Di dalam Al Qur’an dan As Sunnah, ada sifat-sifat kesempurnaan yang ditetapkan bagi Allah dan ada pula sifat-sifat kekurangan yang dinafikan/ditiadakan bagi Allah. Sifat yang ditetapkan disebut sifat tsubutiyyah, adapun sifat yang dinafikan disebut sifat salbiyyah.
Makna Sifat Tsubutiyyah dan Sifat Salbiyyah
Pertama, Sifat Tsubutiyyah
Yang dimaksud sifat tsubutiyyah adalah sifat kesempurnaan yang ditetapkan oleh Allah untuk diri-Nya di dalam Al Qur’an dan hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Contohnya sifat al hayah (hidup), al qudrah (berkuasa), istiwa’ ‘alal ‘Arsy (tinggi dan menetap di atas ‘Arsy), nuzul (turun ke langit dunia), al wajh (mempunyai wajah), al yadain(mempunyai dua tangan), dan lain sebagainya. Sifat-sifat ini wajib ditetapkan bagi Allah sesuai dengan keagungan Allah Ta’ala.
Kedua, Sifat salbiyyah
Yang dimaksud sifat salbiyyah adalah sifat-sifat yang Allah nafikan dari diri-Nya baik dalam Al Qur’an maupun di dalam hadits. Sifat salbiyyahmerupakan sifat kekurangan dan tercela yang tidak layak bagi Allah Ta’ala. Contohnya sifat al maut (mati), an naum (tidur), al jahlu (bodoh), an nisyan(lupa), dan at ta’ab (lemah).
Sifat salbiyyah wajib dinafikan/ditiadakan dari Allah karena mengandung sifat kekurangan dan tercela. Dalam menafikan sifat salbiyyah, harus disertai dengan penetapan sifat kesempurnaan yang merupakan kebalikan dari sifat tersebut. Hal ini karena yang dimaksud sifat salbiyyah, bukan hanya semata-mata penafian, namun untuk menjelaskan adanya sifat kesempurnaan yang merupakan lawan dari sifat tersebut. Penafian semata pada sesuatu tidak menghasilkan pujian yang sempurna jika tidak disertai adanya penetapan sifat kesempurnaan. Contoh :
- Penafian sifat al maut (kematian). Allah Ta’ala berfirman:وَتَوَكَّلْ عَلَى الْحَيِّ الَّذِي لَا يَمُوتُ“Dan bertawakkallah kepada Allah yang hidup (kekal) Yang tidak mati “ (Al Furqan :58). Penafian sifat kematian pada ayat di atas tidak hanya meniadakan sifat mati bagi Allah, namun juga mengandung penetapan sifat hidup yang sempurna bagi Allah.
- Penafian sifat zalim. Allah Ta’ala berfirman:وَلَا يَظْلِمُ رَبُّكَ أَحَداً“Dan Tuhanmu tidak berbuat zalim kepada seorang pun “ (Al Kahfi:49). Peniadaan sifat zalim di atas mengandung penetapan sifat adil yang sempurna bagi Allah.
- Penafian sifat al ‘ajz (lemah, tidak mampu). Allah Ta’ala berfirman:وَمَا كَانَ اللَّهُ لِيُعْجِزَهُ مِن شَيْءٍ فِي السَّمَاوَاتِ وَلَا فِي الْأَرْضِ إِنَّهُ كَانَ عَلِيماً قَدِيراً“Dan tiada sesuatupun yang dapat melemahkan Allah baik di langit maupun di bumi. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Kuasa“ ( Fathir:44). Peniadaan sifat lemah bagi Allah pada ayat di atas mengandung penetapan kesempurnaan sifat ilmu dan qudrah (mampu).
Dengan demikian dalam setiap sifat salbiyyah, tekandung di dalamnya penetapan sifat kesempurnaan bagi Allah Ta’ala.
Penetapan Sifat Tsubutiyyah Disebutkan Secara Rinci, Sedangkan Penafian Sifat Salbiyyah Disebutkan Secara Global
Sifat tsubutiyyah yang Allah tetapkan semuanya merupakan sifat kesempurnaan. Umumnya penetapan sifat-sifat tersbut dalam bentuk penyebutan secara rinci, karena semakin banyak pemberitaan tentang sifat tsubutiyyah semakin jelas menunjukkan kesempurnaan zat yang disifati. Oleh karena itu sifat-sifat tsubutiyyah yang Allah beritakan lebih banyak daripada penyebutan sifat salbiyyah yang ditiadakan oleh Allah.
Adapun sifat salbiyyah yang Allah tiadakan dari diri-Nya merupakan sifat kekurangan yang tidak layak bagi Allah. Umumnya peniadaan sifat-sifat tersebut dalam bentuk penyebutan secara global karena hal tersebut lebih menunjukkan pengagungan dan lebih sempurna dalam menyucikan dari sifat kekurangan. Penyebutan secara rinci sifat kekurangan terkadang justru merupakan penghinaan dan celaan terhadap yang disifati.
