Sunday, March 22, 2015

Sihir, Dosa Besar

Para ulama Ahli Sunnah sepakat bahwa sihir ada hakikatnya dan ada kenyataannya, meskipun kelompok Mu’tazilah dan orang-orang yang terpengaruh dengan mereka mengingkari hakikat sihir. Namun pengingkaran mereka tidak ada nilainya, karena bertentangan dangan dalil-dalil dari al-Kitab, as-Sunnah, serta ijma’ ulama Ahlis-Sunnah. 

Walaupun sihir ada kenyataannya, tetapi bukan berarti hukumnya boleh di dalam syari’at Islam, karena sesungguhnya sihir itu termasuk perbuatan dosa besar dengan ijma’ (kesepakatan) ulama. Mempelajari, mengajarkan, melakukan, atau minta disihirkan, semua terlarang. Namun banyak umat Islam yang belum mengetahui hakikat sihir. Dan pada kali ini kami ingin menyampaikan penjelasan seputar sihir sehingga kita memahami dan dapat menjauhinya.

SIHIR MERUPAKAN KEKAFIRAN
Mempelajari sihir dan mengamalkannya merupakan dosa besar, bahkan merupakan kekafiran. Dan pada hakikatnya sihir tidak akan terjadi kecuali dengan peribadahan kepada setan. Allâh Ta’ala berfirman:

وَاتَّبَعُوا مَا تَتْلُو الشَّيَاطِينُ عَلَىٰ مُلْكِ سُلَيْمَانَ ۖ وَمَا كَفَرَ سُلَيْمَانُ وَلَٰكِنَّ الشَّيَاطِينَ كَفَرُوا يُعَلِّمُونَ النَّاسَ السِّحْرَ وَمَا أُنْزِلَ عَلَى الْمَلَكَيْنِ بِبَابِلَ هَارُوتَ وَمَارُوتَ ۚ وَمَا يُعَلِّمَانِ مِنْ أَحَدٍ حَتَّىٰ يَقُولَا إِنَّمَا نَحْنُ فِتْنَةٌ فَلَا تَكْفُرْ 

Dan mereka mengikuti apa yang dibaca oleh setan-setan pada masa kerajaan Sulaiman (dan mereka mengatakan bahwa Sulaiman itu mengerjakan sihir), padahal Sulaiman tidak kafir (mengerjakan sihir), hanya setan-setan itulah yang kafir (mengerjakan sihir). Mereka mengajarkan sihir kepada manusia dan apa yang diturunkan kepada dua orang malaikat di Negeri Babil, yaiu Harut dan Marut, sedangkan keduanya tidak mengajarkan (sesuatu) kepada seorangpun sebelum mengatakan: "Sesungguhnya kami hanya cobaan (bagimu), sebab itu janganlah kamu kafir". [al-Baqarah/2:102].

TUJUH DOSA YANG MEMBINASAKAN
Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah melarang umatnya dari perbuatan sihir dan memberitakan bahwa sihir termasuk tujuh perbuatan yang menghancurkan. Sebagaimana disebutkan di dalam hadits:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ اجْتَنِبُوا السَّبْعَ الْمُوبِقَاتِ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَمَا هُنَّ قَالَ الشِّرْكُ بِاللَّهِ وَالسِّحْرُ وَقَتْلُ النَّفْسِ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلَّا بِالْحَقِّ وَأَكْلُ الرِّبَا وَأَكْلُ مَالِ الْيَتِيمِ وَالتَّوَلِّي يَوْمَ الزَّحْفِ وَقَذْفُ الْمُحْصَنَاتِ الْمُؤْمِنَاتِ الْغَافِلَاتِ

Dari Abu Hurairah, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam , beliau bersabda: “Jauhilah tujuh (dosa) yang membinasakan!” Mereka (para sahabat) bertanya: “Wahai, Rasûlullâh, apakah itu?” Beliau menjawab: “Syirik kepada Allâh, sihir, membunuh jiwa yang Allâh haramkan kecuali dengan haq, memakan riba, memakan harta anak yatim, berpaling dari perang yang berkecamuk, menuduh zina terhadap wanita-wanita merdeka yang menjaga kehormatan, yang beriman, dan yang bersih dari zina”. [Hadits shahîh riwayat Bukhari, no. 3456; Muslim, no. 2669].

HUKUM PELAKU SIHIR
Pelaku sihir berhak dijatuhi hukuman mati oleh penguasa, jika memang terbukti kesalahannya.

