Pembaca rahimakumullah, sihir itu ada hakekatnya dan terjadi dengan sebenarnya. Akan tetapi segala sesuatu tidak akan terjadi kecuali dengan izin Allah ‘azza wa jalla dan ini merupakan aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah yang didasarkan pada Al Qur`an dan Al Hadits sesuai dengan pemahaman Salaful Ummah (pendahulu umat ini).
Berkata Abu Muhammad Al Maqdisi rahimahullah di dalam Al Kaafi setelah menyebutkan ayat (yang artinya):
“…dan dari kejelekan hembusan-hembusan para tukang sihir pada buhul-buhul”. (Al Falaq : 4)
“Kalau sihir tidak ada hakekatnya niscaya Allah tidak akan memerintahkan agar memohon perlindungan kepada-Nya dari bahaya sihir”. (Fathul Majid hal. 335)
Demikian pula Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam sendiri pernah disihir oleh seorang Yahudi yang bernama Labid bin Al A’sham. Sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadits (yang artinya):
“Sesungguhnya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam disihir sehingga dikhayalkan padanya bahwa beliau melakukan sesuatu padahal beliau tidak melakukannya. Dan beliau Shallallahu ‘alaihi wa Sallam pada suatu hari berkata kepada Aisyah: “Telah datang padaku dua malaikat, salah satunya duduk di dekat kepalaku dan yang lainnya di dekat kakiku. Salah satu malaikat tersebut berkata kepada yang lainnya: “Apa penyakit laki-laki ini (Rasulullah)? Yang satunya menjawab terkena sihir”. “Siapa yang menyihirnya ?” Satunya menjawab “Labid bin Al A’sham …” (HR Al Bukhari).
Ibnul Qayyim rahimahullah berkata: “Dan sekelompok manusia telah mengingkari hal ini (disihirnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam-red). Mereka mengatakan: “Ini tidak boleh menimpa diri Rasul,” bahkan mereka menganggap ini sebagai suatu kekurangan dan aib. Dan perkaranya tidak seperti yang mereka duga, akan tetapi sihir tersebut adalah dari jenis perkara (penyakit) yang berpengaruh terhadap diri Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam, hal ini termasuk dari jenis-jenis penyakit yang menimpanya sebagaimana beliau Shallallahu ‘alaihi wa Sallam juga tertimpa racun, di mana tidak ada perbedaan antara pengaruh sihir dengan racun”. (Zaadul Ma’ad 4/ 124)
Al Imam Ibnul Qayyim rahimahullah juga menyebutkan dari Al Qadhi ‘Iyadh rahimahullah, bahwasanya beliau berkata: “Kejadian disihirnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam tidak menodai kenabian beliau. Adapun keberadaan atau kejadian beliau Shallallahu ‘alaihi wa Sallam dikhayalkan melakukan sesuatu padahal beliau tidak melakukannya, hal ini tidaklah mengurangi sifat shiddiq (jujur) yang ada pada diri beliau Shallallahu ‘alaihi wa Sallam. dikarenakan adanya dalil bahkan ijma’ (kesepakatan umat Islam) atas kemaksuman (terpelihara dari dosa dan kesalahan) beliau Shallallahu ‘alaihi wa Sallam dari hal tersebut, akan tetapi hal ini suatu perkara duniawi yang mungkin bisa menimpanya. Yang beliau Shallallahu ‘alaihi wa Sallam tidak diutus karena sebab tersebut dan tidak diberi keutamaan, karenanya pula beliau dalam hal ini seperti manusia yang lainya, maka tidak mustahil untuk dikhayalkan kepada beliau Shallallahu ‘alaihi wa Sallam dari perkara-perkara yang tidak ada hakekatnya baginya, kemudian hilang dari beliau dan kembali seperti keadaan semula. (Zaadul Ma’ad 4/ 124)
Pengertian Sihir
Sihir secara bahasa berarti ungkapan tentang suatu perkara yang disebabkan oleh sesuatu yang samar dan lembut. Sedangkan menurut terminologi syariat terbagi menjadi dua makna :
Pertama: Yaitu buhul-buhul dan mantera-mantera, maksudnya adalah bacaan-bacaan dan mantera-mantera yang dijadikan perantara oleh tukang sihir untuk minta bantuan para syaithan dalam rangka memberi kemudaratan kepada orang yang disihir.
