Nama Allâh Azza wa Jalla yang maha agung ini disebutkan dalam beberapa ayat al-Qur'ân:
وَكَفَى بِاللَّهِ حَسِيبًا
Dan cukuplah Allâh sebagai pemberi kecukupan" [an-Nisâ/4: 6]
الَّذِينَ يُبَلِّغُونَ رِسَالاتِ اللَّهِ وَيَخْشَوْنَهُ وَلا يَخْشَوْنَ أَحَدًا إِلا اللَّهَ وَكَفَى بِاللَّهِ حَسِيبًا
"(Yaitu) orang-orang yang menyampaikan risalah Allah, mereka takut kepada-Nya dan tidak merasa takut kepada siapapun selain kepada-Nya. Dan cukuplah Allâh sebagai pemberi kecukupan" [al-Ahzâb/33: 39]
Berdasarkan ayat di atas, para Ulama telah menetapkan nama al-Hasîb sebagai salah satu dari nama-nama Allâh Azza wa Jalla yang maha indah, seperti Imam Ibnul Atsîr[1] , Ibnu Qayyim al-Jauziyyah[2] , Syaikh 'Abdur Rahmân as-Sa'di[3] , Syaikh Muhammad bin Shâleh al-'Utsaimîn[4] , dan lain-lain.
MAKNA NAMA ALLAH AL-HASIB DAN PENJABARANNYA
Imam Ibnu Fâris rahimahullah menjelaskan bahwa asal kata nama ini menunjukkan empat pengertian, salah satunya adalah al-kifâyah (memberi kecukupan)[5] .
Makna asal secara bahasa ini juga disebutkan oleh Imam al-Fairûz Abâdi rahimahullah [6] dan Ibnu Manzhûr rahimahullah [7] .
Imam Ibnul Atsîr rahimahullah menjelaskan bahwa makna nama Allâh Azza wa Jalla ini adalah al-Kâfi (Yang Maha Memberi kecukupan)[8] .
Maka, makna nama Allâh al-Hasîb adalah Yang Maha Mencukupi hamba-hamba-Nya dalam semua kebutuhan mereka, baik dalam urusan agama maupun urusan dunia, Dia Azza wa Jalla yang memudahkan bagi mereka segala kebaikan dan mencegah dari mereka segala keburukan[9] .
Termasuk makna nama-Nya al-Hasîb adalah bahwa maha menjaga, menghitung dan mengetahui semua amal perbuatan para hamba-Nya, membedakan antara amal yang baik dan buruk, serta mengetahui balasan yang berhak mereka dapatkan dan kadar pahala atau siksaan yang mereka terima[10] .
Syaikh ‘Abdur Rahman as-Sa’di rahimahullah memerinci penjabaran makna nama Allâh Azza wa Jalla yang maha agung ini dalam ucapan beliau: “Al-Hasîb adalah yang maha mengetahui (keadaan) hamba-hamba-Nya, yang maha memberi kecukupan bagi orang-orang yang bertawakal kepada-Nya, dan maha memberikan balasan (yang sempurna) bagi para hamba-Nya dengan kebaikan atau keburukan sesuai dengan hikmah-Nya (yang maha tinggi) dan pengetahuan-Nya (yang maha sempurna) tentang amal perbuatan mereka yang besar maupun kecil.
Al-Hasîb (juga) bermakna yang maha mengawasi dan memperhitungkan (amal perbuatan) hamba-hamba-Nya, serta memberikan balasan bagi mereka dengan keadilan (yang sempurna) dan keutamaan (dari-Nya). Juga bermakna yang maha mencukupi hamba-Nya dalam (segala) kesedihan dan kekalutannya. (Makna yang) lebih khusus dari semua itu, bahwa Allâh Azza wa Jalla maha memberi kecukupan kepada orang-orang yang bertawakal kepada-Nya.
وَمَنْ يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ
“Dan barangsiapa yang bertawakal kepada Allâh niscaya Dia akan mencukupkan (segala keperluan)nya” [ath-Thalâq/65:3]
Artinya: Allâh Azza wa Jalla akan memberikan kecukupan baginya dalam (segala) urusan agama dan dunianya.
