
Dan perangilah mereka sehingga tidak ada lagi fitnah, dan Dien ini untuk Allah semata. [QS.Al-Baqarah: 193].
Dalil (penyembahan mereka kepada) matahari dan bulan adalah firman Allah Ta’ala,
{وَمِنْ آيَاتِهِ اللَّيْلُ وَالنَّهَارُ وَالشَّمْسُ وَالْقَمَرُ لَا تَسْجُدُوا لِلشَّمْسِ وَلَا لِلْقَمَرِ}
Dan sebagian dari tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah malam, siang, matahari dan bulan. Janganlah bersujud kepada matahari dan janganlah (pula) kepada bulan. [QS.Fushshilat: 37].
Dalil (penyembahan mereka kepada) para Malaikat adalah firman Allah Ta’ala,
{وَلَا يَأْمُرَكُمْ أَنْ تَتَّخِذُوا الْمَلَائِكَةَ وَالنَّبِيِّينَ أَرْبَابًا}
Dan dia (Nabi Muhammad) tidak pernah memerintahkan kalian untuk menjadikan para Malaikat dan para Nabi sebagai sembahan-sembahan. [QS. Ali ‘Imran: 80].
Dalil (penyembahan mereka kepada) para Nabi adalah firman Allah Ta’ala,
{وَإِذْ قَالَ اللَّهُ يَا عِيسَى ابْنَ مَرْيَمَ أَأَنتَ قُلْتَ لِلنَّاسِ اتَّخِذُونِي وَأُمِّي إِلَهَيْنِ مِنْ دُونِ اللَّهِ قَالَ سُبْحَانَكَ مَا يَكُونُ لِي أَنْ أَقُولَ مَا لَيْسَ لِي بِحَقٍّ إِنْ كُنتُ قُلْتُهُ فَقَدْ عَلِمْتَهُ تَعْلَمُ مَا فِي نَفْسِي وَلَا أَعْلَمُ مَا فِي نَفْسِكَ إِنَّكَ أَنْتَ عَلَّامُ الْغُيُوبِ}
Dan [ingatlah] ketika Allah berfirman:”Hai ‘Isa putera Maryam, adakah kamu mengatakan kepada manusia:”Jadikanlah aku dan ibuku dua orang sesembahan selain Allah?”. ‘Isa menjawab: “Maha Suci Engkau, tidaklah patut bagiku mengatakan apa yang bukan hakku (mengatakannya). Jika aku pernah mengatakannya maka tentulah Engkau telah mengetahuinya. Engkau mengetahui apa yang ada pada diriku dan aku tidak mengetahui apa yang ada pada diri-Mu. Sesungguhnya Engkau Maha Mengetahui perkara-perkara yang ghaib. [QS.Al-Maidah: 116].
Dalil (penyembahan mereka kepada) orang-orang shalih adalah firman Allah Ta’ala,
{أُوْلَئِكَ الَّذِينَ يَدْعُونَ يَبْتَغُونَ إِلَى رَبِّهِمْ الْوَسِيلَةَ أَيُّهُمْ أَقْرَبُ وَيَرْجُونَ رَحْمَتَهُ وَيَخَافُونَ عَذَابَهُ}
Orang-orang yang mereka seru itu, mereka sendiri mencari jalan kepada Rabb mereka siapa di antara mereka yang lebih dekat (dengan Allah) dan mengharapkan rahmat-Nya dan takut akan azab-Nya. [QS.Al-Israa`: 57].
Dalil (penyembahan mereka kepada) pepohonan dan bebatuan adalah firman Allah Ta’ala,
{أَفَرَأَيْتُمْ اللَّاتَ وَالْعُزَّى(19)وَمَنَاةَ الثَّالِثَةَ الْأُخْرَى}
Maka apakah patut kalian (hai orang-orang musyrik) menganggap al-lata dan al-‘uzza, dan manah yang ketiga, yang paling terkemudian (sebagai anak perempuan Allah)? [QS.An-Najm: 19-20].
