Diantara sekian nama-nama Allah kita pilih kali ini nama Allah “Asy Syakuur”. Landasannya firman Allah,
” Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Mensyukuri.”
Nama Allah yang mulia ini terulang dalam dalam Alquran sebanyak empat kali[1].
Asy Syakuur secara etimologi dalam bahasa Arab berarti: Kata “Asy syakuur” berbentuk mubaalaghah (menunjukan kebersangatan). Maka Allah adalah Zat Yang Maha Mensyukuri (yang memiliki kesempurnaan mutlak dalam membalasi amal baik).
Dan bila dinisbatkan kepada manusia, maka ia adalah seseorang yang sangat bersungguh-sungguh sekali dalam mensyukuri Rabb-nya dengan ketaatan dan melakukan apa yang ditugaskan Rabb tersebut kepadanya dari berbagai bentuk ibadah[2]. Sebagaimana Allah memuji nabi Nuh ’alahissalam,
إِنَّهُ كَانَ عَبْدًا شَكُورًا. الإسراء :٣
“Sesungguhnya dia (Nuh) adalah hamba (Allah) yang banyak bersyukur.”
Dari ayat di atas dapat kita lihat bahwa nama Asy Syakuur juga diberikan Allah kepada Makhluk yang paling banyak bersyukur[3]. Lalu bagaimana perbedaan antara keduanya? Terlebih dahulu marilah kita jelaskan jawaban pertanyaan diatas. Setelah itu baru kita kupas penjabaran meluas tentang makna “Asy Syakuur” sebagai salah satu dari nama Allah yang mulia.
Perbedaan antara antara sifat Allah dengan sifat makhluk ketika sama dalam penyebutan nama.
“Asy Syakuur” sebagai salah satu dari nama Allah adalah Zat Yang Maha Sempurna dalam membalas amalan hamba-nya dan menumbuh kembangkan amalan para hamba meskipun amalan tersebut sedikit, lalu Dia lipat gandakan pahala bagi mereka [4].
Walaupun ada kesamaan dari segi lafaz nama antara sifat hamba dengan sifat Allah, tetapi hakikat makna dari masing-masing nama tersebut sangat jauh berbeda sebagaimana perbedaan antara Allah itu sendiri dengan makhluk-Nya. Kesamaan disini hanya dalam bentuk nama atau lafaz kata saja tidak dalam segi makna secara keseluruhan. Sebagaimana terdapat dalam dalam sifat-sifat yang lainnya ada kesamaan dalam bentuk lafaz nama, namun tidak sama dalam segi hakikat makna secara keseluruhan.
Sebagaimana Allah bersifat hidup (Al Hayyu) demikian pula makhluk juga bersifat hidup, tetapi hidup Allah tidak sama dengan hidup makhluk. Hidup Allah tidak butuh pada makan dan minum adapun hidup makhluk butuh makan dan minum serta memiliki berbagai kekurangan seperti sakit, capek, letih, haus, lapar dan seterusnya.. Hidup Allah tidak diawali dengan ketiadaan (‘adam) dan tidak pula diakhiri dengan kematian (al fanaa’). Adapun hidup makhluk diawali dengan ketiadaan dan diakhiri oleh kematian. Sebagaimana terdapat dalam sabda Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam:
عن ابن عباس صلى الله عليه و سلم أن النبي صلى الله عليه و سلم كان يقول: (( أعوذ بعزتك الذي لا إله إلا أنت الذي لا يموت والجن والإنس يموتون)) متفق عليه
Diriwayatkan Ibnu Abbas t bahwa Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam berdo’a: “Aku berlindung dengan keperkasaan Engkau. Yang tiada berhak disembah kecuali Engkau, Zat yang tidak akan pernah mati. Sedangkan jin dan manusia akan mati”. (HR. Bukhari dan Muslim).
Dalam sabda yang lain beliau katakan,
(اللَّهُمَّ أَنْتَ الْأَوَّلُ فَلَيْسَ قَبْلَكَ شَيْءٌ وَأَنْتَ الْآخِرُ فَلَيْسَ بَعْدَكَ شَيْءٌ) رواه مسلم
“Ya Allah Engkaulah Yang pertma Tiada sesuatupun sebelum Engkau. Dan Engkalah yang terakhir tiada sesuatupun setelah Engkau.” (HR. Muslim).
Hidup Allah sangat sempurna dari segala segi, adapun hidup makhluk penuh dengan berbagai kekurangan. Allah adalah Zat Yang Maha Hidup Sempurna, sebagaimana Allah katakan dalam firman-Nya,
اللهُ لآَ إِلَهَ إِلاَّ هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّومُ لاَ تَأْخُذُهُ سِنَةٌ وَلاَنَوْمُُ… البقرة : ٢٥٥
“Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia Yang Maha Hidup kekal lagi terus menerus mengurus (makhluk-Nya); tidak pernah ditimpa rasa ngantuk dan tidak pula tidur.”