Demikian juga, makna al-Hasîb adalah yang maha menjaga dan memperhitungkan semua amal perbuatan hamba-hamba-Nya, yang baik maupun buruk, (kemudian memberikan balasan yang sempurna), jika amal baik maka akan mendapatkan balasan yang baik, dan jika buruk maka akan mendapatkan balasan yang buruk. Allâh Azza wa Jalla berfirman:
يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ حَسْبُكَ اللَّهُ وَمَنِ اتَّبَعَكَ مِنَ الْمُؤْمِنِين
"Hai Nabi, cukuplah Allâh (menjadi pelindung) bagimu dan bagi orang-orang mukmin yang mengikuti (petunjuk)mu" [al-Anfâl/8:64]
Artinya: Allâh akn memberikan kecukupan (perlindungan) bagimu dan bagi orang-orang yang mengikuti (petunjuk)mu. Maka kecukupan (dari) Allâh bagi hamba-Nya adalah sesuai dengan kesungguhan hamba tersebut dalam mengikuti (petunjuk) Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam lahir dan batin, juga sesuai dengan penghambaan dirinya kepada Allâh Azza wa Jalla ”[11] .
PEMBAGIAN SIFAT “MEMBERI KECUKUPAN” DARI ALLAH SUBHANAHU WA TA’ALA KEPADA MAKHLUK-NYA
Kecukupan yang Allâh Azza wa Jalla berikan kepada makhluk-Nya ada dua macam, yaitu:
1. Kecukupan yang bersifat umum, meliputi semua makhluk-Nya, yang beriman maupun yang kafir, yang taat kepada-Nya maupun yang durhaka, yaitu dengan menciptakan, menolong, menyiapkan dan memberikan segala keperluan untuk kelangsungan hidup mereka di dunia, berupa makanan, minuman dan penunjang kehidupan dunia lainnya.
2. Kecukupan yang bersifat khusus dari-Nya, ini hanya diperuntukkan bagi hamba-hamba-Nya yang bertakwa dan bertawakkal kepada-Nya. Dengan inilah Allâh Azza wa Jalla memperbaiki dan meluruskan semua urusan mereka, baik yang berhubungan dengan agama maupun dunia[12] .
Allâh Azza wa Jalla berfirman:
وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجًا. وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ، وَمَنْ يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ
“Barangsiapa yang bertakwa kepada Allâh niscaya Dia akan memberikan baginya jalan ke luar (bagi semua urusannya). Dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barangsiapa yang bertawakal kepada Allâh niscaya Allâh akan mencukupkan (segala keperluan)nya” [ath-Thalâq/65:2-3]
Artinya: Barangsiapa yang percaya kepada Allâh Azza wa Jalla dalam memasrahkan (semua) urusan kepada-Nya maka Dia akan mencukupi (segala) keperluan dan urusannya, baik yang berhubungan dengan agama maupun dunia[13] .
Salah seorang ulama Salaf berkata, “Cukuplah bagimu untuk melakukan tawassul (sebab yang disyariatkan untuk mendekatkan diri) kepada Allâh Azza wa Jalla dengan Dia mengetahui (adanya) tawakal yang benar kepada-Nya dalam hatimu, berapa banyak hamba-Nya yang memasrahkan urusannya kepada-Nya, maka Dia pun mencukupi (semua) kebutuhan hamba tersebut”. Kemudian Ulama ini membaca ayat tersebut di atas [14] .
Dalam ayat lain, Allâh Azza wa Jalla berfirman:
يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ حَسْبُكَ اللَّهُ وَمَنِ اتَّبَعَكَ مِنَ الْمُؤْمِنِين
Hai Nabi, cukuplah Allâh (menjadi pelindung) bagimu dan bagi orang-orang mukmin yang mengikuti (petunjuk)mu" [al-Anfâl/8:64]
Ayat ini menunjukkan bahwa kecukupan (khusus) dari Allâh Azza wa Jalla kepada hamba-Nya adalah sesuai dengan kadar keimanan dan kesungguhan hamba tersebut dalam mengikuti petunjuk Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam[15] .
PENGARUH POSITIF DAN MANFAAT MENGIMANI NAMA AL-HASIB
Keimanan yang benar terhadap nama-Nya yang maha agung ini akan menumbuhkan dalam diri seorang hamba sikap tawakkal (penyandaran hati) yang benar kepada Allâh Azza wa Jalla , sikap yang merupakan sebab utama untuk meraih kecukupan dan pertolongan dari-Nya dalam semua urusan yang dihadapi hamba tersebut. Maka, jika seorang Mukmin bertawakkal dengan benar kepada Allâh Azza wa Jalla , dengan menyandarkan hatinya secara utuh dan sempurna kepada-Nya dalam mengusahakan semua kebaikan dan mencegah semua keburukan, disertai dengan keyakinan dan sangka baik kepada-Nya, maka Allâh Azza wa Jalla akan memberikan kecukupan yang sempurna kepadanya, memperbaiki keadaannya, meluruskan semua ucapan dan perbuatannya, serta melapangkan semua kesusahan dan kesedihannya.