Contohnya sebagai berikut. Jika ada seseorang yang sedang memuji seorang raja, maka dia akan menyebutkan banyak sifat-sifat yang terpuji. Misalnya dia mengatakan, “Wahai Raja, engkau adalah orang yang mulia, pemberani, adil, bijaksana, dermawan, …”, dan seterusnya dengan menyebutkan sifat-sifat yang baik dan pujian lainnya. Penyebutan sifat-sifat terpuji secara rinci menunjukkan pujian yang sangat tinggi. Apabila dia mengatakan, “Wahai raja, tidak ada satu raja pun yang sebanding dengan engkau di zaman ini”, kalimat seperti ini juga merupakan pujian karena menafikan secara global. Namun apabila dia mengatakan, “Wahai raja, engkau adalah orang yang tidak bakhil, tidak miskin, tidak bodoh, tidak malas”, atau dengan penafian aib dan keburukan yang tidak layak bagi raja, maka ini tidak menunjukkan pujian bahkan mengesankan penghinaan dan pelecehan terhadap raja.
Pujian akan semakin nampak dengan menyebutkan secara rinci sifat-sifat terpuji dan menafikan sifat kekurangan secara global. Adapun menyebutkan penafian sifat aib dan tercela secara rinci justru tidak menunjukkan pujian dan mengesankan penghinaan terhadap sesuatu yang dipuji.
Contoh perincian dalam penetapan sifat terpuji yaitu firman Allah :
هُوَ اللَّهُ الَّذِي لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ عَالِمُ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ هُوَ الرَّحْمَنُ الرَّحِيمُ
“Dialah Allah Yang tiada Tuhan selain Dia, Yang Mengetahui yang ghaib dan yang nyata, Dia-lah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang“ (Al Hasyr:22).
لَيُدْخِلَنَّهُم مُّدْخَلاً يَرْضَوْنَهُ وَإِنَّ اللَّهَ لَعَلِيمٌ حَلِيمٌ
“Sesungguhnya Allah akan memasukkan mereka ke dalam suatu tempat (surga) yang mereka menyukainya. Dan sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Penyantun“ (Al Hajj:59).
Contoh penafian sifat kekurangan secara global yaitu firman Allah:
لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ وَهُوَ السَّمِيعُ البَصِيرُ
“Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah yang Maha Mendengar dan Melihat“ (Asy Syuura:11).
هَلْ تَعْلَمُ لَهُ سَمِيّاً
“Tidak ada sesuatupun yang sama dengan Dia (yang patut disembah)?“ (Maryam:65).
وَلَمْ يَكُن لَّهُ كُفُواً أَحَدٌ
“Dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia” (Al Ikhlas:4).
Catatan:
Umumnya penyebutan sifat tsubutiyyah adalah secara rinci. Namun, terkadang disebutkan juga secara global. Misalnya dalam firman Allah :
وَلِلّهِ الأَسْمَاء الْحُسْنَى
“Hanya milik Allah nama-nama yang mulia“ (Al A’raf:18).
وَلِلّهِ الْمَثَلُ الأَعْلَىَ
“Dan Allah mempunyai sifat-sifat yang Maha Tinggi “ (An Nahl:60).
Umumnya penyebutan sifat salbiyyah secara global. Namun, terkadang disebutkan juga secara rinci karena sebab tertentu, misalnya :
- Untuk membantah orang-orang yang mendustakan sifat-sifat Allah. Misalnya dalam firman Allah :مَا اتَّخَذَ اللَّهُ مِن وَلَدٍ وَمَا كَانَ مَعَهُ مِنْ إِلَهٍ“ Allah sekali-kali tidak mempunyai anak, dan sekali-kali tidak ada Tuhan (yang lain) beserta-Nya” (Al Mu’minun:91).
Dalam ayat ini disebutkan secara khusus penafian sifat anak bagi Allah untuk membantah secara khusus keyakinan orang-orang Nasrani yang menetapkan adanya anak bagi Allah. - Untuk menepis anggapan adanya sifat kekurangan pada kesempurnaan sifat Allah. Misalnya dalam firman Allah:وَلَقَدْ خَلَقْنَا السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ وَمَا بَيْنَهُمَا فِي سِتَّةِ أَيَّامٍ وَمَا مَسَّنَا مِن لُّغُوبٍ“Dan sesungguhnya telah Kami ciptakan langit dan bumi dan apa yang ada antara keduanya dalam enam hari, dan Kami sedikitpun tidak ditimpa keletihan“ (Qaaf:38).
Dalam ayat di atas, mungkin ada anggapan bahwa Allah akan capek/letih setelah menciptakan langit dan bumi dalam waktu hanya enam hari. Namun anggapan tersebut tidak benar, karena di akhir ayat Allah menjelaskan bahwa Allah tidak memiliki sifat at ta’ab (letih/capek).
Demikian pembahasan tentang sifat tsubutiyyah dan sifat salbiyyah, mudah-mudahan menambah pemahamana kita dan bisa meningkatkan keimanan dan kecintaan kita kepada Allah Ta’ala. Wa shallallahu ‘alaa Nabiyyina Muhammad.
Sumber bacaan: Taqriib At Tadmuriyyah karya Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin rahimahullah
Penyusun: dr. Adika Mianoki