Demikianlah kita mengimani seluruh sifat-sifat Allah, kita tidak boleh menyerupakan Allah dengan makhluk sebaliknya kita juga tidak boleh mengingkari nama dan sifat-sifat Allah, yang Allah tetapkan untuk diri-Nya atau ditetapkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam dalam hadits-hadits beliau. Dengan berlandaskan pada perkataan Allah,
لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَىْءُُ وَهُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ . الشورى: ١١
“Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia (Allah), dan Dia-lah yang Maha Mendengar dan Maha Melihat.”
Dalam ayat diatas ditegaskan bahwa tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Allah. Sebahagian orang memahami ayat tersebut bahwa Allah tidak memilki sifat-sifat lantaran ada kesamaan dalam penamaan dengan sifat-sifat makhluk. Aggapan tersebut bertentangan dengan penggalan akhir dari ayat tersebut. Dimana Allah menyatakan Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat, sedangkan manusia juga mendengar dan melihat sebagaimana Allah katakan dalan firman-Nya,
إِنَّا خَلَقْنَا اْلإِنسَانَ مِن نُّطْفَةٍ أَمْشَاجٍ نَّبْتَلِيهِ فَجَعَلْنَاهُ سَمِيعًا بَصِيرًا. الإنسان: ٢
“Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari setetes mani yang bercampur, Kami hendak mengujinya (dengan perintah dan larangan), maka Kami jadikan dia mendengar dan melihat.”
Dari sini dapat kita pahami bahwa Allah memiliki sifat-sifat sempurna sekalipun sifat-sifat tersebut terdapat pada sebagian mahkluk namun maknanya tidak sama dengan kwalitas makna sifat-sifat Allah. Kalau seandainya yang dimaksud dalam ayat yang lalu menafikan sifat tentu konteknya tidak sebagaimana tersebut di atas. Pasti langsung Allah nafikan bahwa Dia tidak memiliki sifat. Jadi yang dinafikan adalah kesamaan makna sifat bukan sifat. Sekalipun dalam penamaan sifat tersebut ada kesamaan dengan sifat makhluk.
Hal ini dapat terima oleh akal, fakta dan agama. Bahwa sesuatu yang sama dalam penyebutan nama namun kwalitas dan kwantitas bisa berbeda. Dalam kehidupan kita sehari-hari banyak sekali sama nama namun berbeda bentuk dan kwalitasnya.
Sebagai contoh manusia memiliki sifat melihat, kucing pun memiliki sifat melihat. Tapi penglihatan manusia dengan penglihatan kucing tidak sama. Manusia tidak bisa melihat pada waktu malam tanpa cahaya. Adapun kucing bisa berjalan di malam hari meskipun tanpa cahaya. Jika sifat sesama makhluk saja tidak sama dalam hakikat kwalitas makna, sekalipun sama dalam segi penamaan yaitu penglihatan. Maka kepastian perbedaan antara sifat Allah Yang Maha Sempurna dengan sifat makhluk jauh lebih pasti, meskipun sama dari segi lafaz nama. Yang membedakan makna adalah kemana sifat tersebut disandarkan, maka sifat tersebut memiliki makna dan bentuk sesuai dengat zat dimana ia disandarkan (digabungkan). Maka jangan dipahami ketika menyebut tetang sifat Allah digambarkan seperti sifat makhluk. Sebagaimana kita tidak memahami tentang telinga gajah seperti telinga kodok atau telinga manusia, sekalipun sama-sama disebut telinga. Sifat-sifat akan berbeda sesuai dengan zat masing-masing sifat tersebut. Bahkan pada zat yang sama sifat bisa berbeda. Seperti sifat pendengaran manusian tidak sama antara satu dengan yang lainnya. ada yang dapat mendengar dengan jarak cukup jauh sebaliknya ada yang tidak bisa mendengar kecuali dengan alat bantu, namanya tetap disebut pendengaran. Bahkan sifat bisa berubah-rubah kwalitas dan frekuwensinya pada satu zat, ketika seseorang berumur lima tahun pendengarannya tidak sama ketika telah berumur lima puluh tahun.
Demikianlah halnya dalam mengimani segala sifat-sifat Allah yang terdapat dalam Alquran dan hadits-hadits yang shahih. Dimana Allah memiliki sifat-sifat yang sempurna sesuai dengan keagungan dan kebesaran Allah itu sendiri tidak seperti sifat-sifat makhluk. Setelah kita memhami bahwa adanya perbedaan antara sifat yang disandarkan kepada Allah dengan sifat yang disandarkan kepada makhluk meskipun ada kesamaan dalam segi lafaz penamaannya. Pada berikut ini kita coba menjelaskan makna nama Allah Asy Syakuur yang menjadi topik bahasan kita pada kesempatan ini.
-Bersambung insya Allah-
Penulis: Ustadz Dr. Ali Musri Semjan Putra,M.A.
[1] Lihat surat Faathir ayat: 30 & 34, dan surat At Taghaabunayat: 17.
[2] Lihat Lisanul Ara, 4/424, 425.
[3] Hal ini terdapat dalam banyak ayat lihat surat Ibrahim ayat: 5, surat Luqman ayat: 31, surat Saba’ ayat: 19. dll
[4] Lihat An Nihayah fi Ghariibil Hadits, 2/493 & ‘Uddatush Shaabiriin: 240.