Ayat-ayat al-Qur’ân menjelaskan bahwa penghambaan diri dan tawakkal yang benar kepada Allâh Azza wa Jalla merupakan perkara yang wajib dilakukan untuk meraih kecukupan dari-Nya yang khusus diperuntukkan-Nya kepada para kekasih-Nya dan hamba-hamba-Nya yang bertakwa kepada-Nya[16].
Allâh Azza wa Jalla berfirman:
وَمَنْ يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ
“Dan barangsiapa yang bertawakal kepada Allâh niscaya Dia akan mencukupkan (segala keperluan)nya” [ath-Thalâq/65: 3]
Dalam ayat lain, Allâh Azza wa Jalla juga berfirman:
أَلَيْسَ اللَّهُ بِكَافٍ عَبْدَهُ
“Bukankan Allâh cukup untuk melindungi hamba-hamba-Nya?” [az-Zumar/39: 36]
Imam Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, “Tawakkal kepada Allâh Azza wa Jalla termasuk sebab yang paling kuat untuk melindungi diri seorang hamba dari gangguan, kezhaliman dan permusuhan orang lain yang tidak mampu dihadapinya sendiri. Allâh Azza wa Jalla akan memberikan kecukupan kepada orang yang bertawakkal kepada-Nya. Barangsiapa yang telah diberi kecukupan dan dijaga oleh Allâh Azza wa Jalla , maka tidak ada harapan bagi musuh-musuhnya untuk bisa mencelakakainya. Bahkan dia tidak akan ditimpa kesusahan kecuali sesuatu yang mesti (dirasakan oleh semua makhluk), seperti panas, dingin, lapar dan dahaga. Adapun gangguan yang diinginkan musuhnya, selamanya tidak akan menimpanya. Dengan demikian (jelas sekali) perbedaan antara gangguan yang secara kasat mata menyakitinya, meskipun pada hakikatnya merupakan kebaikan baginya (untuk menghapuskan dosa-dosanya) dan untuk menundukkan nafsunya, dan gangguan (dari musuh-musuhnya) yang dihilangkan darinya.
Salah seorang ulama Salaf berkata: “Allâh Azza wa Jalla menjadikan bagi setiap perbuatan balasan dari jenis perbuatan itu, dan Dia menjadikan balasan bagi (hamba yang) bertawakkal kepada-Nya (adalah) kecukupan dari-Nya untuk hamba tersebut.
Allâh Azza wa Jalla berfirman:
وَمَنْ يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ
“Dan barangsiapa yang bertawakal kepada Allâh niscaya Dia akan mencukupkan (segala keperluan)nya” [ath-Thalâq/65: 3]
Dia tidak berfirman, bahwa (barangsiapa yang bertawakal kepada Allâh), maka Kami akan memberikan kepadanya pahala sekian dan sekian, sebagaimana dalam amal-amal shaleh lainnya. Akan tetapi, Allâh Azza wa Jalla menjadikan diri-Nya sebagai pemberi kecukupan, pelindung dan penolong bagi hamba-Nya yang bertawakal kepada-Nya. Maka kalau seorang hamba bertawakal kepada-Nya dengan tawakal yang sebenarnya, kemudian langit dan bumi beserta semua makhluk yang ada di dalamnya ingin memperdayainya (mencelakakannya), maka sungguh Allâh Azza wa Jalla akan memberikan jalan keluar, melindungi dan menolong hamba tersebut”[17] .
Makna inilah yang terungkap dalam sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam : “Barangsiapa yang ketika keluar rumah membaca (dzikir): Bismillâhi tawakkaltu ‘alallâhi, walâ haula wala quwwata illa billâh (Dengan nama Allâh, aku berserah diri kepada-Nya, dan tidak ada daya dan kekuatan kecuali dengan pertolongan-Nya), maka malaikat akan berkata kepadanya: “(sungguh) kamu telah diberi petunjuk (oleh Allâh), dicukupkan (dalam segala keperluanmu) dan dijaga (dari semua keburukan)”, sehingga setan pun tidak bisa mendekatinya, dan setan yang lain berkata kepada temannya: Bagaimana (mungkin) kamu bisa (mencelakakan) seorang yang telah diberi petunjuk, dicukupkan dan dijaga (oleh Allâh )?”[18] .
Artinya: diberi petunjuk kepada jalan yang benar dan lurus, diberi kecukupan dalam semua urusan dunia dan akhirat, serta dijaga dan dilindungi dari segala keburukan dan kejelekan, dari setan atau yang lainnya[19] .
