Saturday, January 23, 2016

Sifat Tabarruk Dengan Meminum Air Zam-Zam

Oleh Dr. Nashir bin ‘Abdirrahman bin Muhammad al-Juda’i

Sifat Tabarruk Dengan Meminum Air Zamzam
DiSunnahkan bagi orang yang melakukan ibadah Haji dan ‘Umrah untuk meminum air zamzam setelah melakukan Thawaf dan shalat dua raka’at di belakang maqam Ibrahim Alaihissallam. Sesungguhnya telah diriwayatkan oleh Muslim dari Jabir bin ‘Abdillah Radhiyallahu anhu tentang sifat Haji Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahwasanya setelah melaksanakan Thawaf, beliau mendatangi keturunan ‘Abdul Muththalib yang sedang minum zamzam seraya berkata: “Terus, (wahai) Bani ‘Abdul Muththalib, [1] seandainya manusia tidak berbondong-bondong melakukan pemberian minum tersebut, maka aku akan ikut memberikan minum bersama kalian.”[2] Maka mereka memberikan kepada beliau seember air zamzam lalu beliau meminumnya.[3]

Dan dalam Shahih al-Bukhari dan Shahih Muslim dari Ibnu ‘Abbas Radhiyallahu anhuma, ia berkata, “Aku telah memberi minum kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dari zamzam lalu beliau meminumnya sedang beliau dalam keadaan berdiri.” [4]

Telah diketahui bahwa ada hadits-hadits shahih yang melarang minum dengan berdiri. Namun Imam an-Nawawi rahimahullah menjawab, “Bahwa larangan dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah tidak menjurus kepada keharamannya, karena perbuatan beliau itu menunjukkan bolehnya minum dengan berdiri, maka tidak ada pertentangan di dalamnya.”[5]

Pendapat lain, bahwa minum dari air zamzam tanpa berdiri adalah sangat sulit, karena tingginya dinding yang mengitarinya.[6]

Kesimpulannya bahwa Sunnah dalam minum dari zamzam adalah duduk dengan dalil umum dari hadits-hadits yang melarang minum sambil berdiri kecuali karena suatu keperluan mendesak dan kebutuhan, apalagi dengan apa yang diriwayatkan oleh al-Bukhari: “Lalu ia meninggalkan ‘Ikrimah -pelayan Ibnu ‘Abbas Radhiyallahu anhuma- tidaklah ia pada saat itu kecuali ada di atas unta.”[7]

Hal itu bukanlah seperti yang disebutkan oleh sebagian orang[8] bahwasanya termasuk dari Sunnah adalah jika seorang Muslim minum zamzam dengan berdiri, beralasan dengan hadits di atas. Anjuran meminum air zamzam tidaklah hanya diperuntukkan bagi orang-orang yang melaksanakan Haji atau ‘Umrah [9] namun anjuran tersebut bersifat umum karena hadits-hadits tentang keutamaan air zamzam dan apa yang terkandung di dalamnya seperti keberkahan, manfaat dan kesehatan juga bersifat umum. 

Dan di antara Sunnah ketika minum zamzam adalah memperbanyak minum [10] seperti apa yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah dan selainnya dari Ibnu ‘Abbas Radhiyallahu anuma bahwasanya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

"إِنَّ آيَةً مَابَيْنَنَا وَبَيْنَ الْمُنَافِقِيْنَ أَنَّهُمْ لاَ يَتَضَلَّعُوْنَ مِنْ زَمْزَمَ."

“Sesungguhnya tanda antara kita dengan orang-orang munafik adalah bahwasanya mereka tidak memperbanyak minum air zamzam.” [11]

Demikian juga bahwa memperbanyak minum air Zamzam walaupun di luar kebiasaan dengan maksud memperoleh keberkahannya termasuk dari hal-hal yang dibolehkan seperti apa yang dilakukan oleh Jabir bin ‘Abdillah Radhiyallahu anhu [12] dalam memperbanyak minum air yang muncul di antara jari- jemari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk mencari berkahnya.

Dan di antara Sunnahnya juga adalah berdo’a pada saat meminum air zamzam dengan apa yang ia inginkan dari do’a-do’a yang disyari’atkan dan ia berniat sesuka hatinya dari kebaikan dunia dan akhirat seperti berobat atau mengambil manfaat dan semacamnya, atas dasar hadits: “Zamzam itu menurut apa yang diniatkan peminumnya,” sebagaimana penjelasan yang telah lalu. Diriwayatkan bahwa Ibnu ‘Abbas Radhiyallahu anhuma ketika minum air zamzam ia berkata: “Ya Allah, aku memohon padamu ilmu yang bermanfaat, rizki yang banyak dan kesembuhan dari seluruh penyakit.” [13]