Akan tetapi Allah ‘azza wa jalla telah berfirman:
“Dan mereka itu (ahli sihir) tidak akan mampu memberikan mudharat dengan sihirnya kepada siapa pun, kecuali dengan izin Allah”. (Al Baqarah :162)
Kedua: yaitu berupa obat-obatan atau jamu-jamuan yang berpengaruh terhadap orang yang disihir, baik secara fisik, mental, kemauan dan kecondongannya. Sehingga engkau dapati orang yang disihir tersebut berpaling dan berubah (dari kebiasaanya). (Al Qaulul Mufid karya Asy Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin rahimahullah 1/489)
Hukum Sihir
Sihir dalam bentuk apapun, diharamkan oleh Allah ‘azza wa jalla dan Rasul-Nya Shallallahu ‘alaihi wa Sallam. Dan keharaman ini terbagi menjadi dua macam:
Pertama: Sihir yang termasuk perbuatan syirik, jika menggunakan perantara para syaithan (jin-jin kafir), di mana para tukang sihir tersebut beribadah dan mendekatkan diri kepada para syaithan supaya bisa menguasai orang yang akan disihir.
Kedua: Sihir yang termasuk perbuatan permusuhan dan kefasikan, jika tukang sihir hanya sebatas menggunakan perantara obat-obatan (ramuan) dan sejenisnya. (Al Qaulul Mufid 1/ 489)
Apakah Tukang Sihir Kafir?
Para ulama berbeda pendapat tentang tukang sihir. Di antara mereka ada yang mengatakan bahwa tukang sihir itu kafir, dan di antara yang berpendapat demikian adalah Al Imam Malik, Al Imam Abu Hanifah dan Al Imam Ahmad bin Hanbal rahimahumullah.
Al Imam Ahmad rahimahullah berkata kepada para muridnya: “…..kecuali sihirnya dengan obat-obatan, asap dupa dan menyiram sesuatu yang bisa memberikan mudharat, maka tidaklah kafir. (Fathul Majid hal. 336)
Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin rahimahullah berkata: “…akan tetapi dengan pembagian yang telah kami sebutkan tentang hukum permasalahan ini (sihir) menjadi jelaslah barangsiapa yang sihirnya dengan perantara syaithan maka dia telah kafir. Karena kebanyakannya tidak mungkin terjadi kecuali dengan adanya unsur kesyirikan (penyembahan terhadap syaithan tersebut -red). Hal ini didasarkan pada firman Allah ‘azza wa jalla (yang artinya):
“Dan mereka mengikuti apa-apa yang dibaca oleh para syaithan pada masa kerajaan Sulaiman (dan mereka mengatakan bahwa Sulaiman itu mengerjakan sihir), hanya para syaithan itulah yang kafir (karena mengerjakan sihir). Mereka mengajarkan sihir kepada manusia dan apa yang diturunkan kepada dua malaikat di negeri Babil yaitu Harut dan Marut, sedang keduanya tidak akan mengajarkan sesuatu kepada siapa pun, sebelum keduanya mengatakan: “Sesungguhnya kami hanya cobaan bagimu, sebab itu janganlah engkau kafir”. (Al Baqarah :102)
Sedangkan tukang sihir yang menggunakan obat-obatan (ramuan) dan sejenisnya maka dia tidak kafir, akan tetapi dia telah berbuat dosa yang sangat besar.
Ancaman bagi Tukang Sihir
Di antara ancaman-ancaman Allah ‘azza wa jalla di dalam Al Qur’an adalah firman-Nya (artinya):
“…dan sesungguhnya mereka telah mengetahui bahwa barangsiapa yang menukarnya (kitab Allah) dengan sihir itu, tidaklah ada keuntungan baginya di akhirat”. (Al Baqarah : 102)
Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma berkata ketika menafsirkan ayat tersebut :
( مِنْ خَلاَقٍ yaitu مِنْ نَصِيْبٍ ) “Tidak ada baginya bagian di akhirat.”
Al Hasan rahimahullah berkata: ( فَلَيْسَ لَهُ دِيْنٌ ): “Tidak ada agama baginya.”
Adapun ancaman dari Allah ‘azza wa jalla adalah sebagaimana di dalam riwayat Al Bukhari dan Muslim dari sahabat Abu Hurairah, beliau Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda (yang artinya):
“Jauhilah tujuh perkara yang membinasakan, para sahabat bertanya: “Wahai Rasulullah, apa tujuh perkara tersebut?. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa Sallam menjawab: “Berbuat syirik kepada Allah ‘azza wa jalla, sihir, membunuh jiwa yang diharamkan untuk dibunuh kecuali dengan hak (benar), makan riba, makan harta anak yatim, lari dari pertempuran dan menuduh zina wanita mukminah yang terhormat serta menjaga kehormatan”.