Dan hadits Abi Waqid Al-Laitsi, dia berkata:
“Kami keluar bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menuju (perang) Hunain, dan ketika itu kami baru saja terbebas dari kekafiran (muallaf). Sementara itu, orang-orang musyrikin mempunyai sebuah pohon bidara yang mereka berdiam diri (dalam bentuk beribadah) di sisinya dan mereka menggantungkan senjata-senjata mereka di situ (untuk cari berkah, pent.). Pohon itu dikenal dengan nama Dzatu Anwath (yang mempunyai tempat menggantung). Kami kemudian melalui pohon bidara itu, lalu kami mengatakan: “Wahai Rasulullah, pilihkanlah bagi kami pohon untukmenggantungkan senjata dalam rangka mencari berkah, sebagaimana mereka (musyrikin) mempunyai pohon tersebut….” sampai akhir hadits.
——————————————————————————–
Penjelasan
Kaidah ketiga: “Inti kesyirikan dalam masalah Uluhiyyah itu semuanya sama, namun sesembahan-sesembahan musyrikin berbeda-beda”.
Di dalam bab ini terdapat penetapan bahwa inti kesyirikan dalam masalah Uluhiyyah adalah memalingkan peribadatan kepada selain Allah. Oleh karena itu, ketika Allah Ta’ala menjelaskan tentang Tauhid, Dia berfirman:
وَقَضَىٰ رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا إِيَّاهُ
“Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kalian jangan beribadah kecuali kepada-Nya saja. [Al-Israa`: 23].
Hanya saja, bentuk peribadatan yang dipersembahkan kepada sesembahan selain Allah berbeda-beda.
Demikian pula, sesembahan-sesembahan kaum musyrikin itu juga beranekaragam macamnya, ada orang-orang sholeh, malaikat, bulan, matahari, pohon dan ada pula yang lainnya.
Dalam kaedah ini terdapat dua bagian besar, yaitu: muqoddimah dan natiijah (kesimpulan), berikut ini penjelasannya:
a. Muqoddimah
Gambaran keadaan musyrikin Arab,bahwa mereka menyembah sesembahan yang beranekaragam,dari mulai bulan,matahari,batu,pohon, sampai makhluk yang ta’at,yaitu : Malaikat,para Nabi dan Shalihin. Sesembahan-sesembahan mereka itu disebutkan dalam Al-Qur`an.
Selanjutnya, muncul sebuah pertanyaan: “Apakah di dalam Al-Qur`an dan As-Sunnah, Allah menyebutkan bahwa barang siapa yang menyembah bulan,matahari,batu, dan pohon, makaperangilah, namun barang siapa yang menyembah Malaikat,para Nabi dan Shalihin,jangandiperangi?!”
Jawabannya : “Tidak, Allah tidak menyebutkan hal itu! “.
b. Natiijah (kesimpulan)
Karena tidak terdapat dalil yang membedakannya, berarti Allah menyamakan semua musyrikin, meski sesembahan mereka berbeda-beda.
Maka dari itu pantaslah jika yang pertama kali disebutkan dari ketujuh dalil dalam kaedah ketiga ini adalah dalil yang kesatu.
Dalil tersebut mengisyaratkan kepada kesimpulan di atas bahwa semua musyrikin statusnya sama, meski sesembahan mereka berbeda-beda.
Dengan disebutkannya kesimpulan kaedah ketiga ini pada dalil yang pertama, maka diharapkan pembaca langsung meyakini keyakinan yang benar terlebih dahulu secara global, baru kemudian pada dalil-dalil setelahnya, pembaca diharapkan memahami bahwa walaupun sesembahan-sesembahan kaum musyrikin berbeda-beda, namun semuanya sama-sama terlarang, karena semuanya adalah kesyirikan dalam peribadatan.
