Saturday, January 20, 2018

Allâh Subhanahu Wa Ta’ala Maha Mendengar

Allâh Azza wa Jalla memiliki asmaul husna, yaitu nama-nama yang paling indah. Dan setiap nama Allâh memuat sifat yang sesuai dengan nama tersebut. Dan di antara nama Allâh Azza wa Jalla adalah As-Samî’, yang berarti Dia Yang Maha Mendengar, dan memuat sifat sama’, yaitu mendengar. Dan sifat sama’ bagi Allâh adalah sifat dzâtiyah, yaitu sifat yang selalu ada pada diri Allâh Azza wa Jalla .

DALIL-DALIL AL-QUR’AN

Adapun dalil-dalil sifat sama’ bagi Allâh Azza wa Jalla di dalam al-Qur’an antara lain Allâh Azza wa Jalla berfirman:

قَالَ لَا تَخَافَا ۖ إِنَّنِي مَعَكُمَا أَسْمَعُ وَأَرَىٰ

Allâh berfirman: “Janganlah kamu berdua (Musa dan Harun) khawatir, sesungguhnya Aku beserta kamu berdua, Aku mendengar dan melihat.” [Thaha/20:46]

قَدْ سَمِعَ اللَّهُ قَوْلَ الَّتِي تُجَادِلُكَ فِي زَوْجِهَا وَتَشْتَكِي إِلَى اللَّهِ وَاللَّهُ يَسْمَعُ تَحَاوُرَكُمَا ۚ إِنَّ اللَّهَ سَمِيعٌ بَصِيرٌ

Sesungguhnya Allâh telah mendengar perkataan wanita yang mengajukan gugatan kepada kamu tentang suaminya, dan mengadukan (halnya) kepada Allâh. Dan Allâh mendengar soal jawab antara kamu berdua. Sesungguhnya Allâh Maha Mendengar lagi Maha Melihat. [Al-Mujâdilah/58:1]

Tentu sifat mendengar Allâh berbeda dengan sifat mendengar makhluk, sebagaimana firman Allâh Azza wa Jalla :

لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ ۖ وَهُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ

Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah yang Maha Mendengar dan Melihat. [Asy-Syura/42:11]

Ayat ini menunjukkan kewajiban menolak tamtsil (menyerupakan Allâh dengan makhluk), dan wajib menetapkan nama dan sifat Allâh.

DALIL-DALIL SUNNAH

عَنْ عَائِشَةَ، أَنَّهَا قَالَتْ: ” الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي وَسِعَ سَمْعُهُ الْأَصْوَاتَ، لَقَدْ جَاءَتْ خَوْلَةُ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَشْكُو زَوْجَهَا، فَكَانَ يَخْفَى عَلَيَّ كَلَامُهَا، فَأَنْزَلَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ {قَدْ سَمِعَ اللَّهُ قَوْلَ الَّتِي تُجَادِلُكَ فِي زَوْجِهَا وَتَشْتَكِي إِلَى اللَّهِ وَاللَّهُ يَسْمَعُ تَحَاوُرَكُمَا} [المجادلة: 1] ” الْآيَةَ

Dari ‘Aisyah Radhiyallahuanhuma, bahwa dia berkata: “Segala puji bagi Allâh yang pendengaran-Nya mencakup semua suara. Sesungguhnya Khaulah telah mendatangi Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengadukan suaminya. Suara Khaulah samar bagiku, namun Allâh ‘Azza wa Jalla menurunkan (ayat) “Sesungguhnya Allâh telah mendengar perkataan wanita yang mengajukan gugatan kepada kamu tentang suaminya, dan mengadukan (halnya) kepada Allâh. Dan Allâh mendengar soal jawab antara kamu berdua. (Al-Mujadilah/58: 1) [HR. Nasâi, no. 3460 -dan ini lafazhnya-; Ibnu Mâjah, no. 188; Ahmad, no. 24195. Hadits ini dihukumi shahih oleh al-Albâni, Syu’aib al-Arnauth, dll]