Diriwayatkan dari 'Amr bin Dinar, bahwa ia mendengar dari Bajalah berkata ‘Amr bin Aus dan Abusy Sya’tsa:

كُنْتُ كَاتِبًا لِجَزْءِ بْنِ مُعَاوِيَةَ عَمِّ الْأَحْنَفِ بْنِ قَيْسٍ إِذْ جَاءَنَا كِتَابُ عُمَرَ قَبْلَ مَوْتِهِ بِسَنَةٍ اقْتُلُوا كُلَّ سَاحِرٍ

"Aku adalah penulis (sekertaris) Jaz bin Mu’awiyah, paman al-Ahnaf bin Qais, ketika datang kepada kami surat Umar (bin Khaththab) setahun sebelum wafatnya, (yang isinya), 'Bunuhlah tukang sihir laki-laki maupun perempuan'." [HR Abu Dawud, 3043; Ahmad, I/190-191; dan Baihaqi, VIII/136].

Setelah penjelasan ini, maka kita perlu mengetahui hakikat sihir itu.

MAKNA SIHIR
Secara bahasa Arab, sihir artinya: sesuatu yang samar atau tersembunyi sebabnya. Sedangkan secara istilah syara’, maka para ulama memberikan definisi yang berbeda-beda, namun hakikatnya sama.

Ibnu Abidin rahimahullah mendefinisikan sihir dengan pernyataannya: “Ilmu yang dapat menghasilkan kemampuan jiwa untuk melakukan perkara-perkara yang aneh karena sebab-sebab yang tersembunyi”.[1] 

Ibnu Qudamah rahimahullah berkata: “Sihir adalah ikatan-ikatan tali dan mantra-mantra yang diucapkan atau ditulis oleh pelaku (tukang) sihir, atau pelaku (tukang) sihir melakukan sesuatu yang ia gunakan sebagai sarana permintaan tolong kepada setan untuk menyakiti orang yang disihir, mempengaruhi badannya, atau hatinya, atau akalnya, dengan tanpa berhubungan langsung dengannya”.[2] 

At-Tahânawi rahimahullah berkata: “Sihir adalah mendatangkan sesuatu yang luar biasa pada waktu melakukan perkataan atau perbuatan yang diharamkan di dalam syari’at, Allâh Ta’ala menjalankan hukumnya dengan terjadinya sesuatu yang luar biasa itu pada waktu melakukan hal tersebut pada awalnya”[3]. 

Adapun menurut al-Alûsi rahimahullah : 
Yang dimaksudkan dengan sihir adalah perkara aneh yang menyerupai perkara luar biasa, padahal bukan perkara luar biasa karena dapat dipelajari. Untuk mendapatkannya ialah dengan mendekatkan diri kepada setan dengan cara melakukan perkara-perkara keji (buruk), yang berupa perkataan seperti mantra-mantra yang di dalamnya terdapat kata-kata syirik, pujian kepada setan dan kekuasaan setan, dan berupa perbuatan, seperti beribadah kepada bintang-bintang, menekuni kejahatan, dan seluruh kefasikan, dan berupa keyakinan, seperti anggapan baik terhadap perkara yang mendekatkan diri kepada setan dan kecintaannya kepada setan. 

Sihir itu tidaklah berjalan dengan baik kecuali dengan apa yang bersesuaian dengan setan dalam hal keburukan dan kekejian jiwa, karena saling sesuai merupakan syarat saling mendekat dan membantu. Sebagaimana para malaikat tidak akan membantu kecuali kepada orang-orang yang baik, yang menyerupai para malaikat dalam menekuni ibadah dan mendekatkan diri kepada Allâh Ta’ala dengan perkataan dan perbuatan; demikian pula setan tidak akan membantu kecuali kepada orang-orang yang jahat, yang menyerupai mereka dalam kekejian dan keburukan, yang berupa perkataan, perbuatan, dan keyakinan. Dengan ini tukang sihir berbeda dengan nabi dan wali.[4] 

MACAM-MACAM SIHIR
Untuk melengkapi masalah sihir ini, kita juga perlu mengetahui macam-macam sihir yang ada.

1. Sihir Hakiki : Yaitu sihir yang ada kenyataannya, seperti sihir yang mempengaruhi badan, sehingga menjadikan sakit, atau membunuh (inilah yang disebut dengan tenung, santet, teluh, dan semacamnya, Pen.) atau memisahkan dua orang yang saling mencintai (ini disebut shar, Pen.), atau mengumpulkan dua orang yang saling membenci (ini disebut dengan ‘ath-f, aji pengasihan, pelet, dan semacamnya).

Sihir hakiki ini ada dua macam, yaitu: (1) sihir yang terjadi dengan niat tukang sihir, dan (2) sihir yang terjadi dengan alat (semacam benda-benda yang telah diberi mantra atau rajah). 