Dalam kaedah ketiga ini terdapat tujuh macam dalil, yaitu
1. Firman Allah Ta’ala
وَقَاتِلُوهُمْ حَتَّى لَا تَكُونَ فِتْنَةٌ وَيَكُونَ الدِّينُ لِلَّهِ
“Dan perangilah mereka sehingga tidak ada lagi fitnah, dan ketaatan ini menjadi milik Allah semuanya” (Al-Baqarah: 193).
Keterangan
- Firman Allah Ta’ala,وَقَاتِلُوهُمْ“Dan perangilah mereka”Maksud “mereka” di sini adalah umum mencakup setiap orang musyrik, apapun sesembahan mereka, tanpa kecuali.
- Fitnah yang dimaksud dalam ayat ini adalah semua bentuk kesyirikan, tanpa kecuali. Jadi, makna ayat ini adalah perangilah kaum musyrikin, sehingga tidak terdapat kesyirikan dalam berbagai macam bentuknya, berupa syirik dalam bentuk penyembahan Nabi dan Wali, penyembahan pohon, penyembahan batu, penyembahan matahari maupun dalam bentuk penyembahan syirik selainnya.
- Ad-Diin yang dimaksud dalam ayat ini adalah seluruh bentuk ibadah. Jadi, makna ayat ini adalah seluruh bentuk ibadah, haruslah dipersembahkan kepada Allah saja, tidak boleh seseorang menyekutukan-Nya dengan selain-Nya di dalam peribadatan.
- Ayat ini menunjukkan kepada natiijah (kesimpulan) yang telah disebutkan sebelumnya, yaitu semua orang musyri itu sama dan semua diperintahkan untuk diperangi.
2. Firman Allah Ta’ala:
وَمِنْ آيَاتِهِ اللَّيْلُ وَالنَّهَارُ وَالشَّمْسُ وَالْقَمَرُ لَا تَسْجُدُوا لِلشَّمْسِ وَلَا لِلْقَمَرِ
“Dan sebagian dari tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah malam, siang, matahari dan bulan. Janganlah bersujud kepada matahari dan janganlah (pula) kepada bulan” (Fushshilat: 37).
Ayat ini menunjukkan bahwa di antara sesembahan kaum musyrikin adalah matahari dan bulan. Oleh karena itu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang shalat ketika terbit dan terbenamnya matahari, dalam rangka mencegah terjadinya kesyirikan, karena di antara kaum musyrikin ada yang sujud kepada matahari pada dua waktu tersebut.
3. Firman Allah Ta’ala :
وَلَا يَأْمُرَكُمْ أَنْ تَتَّخِذُوا الْمَلَائِكَةَ وَالنَّبِيِّينَ أَرْبَابًا
“Dan dia (Muhammad) tidak pernah memerintahkan kalian untuk menjadikan para Malaikat dan para Nabi sebagai sembahan-sembahan” (Ali ‘Imran: 80).
Ayat ini menunjukkan bahwa di antara sesembahan musyrikin adalah malaikat, mereka menyembah malaikat, berdoa kepadanya serta menjadikannya sebagai perantara antara diri mereka dengan Allah dalam menyampaikan hajat mereka.
Lalu diutuslah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk memberantas kesyirikan mereka ini dan menjelaskan bahwa malaikat adalah sebatas makhluk yang tidak berhak disembah. Oleh karena itulah, dalam surat Saba`: 22-23, Allah jelaskan kelemahan malaikat, walaupun Allah menganugerahkan kepada malaikat kekuatan dan tubuh yang besar, namun mereka tetaplah makhluk lemah yang tidak berhak disembah.