عَنْ عَائِشَةَ، أَنَّهَا قَالَتْ لِرَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: يَا رَسُولَ اللهِ، هَلْ أَتَى عَلَيْكَ يَوْمٌ كَانَ أَشَدَّ مِنْ يَوْمِ أُحُدٍ؟ فَقَالَ: ” لَقَدْ لَقِيتُ مِنْ قَوْمِكِ وَكَانَ أَشَدَّ مَا لَقِيتُ مِنْهُمْ يَوْمَ الْعَقَبَةِ، إِذْ عَرَضْتُ نَفْسِي عَلَى ابْنِ عَبْدِ يَالِيلَ بْنِ عَبْدِ كُلَالٍ فَلَمْ يُجِبْنِي إِلَى مَا أَرَدْتُ، فَانْطَلَقْتُ وَأَنَا مَهْمُومٌ عَلَى وَجْهِي، فَلَمْ أَسْتَفِقْ إِلَّا بِقَرْنِ الثَّعَالِبِ، فَرَفَعْتُ رَأْسِي فَإِذَا أَنَا بِسَحَابَةٍ قَدْ أَظَلَّتْنِي فَنَظَرْتُ فَإِذَا فِيهَا جِبْرِيلُ، فَنَادَانِي، فَقَالَ: إِنَّ اللهَ عَزَّ وَجَلَّ قَدْ سَمِعَ قَوْلَ قَوْمِكَ لَكَ، وَمَا رُدُّوا عَلَيْكَ، وَقَدْ بَعَثَ إِلَيْكَ مَلَكَ الْجِبَالِ لِتَأْمُرَهُ بِمَا شِئْتَ فِيهِمْ “، قَالَ: ” فَنَادَانِي مَلَكُ الْجِبَالِ وَسَلَّمَ عَلَيَّ، ثُمَّ قَالَ: يَا مُحَمَّدُ، إِنَّ اللهَ قَدْ سَمِعَ قَوْلَ قَوْمِكَ لَكَ، وَأَنَا مَلَكُ الْجِبَالِ وَقَدْ بَعَثَنِي رَبُّكَ إِلَيْكَ لِتَأْمُرَنِي بِأَمْرِكَ، فَمَا شِئْتَ، إِنْ شِئْتَ أَنْ أُطْبِقَ عَلَيْهِمُ الْأَخْشَبَيْنِ “، فَقَالَ لَهُ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «بَلْ أَرْجُو أَنْ يُخْرِجَ اللهُ مِنْ أَصْلَابِهِمْ مَنْ يَعْبُدُ اللهَ وَحْدَهُ لَا يُشْرِكُ بِهِ شَيْئًا»

Dari Aisyah Radhiyallahu anhuma , dia pernah bertanya kepada Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam : “Apakah pernah datang kepada anda suatu hari yang lebih berat dari perang Uhud?” Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab : “Aku telah mengalami kesulitan-kesulitan dari kaum-mu, dan kesulitan yang paling berat yang pernah aku alami dari mereka, adalah peristiwa di hari Aqobah. Ketika itu aku mendatangi Ibnu Abdi Yalil bin Abdi Kulal, tetapi dia tidak memenuhi ajakanku. Kemudian aku pergi dengan perasaan yang susah. Aku tidak merasa kecuali telah berada di Qarnu ats-Tsa’alib. Aku mengangkat kepalaku, ternyata ada awan melindungiku. Kemudian aku memperhatikan, ternyata Jibril di atasnya. Dia memanggilku, dia berkata, “Sesungguhnya Allâh telah mendengar ucapan kaummu kepadamu dan penolakan mereka terhadap ajakanmu. Dan Allâh mengirim malaikat penjaga gunung-gunung kepadamu, untuk kamu perintahkan sekehendak hatimu berkaitan dengan mereka (umatmu).” Lalu Malaikat penjaga gunung-gunung itu memanggilku, dia mengucapkan salam kepadaku lalu berkata, “Ya Muhammad, Allâh telah mendengar ucapan kaummu kepadamu. Aku adalah Malaikat penjaga gunung-gunung. Rabbmu mengutusku kepadamu untuk memenuhi perintahmu. Apakah yang kamu kehendaki? Jika engkau kehendaki, akan kutimbun mereka dengan dua gunung”. Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepadanya, “Bahkan yang kuharapkan, semoga Allâh mengeluarkan dari sulbi-sulbi mereka orang-orang yang beribadah kepada Allâh semata tanpa menyekutukan-Nya dengan sesuatu apapun.” [HR. Al Bukhâri, no. 3231; Imam Muslim, 1795]

PENJELASAN ULAMA

Sesungguhnya tidak ada perbedaan pendapat di kalangan Ahlus Sunnah tentang meyakini sifat mendengar bagi Allâh Azza wa Jalla , karena tidak mungkin berita Allâh dan Rasul-Nya yang gamblang tersebut.