Demikian juga, keimanan yang benar terhadap nama-Nya yang maha agung ini akan menumbuhkan dalam hati seorang hamba perasaan takut kepada Allâh Azza wa Jalla semata dan tidak takut kepada gangguan makhluk dalam menegakkan agama-Nya, karena dia meyakini bahwa Allâh Azza wa Jalla akan selalu menjaga dan melindungi hamba yang selalu bertakwa dan menegakkan agama-Nya.
Allâh Azza wa Jalla memuji para Sahabat yang merealisasikan sikap ini dalam menghadapi gangguan dan ancaman orang-orang kafir, dalam firman-Nya:
الَّذِينَ قَالَ لَهُمُ النَّاسُ إِنَّ النَّاسَ قَدْ جَمَعُوا لَكُمْ فَاخْشَوْهُمْ فَزَادَهُمْ إِيمَانًا وَقَالُوا حَسْبُنَا اللَّهُ وَنِعْمَ الْوَكِيلُ
“(Yaitu) orang-orang (yang mentaati Allâh dan Rasul-Nya) yang ketika orang-orang berkata kepada mereka: “Sesungguhnya manusia telah mengumpulkan pasukan untuk menyerang kamu, karena itu takutlah kepada mereka”, maka perkataan itu (justru) menambah keimanan mereka dan mereka menjawab: “Cukuplah Allâh menjadi Penolong kami dan Dia adalah sebaik-baik Pelindung” [Ali ‘Imrân/3:173]
Sikap ini pulalah yang ditunjukkan oleh Nabi Allâh Azza wa Jalla yang mulia, Ibrâhîm Alaihissallam ketika beliau dilemparkan ke dalam api oleh musuh-musuh beliau, karena telah menghancurkan berhala-berhala yang mereka sembah.
Ibnu ‘Abbas Radhiyallahu anhuma berkata, “Ucapan terakhir (yang dikatakan oleh) Nabi Ibrâhîm Alaihissallam ketika dilemparkan ke dalam api (adalah): “Hasbiyallâhu wani’mal wakîl” (cukuplah Allâh menjadi Penolongku dan Dia adalah sebaik-baik Pelindung)
PENUTUP
Demikianlah, dan kami akhiri tulisan ini dengan memohon kepada Allâh Azza wa Jalla dengan nama-nama-Nya yang maha indah dan sifat-sifat-Nya yang maha sempurna, agar dia senantiasa menganugerahkan kepada kita petunjuk dan taufik-Nya, serta kecukupan dan penjagaan dari-Nya. Sesungguhnya Allâh Maha memberi kecukupan dan Maha Mengabulkan doa.
Oleh Ustadz Abdullah bin Taslim al-Buthoni, MA
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 08/Tahun XV/1433H/2012.]
_______
Footnote
[1]. Lihat An-Nihâyah fi Gharîbil Hadîtsi wal Atsar 1/955
[2]. Lihat Badâi'ul Fawâid 2/473
[3]. Lihat Tafsiiru Asmâillâhil Husnâ hlm. 30
[4]. Lihat al-Qawâ'idul Mutslâ hlm. 40
[5]. Mu'jamu Maqâyîsil Lughah 2/47
[6]. Al-Qâmûs al-Muhîth hlm. 94
[7]. Lisânul 'Arab 1/310
[8]. An-Nihâyah fi Gharîbil Hadîtsi wal Atsar 1/955
[9]. Lihat Fiqhul Asmâil Husnâ hlm. 234
[10]. Lihat Fiqhul Asmâil Husnâ hlm. 234
[11]. Lihat penjelasan Syaikh 'Abdur Rahmân as-Sa'di t dalam Tafsîru Asmâ-illâhil Husnâ hlm. 30-31
[12]. Lihat Fiqhul Asmâil Husnâ hlm. 234
[13]. Lihat Fathul Qadîr 7/241 dan Aisarut Tafâsîr 4/274
[14]. Dinukil oleh Imam Ibnu Rajab t dalam kitab Jâmi’ul ‘Ulûmi wal Hikam 2/497
[15]. Lihat penjelasan Syaikh 'Abdur Rahmân as-Sa'di dalam Tafsîru Asmâ-illâhil Husnâ hlm. 31
[16]. Lihat Fiqhul Asmâil Husnâ hlm. 234-235
[17]. Badâ-i’ul Fawâ-id 2/464-465
[18]. HR. Abu Dawud (no. 5095) dan at-Tirmidzi (no. 3426), dishahihkan oleh at-Tirmidzi dan al-Albâni.
[19]. Lihat Fiqhul Asmâil Husnâ hlm. 235