4. Firman Allah Ta’ala :
وَإِذْ قَالَ اللَّهُ يَا عِيسَى ابْنَ مَرْيَمَ أَأَنتَ قُلْتَ لِلنَّاسِ اتَّخِذُونِي وَأُمِّي إِلَهَيْنِ مِنْ دُونِ اللَّهِ قَالَ سُبْحَانَكَ مَا يَكُونُ لِي أَنْ أَقُولَ مَا لَيْسَ لِي بِحَقٍّ إِنْ كُنتُ قُلْتُهُ فَقَدْ عَلِمْتَهُ تَعْلَمُ مَا فِي نَفْسِي وَلَا أَعْلَمُ مَا فِي نَفْسِكَ إِنَّكَ أَنْتَ عَلَّامُ الْغُيُوبِ
“Dan (ingatlah) ketika Allah berfirman:”Hai ‘Isa putera Maryam, adakah kamu mengatakan kepada manusia:”Jadikanlah aku dan ibuku dua orang Ilah selain Allah.” ‘Isa menjawab: “Maha Suci Engkau, tidaklah patut bagiku mengatakan apa yang bukan hakku (mengatakannya). Jika aku pernah mengatakannya maka tentulah Engkau telah mengetahui apa yang ada pada diriku dan aku tidak mengetahui apa yang ada pada diri-Mu. Sesungguhnya Engkau Maha Mengetahui hal-hal yang ghaib” (Al-Maidah: 116).
Ayat ini menunjukkan bahwa di antara sesembahan kaum musyrikin adalah Nabi dan orang salih. Contohnya di antara mereka ada yang menyembah Nabi ‘Isa ‘alaihis salam dan Maryam, wanita yangsalihah. Oleh karena itu, Allah Ta’ala mencela orang-orang yang menjadikan Nabi ‘Isa ‘alaihis salamdan Maryam sebagai sekutu Allah Ta’ala dan meyakini dengan keyakinan yang salah bahwa keduanya memiliki hak untuk disembah. Allah Ta’ala berfirman,
لَقَدْ كَفَرَ الَّذِينَ قَالُوا إِنَّ اللَّهَ ثَالِثُ ثَلَاثَةٍ ۘ وَمَا مِنْ إِلَٰهٍ إِلَّا إِلَٰهٌ وَاحِدٌ ۚ وَإِنْ لَمْ يَنْتَهُوا عَمَّا يَقُولُونَ لَيَمَسَّنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ
“Sesungguhnya kafirlah orang-orang yang mengatakan: “Bahwasanya Allah adalah salah satu dari (sesembahan) yang tiga”, padahal sekali-kali tidak ada sesembahan yang berhak disembah selain dari Tuhan Yang Esa (Allah). Jika mereka tidak berhenti dari apa yang mereka katakan itu, pastilah orang-orang yang kafir dari mereka, akan ditimpa siksaan yang pedih” (Al-Maa`idah: 73).
5. Firman Allah Ta’ala,
أُوْلَئِكَ الَّذِينَ يَدْعُونَ يَبْتَغُونَ إِلَى رَبِّهِمْ الْوَسِيلَةَ أَيُّهُمْ أَقْرَبُ وَيَرْجُونَ رَحْمَتَهُ وَيَخَافُونَ عَذَابَهُ
“Orang-orang yang mereka sembah itu, mereka sendiri mencari jalan untuk mendekatkan diri hanya kepada Rabb mereka, siapa di antara mereka yang lebih dekat (dengan Allah) dan mengharapkan rahmat-Nya dan takut akan azab-Nya” (Al-Israa`: 57).
Di dalam ayat ini terdapat dalil bahwa para Nabi, Malaikat, dan orang-orang salih yang disembah oleh orang-orang musyrik hanya menyembah Allah, mentauhidkan-Nya, dan tidak menyekutukan-Nya. Ibadah mereka dalam bentuk takut dan harap ditujukan kepada-Nya saja, tidak kepada selain-Nya,bahkan mereka melakukan ibadah yang paling bisa mendekatkan diri mereka kepada-Nya. Para Nabi, Malaikat, dan orang-orang salih yang mereka sembah itu semua butuh kepada Allah, bagaimana mungkin memberi manfaat atau menolak bahaya? Maka mengapa kaum musyrikin menyembah orang-orang salih tersebut, padahal orang-orang salih itu sendiri menyembah Allah semata dan tidak menyekutukan-Nya.