Imam Abul Hasan al-Asy’ari rahimahullah berkata:

وَأَجْمَعُوا عَلَى أَنَّهُ – عَزَّ وجَلَّ – يَسْمَعُ وَيَرَى

“Mereka (ulama) bersepakat bahwa Allâh ‘Azza wa Jalla mendengar dan melihat”. [Risâlah ilâ Ahlits Tsaghar, hlm. 225]

Imam Ibnul Qayyim rahimahullah berkata:

وَهُوَ سَمِيْعٌ بَصِيْرٌ لَهُ السَّمْعُ وَالْبَصَرُ، يَسْمَعُ وَيَبْصرُ وَلَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ فِي سَمْعِهِ وَبَصَرِهِ

“Dia Maha Mendengar dan Maha Melihat, Dia memiliki pendengaran dan penglihatan, Dia bisa mendengar dan melihat. Tidak ada sesuatupun yang menyamainya di dalam pendengaran-Nya dan penglihatan-Nya”. [Shawâ’iqul Mursalah, 3/1020]

Syaikh Muhammad Khalil Harras rahimahullah berkata:

أمَّا السَّمْعُ فَقَدْ عَبَّرَتْ عَنْهُ الْآيَاتُ بِكُلِّ صِيغ الاشْتِقَاقِ، وَهِيَ: سَمِعَ، ويَسْمَعُ، وسَمِيعٌ، وأسْمَعُ، فَهُوَ صِفَةٌ حَقِيْقِيَّةٌ لِلَّهِ، يدرِكُ بِهَا الْأَصْوَاتُ

“Adapun pendengaran (Allâh), maka ayat-ayat (Al-Qur’an) telah mengungkapkan dengan seluruh bentuk-bentuk pecahan kata, yaitu: telah mendengar, sedang mendengar, Maha Mendengar, sangat mendengar. Maka mendengar itu adalah sifat yang sebenarnya dimiliki oleh Allâh, dengan sifat itu seluruh suara dicapai/didengar”. [Syarah Aqîdah Wâsithiyah, hlm. 120]

PENGARUH MENGIMANI SIFAT MENDENGAR BAGI ALLAH SUBHANAHU WA TA’ALA BAGI SEORANG MUKMIN

Sesungguhnya keimanan kepada sifat mendengar yang dimiliki oleh Allâh Azza wa Jalla banyak pengaruhnya pada diri manusia.

1. Mengetahui Kesempurnaan Allâh Subhanahu Wa Ta’ala

Dengan mengimani sifat mendengar bagi Allâh, maka hal itu menunjukkan kesempurnaan Allâh. Dengan sifat-sifat-Nya yang sempurna menunjukkan bahwa Dia berhak diibadahi. Oleh karena itu, Nabi Ibrahim Alaihissallam menjelaskan ketidak sempurnaan tuhan yang disembah oleh bapaknya, dengan keadaannya yang tidak bisa mendengar dan melihat, serta tidak memberi manfaat sedikitpun. [Lihat: Rasail Syaikh al-Hamd fil ‘Aqidah, 2/12, dengan penomoran Syamilah]

Allâh Azza wa Jalla berfirman:

إِذْ قَالَ لِأَبِيهِ يَا أَبَتِ لِمَ تَعْبُدُ مَا لَا يَسْمَعُ وَلَا يُبْصِرُ وَلَا يُغْنِي عَنْكَ شَيْئًا

Ingatlah ketika dia (Ibrahim) berkata kepada bapaknya; “Wahai bapakku, mengapa kamu menyembah sesuatu yang tidak mendengar, tidak melihat dan tidak dapat menolong kamu sedikitpun? [Maryam/19:42]

2. Semakin Bersemangat Dalam Berdoa Kepada Allâh Subhanahu Wa Ta’ala

Ketika seorang hamba mengetahui bahwa Rabbnya itu Maha Mendengar dan Maha Mengetahui, maka dia bersemangat untuk berdoa dan berdzikir kepada-Nya. Allâh Azza wa Jalla berfirman mengisahkan Nabi Ibrahim dan Nabi Isma’il yang meninggikan pondasi Ka’bah sambil berdoa:

وَإِذْ يَرْفَعُ إِبْرَاهِيمُ الْقَوَاعِدَ مِنَ الْبَيْتِ وَإِسْمَاعِيلُ رَبَّنَا تَقَبَّلْ مِنَّا ۖ إِنَّكَ أَنْتَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ 

Dan (ingatlah), ketika Ibrahim meninggikan (membina) dasar-dasar Baitullah bersama Ismail (seraya berdoa): “Ya Rabb kami terimalah daripada kami (amalan kami), sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui“. [Al-Baqarah/2: 127]