Dan di antara adab ketika minum air zamzam adalah apa yang diriwayatkan di dalam Sunan Ibni Majah dan selainnya bahwasanya seseorang datang kepada Ibnu ‘Abbas Radhiyallahu anhu, maka ia (Ibnu ‘Abbas) berkata, “Darimana engkau datang?” Ia menjawab: “Dari sumur zamzam.” Ibnu ‘Abbas berkata, “Apa engkau minum darinya sesuai dengan apa yang seharusnya?” Ia menjawab, “Bagaimana itu?” Ibnu ‘Abbas berkata, “Jika engkau minum zamzam, maka menghadaplah ke Kiblat dan sebutlah Nama Allah Subhanahu wa Ta’ala, bernafaslah tiga kali dan perbanyaklah meminumnya, lalu apabila engkau sudah selesai, maka pujilah Allah Subhanahu wa Ta’ala karena sungguh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: ‘Sesungguhya tanda di antara kita...’” (Al-Hadits) [14]

Ini semua merupakan hal-hal yang menyangkut sifat tabarruk dengan meminum air zamzam, namun apakah tabarruk dengannya ini dapat ditambah seperti membasuh anggota tubuh dengan air tersebut?

Kita tidak mendapatkan keterangan mengenai masalah ini kecuali apa yang diriwayatkan oleh sebagian mereka dari ‘Abdullah bin Imam Ahmad bahwasanya ia berkata: “Aku telah melihat ayahku tidak hanya sekali meminum air zamzam, beliau berobat dengannya dan membasuh tangan dan wajah dengannya.” [15]

Wallaahu a’lam.

Sekarang saya akan menguraikan dengan ringkas mengenai masalah-masalah penting lainnya yang bersangkutan dengan pemakaian air yang diberkahi ini.

[Disalin dari buku At Tabaruk Anwaa’uhu wa Ahkaamuhu, Judul dalam Bahasa Indonesia Amalan Dan Waktu Yang Diberkahi, Penulis Dr. Nashir bin ‘Abdirrahman bin Muhammad al-Juda’i, Penerbit Pustaka Ibnu Katsir]
_______
Footnote
[1]. Inzi’uu dengan menkasrahkan zai, artinya berikan minum dengan timba dan ambil terus dengan menarik talinya. Dikatakan oleh an-Nawawi dalam penjelasannya atas Shahih Muslim (VIII/194).
[2]. Maksudnya, kalau bukan karena ketakutanku pada keyakinan manusia akan hal tersebut adalah bagian dari kegiatan-kegiatan Haji dan akan berdesak-desakan menujunya, dengan cara membuat kalian kepayahan dan menahan kalian dari memberi minum, maka aku akan ikut memberi minum bersama kalian oleh sebab banyaknya keutamnaan memberi minum tersebut. Syarhun Nawawi li Shahiihi Muslim (VIII/194).
[3]. Bagian dari hadits panjang yang diriwayatkan oleh Muslim (II/892) kitab al-Hajj bab Hajjatun Nabi j, dan al-Bukhari juga meriwayatkan dengan lebih ringkas dari Ibnu ‘Abbas c, lihat (II/167) dari Shahihnya.
[4]. Shahih al-Bukhari (II/167) kitab al-Hajj bab Maa Jaa-a fii Zamzam dan Shahih Muslim (III/1601) kitab al-Asyribah bab Fisy Syurbi min Zamzam Qaa-imun.
[5]. Syarah Shahih Muslim (XIII/195).
[6]. ‘Umdatul Qaari, al-‘Aini (IX/278).
[7]. Shahih al-Bukhari (II/167).
[8]. Lihat kitab adz-Dzikru wad Du’aa-u wal ‘Ilaaj bir Ruqa’ minal Kitaab was Sunnah, Said bin ‘Ali al-Qaththani (hal. 65).
[9]. Sebagian ulama menyebutkan bahwa orang yang berpuasa di Makkah di-anjurkan untuk berbuka puasa dengan air zamzam karena keberkahannya, lihat I’laamus Saajid, az-Zarkasyi (hal. 216).
[10]. Tadhallu’ adalah meminumnya dengan banyak hingga memenuhi lambungnya. An-Nihaayah, Ibnul Atsir (III/97).
[11]. Diriwayatkan oleh Ibnu Majah dalam Sunannya (II/1017) kitab al-Manaasik bab asy-Syurbu min Zamzam, dalam hadits ini terdapat kisah. Al-Bushiri berkata, “Sanadnya shahih, perawi-perawinya dipercaya.” Misbaahuz Zujaajah (III/34), diriwayatkan oleh ad-Daraquthni dalam Sunannya (II/288) dan al-Hakim dalam al-Mustadrak (I/472) kitab al-Manaasik dan ‘Abdurrazzaq dalam al-Mushannif (V/113).
[12]. Lihat Fat-hul Baari (X/102), lihat Shahih al-Bukhari (VI/253) kitab al-Asy-ribah bab Syurbul Barakah wal Maa-ul Barakah.
[13]. Diriwayatkan oleh ad-Daruquthni dalam Sunannya (II/228), al-Hakim dalam al-Mustadrak (I/473) kitab al-Manaasik dan ‘Abdurrazzaq dalam al-Mushannif (V/113).
[14]. Telah lalu takhrijnya.
[15]. Siyar A’lamin Nubalaa’, adz-Dzahabi (XI/212), al-Adabusy Syar’iyyah wal Manhul Mar’iyyah, Ibnu Muflih al-Hanbali (III/110).