2. Sihir Takh-yili : Yaitu tukang sihir menggunakan kekuatan daya khayalnya, lalu ia menggambarkan khayalan-khayalan, atau tiruan-tiruan, atau bentuk-bentuk, lalu ia tampilkan kepada indra orang-orang yang melihat, sehingga orang-orang yang melihat seolah-olah melihatnya ada pada kenyataan, padahal itu tidak ada. 

Demikian ini yang disebut dengan hipnotis, atau semacamnya. Seperti tukang sihir yang memperlihatkan taman-taman, sungai-sungai, istana-istana, padahal itu semua tidak ada; itu hanyalah khayalan pada pandangan mata. Atau seperti tukang sihir yang menikam dirinya dengan pedang, atau memakan api, atau berjalan di atas api, namun hal itu tidak berbekas padanya. Ini semua hanyalah khayalan. Atau seseorang datang dengan membawa kertas biasa, lalu ia menyihir orang lain, sehingga orang lain tersebut melihat kertas itu sebagai uang kertas. Atau ia membawa besi, tetapi orang yang disihir melihatnya sebagai emas. Atau ia membawa belalang, tetapi orang yang disihir melihatnya sebagai kambing. Dan setelah orang itu pergi, barang-barang itu kembali seperti semula. Ini semua merupakan sihir takh-yili.

3. Sihir Majazi :Yaitu kejadian yang samar sebabnya karena dilakukan dengan kecepatan gerakan tangan, atau muslihat ilmiah, atau kedustaan, atau penemuan-penemuan yang diketahui oleh tukang sihir itu sebelum orang-orang lain. Inilah yang disebut dengan sulap, atau semacamnya. Demikian juga namimah, bayan (penjelasan), dan semacamnya termasuk sihir majazi. Yakni disebut sihir karena pengaruhnya seperti sihir, tetapi hukumnya bukan sihir di dalam syari’at. 

Wallâhu a’lam.

CATATAN
Yang perlu diketahui, bahwa istilah sihir di dalam syari’at adalah sihir yang pelakunya meminta pertolongan kepada setan. 

Syaikh Umar Sulaiman al-Asyqar rahimahullah berkata: 
Sesungguhnya sihir hakiki adalah sihir yang pelakunya meminta pertolongan kepada setan. Rabb kita -Yang ilmu-Nya meliputi segala sesuatu- telah memberitakan bahwa setan-setan itu yang mengajarkan sihir... (surat al-Baqarah/2 ayat 102). Dan telah mutawatir berita-berita dari orang-orang yang menyelidiki keadaan-keadaan sihir dan tukang sihir yang menetapkan hubungan tukang-tukang sihir dengan setan. 

Para tukang sihir mendekatkan diri kepada setan dengan apa yang mereka sukai, yang berupa kepercayaan-kepercayaan rusak, perbuatan-perbuatan sesat, memakan barang-barang haram dan buruk. Lalu setan menolong mereka terhadap tujuan-tujuan mereka. Oleh karena itu, para cerdik dari ulama kita mendefinisikan sihir dengan: “perbuatan untuk mendekatkan diri kepada setan dan (terjadi) dengan pertolongan setan. Perkara itu semua merupakan hakikat sihir.[5] 

Wallâhul-Musta’an. 

Rujukan: 
1.Kitab ‘Alamus-Sihri wasy-Sya’wadzah, karya Syaikh Umar Sulaiman al-Asyqar.
2. Sihru wasy-Sya’wadzah wa Atsaruhuma ‘alal-Fardi wal-Mujtama’, karya Syaikh Shâlih bin Fauzan al-Fauzan, dan lain-lain.

Oleh Ustadz Abu Isma’il Muslim al-Atsari

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 03-04/Tahun XVII/1434H/2013M.]
________
Footnote
[1]. Hasyiyah, 1/44, dinukil dari ‘Alamus-Sihri wasy-Sya’wadzah, hlm. 71.
[2]. Al-Mughni, 8/150, dinukil dari ‘Alamus-Sihri wasy-Sya’wadzah, hlm. 73.
[3]. Kasyâf Istilahâtil-Funûn, hlm. 152, dinukil dari ‘Alamus-Sihri wasy-Sya’wadzah, hlm. 73.
[4]. Kitab Tafsir Ruhul-Ma’ani, 1/338, dinukil dari ‘Alamus-Sihri wasy-Sya’wadzah, hlm. 152-153.
[5]. Kitab ‘Alamus-Sihri wasy-Sya’wadzah, hlm. 152.