3. Berdoa Kepada Allâh Subhanahu Wa Ta’ala Dengan Tidak Mengeraskan Suara

Ketika seorang hamba mengetahui bahwa Rabbnya itu Maha Mendengar, maka dia akan berdoa dengan penuh adab, yaitu dengan suara yang pelan dan penuh sikap merendahkan diri. Dia tidak akan berteriak di dalam berdoa, karena mengetahui bahwa Rabbnya Maha Dekat lagi Maha Mendengar. Allâh Azza wa Jalla telah mengajarkan adab-adab berdoa di dalam firman-Nya:

ادْعُوا رَبَّكُمْ تَضَرُّعًا وَخُفْيَةً ۚ إِنَّهُ لَا يُحِبُّ الْمُعْتَدِينَ

Berdo’alah kepada Rabbmu dengan berendah diri dan suara yang lembut. Sesungguhnya Allâh Azza wa Jalla tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas. [Al-A’râf/7:55]

Allâh Azza wa Jalla berfirman mengisahkan Nabi Zakaria Alaihissallam yang berdoa dengan suara yang lembut, tidak berteriak.

ذِكْرُ رَحْمَتِ رَبِّكَ عَبْدَهُ زَكَرِيَّا ﴿٢﴾ إِذْ نَادَىٰ رَبَّهُ نِدَاءً خَفِيًّا

(Yang dibacakan ini adalah) penjelasan tentang rahmat Rabb kamu kepada hamba-Nya, Zakaria, yaitu tatkala ia berdoa kepada Rabbnya dengan suara yang lembut. [Maryam/19: 2-3]

Di dalam ayat yang lain Allâh Azza wa Jalla berfirman:

هُنَالِكَ دَعَا زَكَرِيَّا رَبَّهُ ۖ قَالَ رَبِّ هَبْ لِي مِنْ لَدُنْكَ ذُرِّيَّةً طَيِّبَةً ۖ إِنَّكَ سَمِيعُ الدُّعَاءِ

Di sanalah Zakariya berdoa kepada Rabbnya, dia berkata: “Ya Rabbku, berilah aku dari sisi-Mu seorang anak yang baik. Sesungguhnya Engkau Maha Pendengar doa.” [Ali-‘Imran/3:38]

4. Berdzikir Kepada Allâh Subhanahu Wa Ta’ala Dengan Tidak Mengeraskan Suara

Allâh Azza wa Jalla berfirman memerintahkan berdzikir dengan suara yang pelan:

وَاذْكُرْ رَبَّكَ فِي نَفْسِكَ تَضَرُّعًا وَخِيفَةً وَدُونَ الْجَهْرِ مِنَ الْقَوْلِ بِالْغُدُوِّ وَالْآصَالِ وَلَا تَكُنْ مِنَ الْغَافِلِينَ

Dan sebutlah (nama) Rabbmu dalam hatimu/dengan pelan dengan merendahkan diri dan rasa takut, dan dengan tidak mengeraskan suara, di waktu pagi dan petang, dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang lalai. [Al-A’râf/7: 205]

Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa’di rahimahullah berkata: “Ini termasuk adab yang sepantasnya seorang hamba menjaganya dengan sebenar-benarnya. Yaitu memperbanyak dzikrullah, di waktu-waktu malam dan siang, khususnya dua ujung siang, dengan ikhlas, khusyu’, merendahkan diri, menghinakan diri, tenang, hatinya sesuai dengan lesannya, dengan adab, kehormatan, menghadapkan diri dan konsentrasi terhadap doa dan dzikir, dan tidak lalai, karena sesungguhnya Allâh Azza wa Jalla tidak akan mengabulkan doa dari hati yang lalai dan tidak perhatian”. [Tafsîr Taisir Karîmir Rahmân, surat Al-A’râf ayat 205]

Selain perintah Allâh Azza wa Jalla , Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga memerintahkan untuk berdzikir dengan suara pelan. Marilah kita perhatikan hadits shahih di bawah ini:

عَنْ أَبِي مُوسَى الْأَشْعَرِيِّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ لَمَّا غَزَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَيْبَرَ أَوْ قَالَ لَمَّا تَوَجَّهَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَشْرَفَ النَّاسُ عَلَى وَادٍ فَرَفَعُوا أَصْوَاتَهُمْ بِالتَّكْبِيرِ اللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ارْبَعُوا عَلَى أَنْفُسِكُمْ إِنَّكُمْ لَا تَدْعُونَ أَصَمَّ وَلَا غَائِبًا إِنَّكُمْ تَدْعُونَ سَمِيعًا قَرِيبًا وَهُوَ مَعَكُمْ وَأَنَا خَلْفَ دَابَّةِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَسَمِعَنِي وَأَنَا أَقُولُ لَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللَّهِ فَقَالَ لِي يَا عَبْدَ اللَّهِ بْنَ قَيْسٍ قُلْتُ لَبَّيْكَ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ أَلَا أَدُلُّكَ عَلَى كَلِمَةٍ مِنْ كَنْزٍ مِنْ كُنُوزِ الْجَنَّةِ قُلْتُ بَلَى يَا رَسُولَ اللَّهِ فَدَاكَ أَبِي وَأُمِّي قَالَ لَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللَّهِ

Dari Abu Musa Al-Asy’ari z , dia berkata: Ketika Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerangi atau menuju Khaibar, orang-orang mendaki sebuah lembah, maka mereka mengeraskan suara mereka dengan takbir, Allâhu akbar, Allâhu akbar, lâ ilâha illa Allâh. Maka Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Rendahkanlah suaramu, sesungguhnya kamu tidak menyeru kepada (Dzat) yang tuli dan tidak hadir. Bahkan kamu menyeru kepada (Dzat) yang Maha mendengar dan Maha dekat, dan Dia bersama kamu”. (Abu Musa berkata:) Dan aku berada di belakang binatang tunggangan Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Beliau mendengar aku mengatakan “lâ haula walâ quwwata illa billâh”, lalu beliau berkata kepadaku: “Wahai ‘Abdullah bin Qais!” Aku menjawab: “Aku memenuhi panggilanmu wahai Rasûlullâh “. Beliau bersabda: “Tidakkah aku tunjukkan kepadamu satu kalimat yang termasuk harta simpanan Surga”. Aku menjawab: “Ya wahai Rasûlullâh , bapakku dan ibuku sebagai tebusanmu”. Beliau bersabda: “Lâ haula walâ quwwata illa billâh”. [HR. Al-Bukhâri, no: 4205; Muslim, no: 2704]

5. Menjauhi Perkataan-Perkataan Yang Membuat Murka Allâh Subhanahu Wa Ta’ala

Sesungguhnya Allâh Azza wa Jalla Maha mendengar suara, walapun kita berbisik-bisik di dalam berbicara. Oleh karena itu merupakan kewajiban bagi orang yang menghendaki keselamatan untuk selalu waspada terhadap lidahnya, jangan sampai berucap dengan perkataan yang membuat murka Rabbnya. Allâh Azza wa Jalla memberitakan ancaman-Nya yang sangat keras, ketika orang-orang Yahudi berkata dengan perkataan yang sangat tidak pantas keluar dari mulut mereka. Allâh Azza wa Jalla berfirman:

لَقَدْ سَمِعَ اللَّهُ قَوْلَ الَّذِينَ قَالُوا إِنَّ اللَّهَ فَقِيرٌ وَنَحْنُ أَغْنِيَاءُ ۘ سَنَكْتُبُ مَا قَالُوا وَقَتْلَهُمُ الْأَنْبِيَاءَ بِغَيْرِ حَقٍّ وَنَقُولُ ذُوقُوا عَذَابَ الْحَرِيقِ

Sesungguhnya Allâh telah mendengar perkataan orang-orang yang mengatakan: “Sesungguhnya Allâh miskin dan kami kaya.” Kami akan mencatat perkataan mereka itu dan perbuatan mereka membunuh nabi-nabi tanpa alasan yang benar, dan Kami akan mengatakan (kepada mereka): “Rasakanlah olehmu azab yang membakar.” [Ali-‘Imrân/3:181]

Allâh Azza wa Jalla juga berfirman:

أَمْ يَحْسَبُونَ أَنَّا لَا نَسْمَعُ سِرَّهُمْ وَنَجْوَاهُمْ ۚ بَلَىٰ وَرُسُلُنَا لَدَيْهِمْ يَكْتُبُونَ

Apakah mereka mengira, bahwa Kami tidak mendengar rahasia dan bisikan-bisikan mereka? Sebenarnya (Kami mendengar), dan utusan-utusan (malaikat-malaikat) Kami selalu mencatat di sisi mereka. [Az-Zukhruf/43: 80]

Inilah sedikit penjelasan tentang sifat mendengar bagi Allâh Azza wa Jalla semoga bermanfaat bagi kita semua.

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 09/Tahun XX/1437H/2017M.]

Oleh Ustadz Abu Isma’il Muslim al-Atsari