Kesimpulan:
Dalam ayat ini terdapat dalil bahwa di antara sesembahan-sesembahan kaum musyrikin zaman dahulu adalah Para Nabi, Malaikat, dan orang-orang salih, dan hal ini dilarang dalam syariat karena merupakan bentuk kesyirikan dan penyembahan kepada selain Allah Ta’ala.
6. Dalil yang keenam adalah firman Allah Ta’ala dalam surat An-Najm: 19-20, namun untuk memperjelas, penyusun bawakan ketiga ayat berikutnya sampai ayat ke-23:
أَفَرَأَيْتُمُ اللَّاتَ وَالْعُزَّىٰ. وَمَنَاةَ الثَّالِثَةَ الْأُخْرَىٰ. أَلَكُمُ الذَّكَرُ وَلَهُ الْأُنْثَىٰ. تِلْكَ إِذًا قِسْمَةٌ ضِيزَىٰ. إِنْ هِيَ إِلَّا أَسْمَاءٌ سَمَّيْتُمُوهَا أَنْتُمْ وَآبَاؤُكُمْ مَا أَنْزَلَ اللَّهُ بِهَا مِنْ سُلْطَانٍ ۚ إِنْ يَتَّبِعُونَ إِلَّا الظَّنَّ وَمَا تَهْوَى الْأَنْفُسُ ۖ وَلَقَدْ جَاءَهُمْ مِنْ رَبِّهِمُ الْهُدَىٰ
“Maka apakah patut kalian (hai orang-orang musyrik) menganggap al lata dan al uzza. Dan yang lainnya, manah yang ketiga (sebagai anak perempuan Allah)? Apakah (patut) untuk kamu (anak) laki-laki dan untuk Allah (anak) perempuan? Yang demikian itu tentulah suatu pembagian yang tidak adil. Itu tidak lain hanyalah nama-nama yang kamu dan bapak-bapak kamu mengadakannya; Allah tidak menurunkan suatu keteranganpun (hujjah bagi apa yang kalian katakan bahwa tiga berhala itu adalah sesembahan). Mereka tidak lain hanyalah mengikuti sangkaan-sangkaan, dan apa yang diingini oleh hawa nafsu mereka dan sesungguhnya telah datang petunjuk kepada mereka dari Tuhan mereka” (An-Najm:19-23).
Penjelasan
Tiga nama yang disebutkan dalam ayat di atas adalah nama-nama berhala yang paling diagungkan oleh orang-orang musyrik, sehingga efek buruknya sangat dahsyat, oleh karena itulah dalam ayat ini langsung disebutkan nama-namanya.
- Adapun al-lata (dibaca dengan huruf “ت” satu) adalah batu yang dikeramatkan. Sedangkan jikaal-latta (dibaca dengan huruf “ت” dua) adalah kuburan yang dikeramatkan.
- Dan al-uzza adalah pohon yang dikeramatkan.
- Adapun manah adalah patung (batu).
Perbuatan yang dilakukan oleh kaum musyrikin terhadap berhala-berhala tersebut adalah mengagungkan dan menyembahnya, dengan tujuan untuk mendapatkan berkah darinya atau dengan kata lain untuk mendapatkan manfaat atau agar tertolak dari bahaya.