Apa Hukum Mempelajari Ilmu Sihir dengan Tujuan untuk Membentengi Diri?
Mempelajari ilmu sihir hukumnya haram, baik untuk diamalkan maupun sekedar untuk membentengi diri dari sihir. Karena Allah ‘azza wa jalla telah menyebutkan di dalam Al Qur’an bahwa belajar ilmu sihir merupakan salah satu bentuk kekufuran.
“Mereka (para syaithan) mengajarkan sihir kepada manusia dan apa yang diturunkan kepada dua malaikat di negeri Babil yaitu Harut dan Marut, sedang keduanya tidak mengajarkan (sesuatu) kepada seorang pun sebelum keduanya mengatakan: “Sesungguhnya kami hanya cobaan (bagimu) oleh sebab itu janganlah kamu kafir”. (Al Baqarah : 102)
Dan juga sebagaimana disebutkan pada hadits yang sebelumnya bahwa sihir merupakan bagian dari tujuh perkara yang membinasakan (المُوْبِقَات).
Bagi yang membolehkan belajar ilmu sihir hanya sekedar untuk memenbentengi diri, mereka berdalil dengan hadits :
تَعَلَّمُوا السِّحْرَ وَلاَ تَعْمَلُوا بِهِ
“Belajarlah kalian ilmu sihir dan jangan mengamalkannya”.
Perlu diketahui bahwa hadits tersebut adalah hadits palsu. (Fatwa Al Lajnah Ad Daimah 1/38)
Apa Hukum Pergi ke Tukang Sihir untuk Mengobati atau Menghilangkan Sihir?
Tidak boleh bagi orang yang terkena sihir pergi ke tukang sihir untuk menghilangkan sihir yang menimpa dirinya dan hukumnya adalah haram , berdasarkan pada keumuman sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam:
“Bukan dari golonganku orang yang mengundi nasib dengan burung dan sejenisnya atau minta diundikan untuknya, meramal sesuatu yang ghaib (dukun) atau minta diramalkan untuknya atau melakukan sihir atau minta disihirkan untuknya”. (HR. Ath Thabrani)
Dan didasarkan pula pada sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam tatkala ditanya tentang An Nusyrah (menghilangkan sihir dari orang yang terkena sihir dengan sihir yang sama). Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam menjawab:
هَي مِنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ
”Itu adalah perbuatan syaithan”. (HR. Ahmad, Abu Daud dan Al Baihaqi)
Serta sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam:
تَدَاوُوْا وَ لاَ تَدَاوَوا بِحَرَامٍ فَإِنَّ اللهَ ما أَنْزَل َدَاءً إلاَّ أَنْزَلَ له دَوَاءً
“Berobatlah kalian dan jangan kalian berobat dengan sesuatu yang haram, karena sesungguhnya tidaklah Allah ‘azza wa jalla menurunkan suatu penyakit kecuali Allah ‘azza wa jalla telah menurunkan obatnya pula”.
Hukum Merukunkan Pasangan Suami-Istri dengan Menggunakan Sihir
Menggunakan sihir untuk merukunkan suami-istri hukumnya adalah haram dan inilah yang disebut Al ‘Athfu. Sementara upaya untuk menceraikan antara suami dengan istrinya disebut Ash Sharfu. Keduanya sama-sama tidak boleh dan haram hukumnya. Dalilnya adalah firman Allah ‘azza wa jalla dalam surat Al Baqarah: 102.
Cara yang Syar’i dalam Mengobati Sihir
1. Mengeluarkan sihir tersebut dan membatalkannya, sebagaimana disebutkan di dalam hadits yang shahih dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bahwasanya beliau Shallallahu ‘alaihi wa Sallam berdo’a kepada Allah ‘azza wa jalla dalam perkara sihir tersebut. Maka Allah ‘azza wa jalla tunjukkan kepada beliau Shallallahu ‘alaihi wa Sallam (tempat buhul-buhul tersebut), kemudian beliau mengeluarkannya (mengambil buhul-buhul tersebut) dari suatu sumur. Maka hilanglah apa yang ada pada beliau, seakan-seakan beliau lepas dari ikatan.
2. Dengan diruqyah, yaitu dengan dibacakan Al Qur’an dan do’a-do’a (yang bersumber dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam) kepada yang terkena sihir. Misalnya dengan dibacakan surat Al Fatihah, Al Ikhlas, Al Falaq, An Naas, dan yang lainnya dari ayat-ayat Al Qur’an kemudian ditiupkan kepada yang sakit, maka insya Allah akan sembuh. (Zaadul Ma’ad 4/ 124-127)
Wallahu a’lamu bish shawab.