Dan dalam ayat ini Allah nyatakan batilnya kesyirikan mereka itu dengan berfirman,
إِنْ هِيَ إِلَّا أَسْمَاءٌ سَمَّيْتُمُوهَا أَنْتُمْ وَآبَاؤُكُمْ مَا أَنْزَلَ اللَّهُ بِهَا مِنْ سُلْطَانٍ ۚ إِنْ يَتَّبِعُونَ إِلَّا الظَّنَّ وَمَا تَهْوَى الْأَنْفُسُ ۖ وَلَقَدْ جَاءَهُمْ مِنْ رَبِّهِمُ الْهُدَىٰ
“Itu tidak lain hanyalah nama-nama yang kalian dan bapak-bapak kalian mengadakannya; Allah tidak menurunkan suatu keteranganpun (hujjah bagi apa yang kalian katakan bahwa tiga berhala itu adalah sesembahan). Mereka tidak lain hanyalah mengikuti sangkaan-sangkaan, dan apa yang diingini oleh hawa nafsu mereka dan sesungguhnya telah datang petunjuk kepada mereka dari Tuhan mereka” (An-Najm: 23).
Dengan demikian, kelakuan orang-orang musyrik zaman sekarang yang ngalap berkah dengan kuburan orang-orang salih sama seperti orang-orang musyrik zaman dulu yang ngalap berkah dengan berhala al-latta, sedangkan kelakuan mereka ngalap berkah dengan pohon dan batu, maka seperti perbuatan orang-orang musyrik zaman dulu yang ngalap berkah dengan berhala al-uzza dan manah.
Kesimpulan:
- Ayat ini menunjukkan bahwa di antara kaum musyrikin dahulu, ada yang menyembah batu dan pohon, sebagaimana dikatakan penulis dalam matan.
- Dan dalam ayat ini Allah nyatakan batilnya perbuatan mereka mengagungkan dan menyembah berhala-berhala tersebut dengan tujuan untuk mendapatkan berkah dari mereka, maka barangsiapa yang ngalap berkah dengan kuburan orang salih, pohon dan batu, dengan keyakinan bisa memberi manfaat atau menolak keburukan, berarti hukumnya syirik seperti kesyirikan kaum musyrikin dahulu, yaitu syirik akbar.
- Ngalap berkah kaum musyrikin zaman dahulu sama dengan zaman sekarang.
7. Dan hadits Abi Waqid Al-Laitsi, dia berkata,
عَنْ أَبِي وَاقِدٍ اللَّيْثِيِّ، قَالَ: خَرَجْنَا مَعَ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وآلِهِ وَسَلَّمَ إِلَى حُنَيْنٍ -وَنَحْنُ حُدَثَاءُ عَهْدٍ بِكُفْرٍ-، ولِلْمُشْرِكِينَ سِدْرَةٌ يَعْكُفُونَ عِنْدَهَا، ويَنُوطُونَ بِهَا أَسْلِحَتَهُمْ يُقَالُ لَهَا: ذَاتُ أَنْوَاطٍ، قَالَ: فَمَرَرْنَا بِالسِّدْرَةِ، فَقُلْنَا: يَا رَسُولَ اللهِ, اجْعَلْ لَنَا ذَاتَ أَنْوَاطٍ كَمَا لَهُمْ ذَاتُ أَنْوَاطٍ، فَقَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وآله وَسَلَّمَ: اللهُ أَكْبَرُ، إِنَّهَا السُّنَنُ، قُلْتُمْ وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ كَمَا قَالَتْ بَنُو إِسْرَائِيلَ: ﴿اجْعَلْ لَنَا إِلَهًا كَمَا لَهُمْ آلِهَةٌ قَالَ إِنَّكُمْ قَوْمٌ تَجْهَلُونَ﴾ [الأعراف: ١٣٨]، لَتَرْكَبُنَّ سَنَنَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ.
Dari Abu Waqid Al-Laitsi radhiyallahu’anhu, dia menceritakan, “Kami keluar bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menuju (perang) Hunain, dan ketika itu kami baru saja terbebas dari kekafiran (muallaf). Sementara itu, orang-orang musyrik mempunyai sebuah pohon bidara yang mereka berdiam diri (dalam bentuk beribadah) di sisinya dan mereka menggantungkan senjata-senjata mereka di situ (untuk cari berkah, pent.). Pohon itu dikenal dengan nama Dzatu Anwath (yang mempunyai tempat menggantung). Kami kemudian melalui pohon bidara itu, lalu kami mengatakan, ‘Wahai Rasulullah, pilihkanlah bagi kami pohon untuk menggantungkan senjata dalam rangka mencari berkah, sebagaimana mereka (musyrikin) mempunyai pohon yang seperti itu.’Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, ‘Allahu akbar! Ini adalah kebiasaan turun temurun! Demi Allah, yang jiwaku berada di tangan-Nya (Allah), kalian telah mengatakan sesuatu sebagaimana yang dikatakan oleh Bani Isra`il (kepada Nabi Musa ‘alaihis salam), ‘jadikanlah untuk kami sesembahan sebagaimana mereka memiliki sesembahan-sesembahan.’ Dia (Nabi Musa ‘alaihis salam) berkata, ‘Sesungguhnya kalian adalah kaum yang bertindak bodoh’ (QS. Al-A’raaf: 138). Sungguh kalian benar-benar akan mengikuti kebiasaan-kebiasaan orang-orang sebelum kalian’”(HR. Tirmidzi dan beliau mensahihkannya, disahihkan juga oleh Syaikh al-Albani).
Penjelasan:
- Hadits yang mulia ini adalah dalil yang menunujukkan bahwa kaum musyrikin zaman Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallam, ada yang menyembah pohon, karena apa yang mereka lakukan terhadap pohon tersebut adalah bentuk-bentuk peribadatan, sebagaimana penjelasannya pada keterangan berikutnya.
- Yang diminta oleh sebagian muslimin yang baru masuk Islam adalah melakukan seperti perbuatan kaum musyrikin, berupa syirik akbar, karena terkumpul beberapa bentuk ibadah yang ditujukan kepada selain Allah, yaitu:
- Mereka (musyrikin) mengagungkan pohon bidara tersebut. Dan mengagungkan (Ta’zhim) itu ibadah.
- Mereka i’tikaf (berdiam diri dalam bentuk beribadah dan taqrrub), ini mengharuskan adanya ibadah harap, takut dan cinta.
- Tabarruk (mencari barakah/ kebaikan yang banyak dan terus menerus), yaitu menginginkan pindahnya berkah dari pohon tersebut ke pedang, agar lebih tajam dan membawa kebaikan pada pemegangnya. Contoh tabarruk yang merupakan syirik akbar adalah mengusap-usap kuburan, mengusap-usap masjid yang dikeramatkan, mengusap-usap petilasan, menaburkan debu ke kepala, mengosok-ngosokkan tubuh ke tanah yang dikeramatkan dengan keyakinan tempat tadi, atau ruh mayyit yang menitis di tempat tersebut bisa menjadi perantara dalam mendekatkan diri pelakunya kepada Allah sehingga terpenuhi hajatnya atau merasa lebih bisa terpenuhi dengan bertabarruk seperti itu.
Karena tiga perkara inilah, maka perbuatan mereka dihukumi syirik akbar.
- Sebagian kaum muslimin yang meminta hal itu tidaklah terjatuh ke dalam kekafiran, karena baru masuk Islam sehingga tidak tahu tentang hal itu, tidak menyengaja menyimpang, dan tidak melakukannya.
Fungsi kaedah ini :
- Seorang muslim mampu memahami bahwa fenomena yang dilakukan oleh sebagian orang zaman ini berupa penyembahan terhadap orang-orang salih, hakekatnya tidak ada bedanya dengan penyembahan kepada matahari, pohon, dan batu di zaman dulu, karena semuanya sama-sama perbuatan syirik.
- Sebagai bantahan terhadap keyakinan batil bahwa syirik itu sebatas hanya penyembahan patung saja dan bantahan pula terhadap keyakinan batil bahwa tidak sama antara menyembah Nabi, Wali, dan orang salih dengan menyembah patung.
Padahal Allah Ta’ala dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah membedakan antara keduanya.
Penulis: Ust. Sa’id Abu Ukasyah