Tuesday, November 15, 2011

Syarat Syahadat Laa Ilaaha Illallah


Kalimat Lâ ilâha illallâh merupakan fondasi agama Islam yang pertama. Kalimat tauhid ini akan bermanfaat bagi orang yang mengikrarkannya dengan 7 syarat yang telah dijelaskan oleh para Ulama, berdasarkan nash-nash al-Qur’ân dan as-Sunnah (al-Hadits). Apabila 7 syarat tersebut terpenuhi, maka kalimat tauhid itu akan bermanfaat di dunia dan di akhirat bagi orang yang mengucapkannya. Diantara manfaatnya adalah ia akan menjadi salah satu sebab masuk surga dan selamat dari neraka.
Tujuh syarat ini dikumpulkan oleh Syaikh Hafizh bin Ahmad al-Hakami (wafat 1377 H) dalam sya’irnya yang berjudul Sullamul Wushûl ilaa ‘Ilmil Ushûl:
اَلْعِلْمُ وَالْيَقِيْنُ وَالْقَبُوْلُ                                   وَالْإِنْقِيَادُ فَادْرِ مَا أَقُوْلُ
اَلصِّدْقُ وَالْإِخْلاَصُ وَالْمَحَبَّةُ                             وَفَّقَكَ اللهُ لِمَا أَحَبَّهُ
Ilmu, yaqin, dan menerima               
Serta tunduk, maka ketahuilah yang aku katakan!
Kebenaran (kejujuran), ikhlas, dan cinta
Semoga Allâh membimbingmu kepada apa yang Dia cintai
Oleh karena itu, setiap hamba wajib mengetahui dan memenuhi tujuh syarat Lâ ilâha illallâh ini. Memenuhi syarat-syaratnya, bukanlah sekedar menghitung dan menghafalnya, akan tetapi dengan mewujudkan syarat-syarat itu dalam dirinya, menjaganya dan tidak merusaknya.
Tujuh syarat tersebut adalah.
Ilmu yang menghilangkan kebodohan
Yaitu mengetahui dengan baik makna Lâ ilâha illallâh, serta mengetahui apa yang ditiadakan dan apa yang ditetapkan oleh kalimat ini.
Allâh Azza wa Jalla berfirman:
فَاعْلَمْ أَنَّهُ لَا إِلَٰهَ إِلَّا اللَّهُ
Maka ketahuilah, bahwa tidak ada Ilah (Yang Haq) melainkan Allâh. [Muhammad/47: 19]
Jadi, orang yang bersyahadat Lâ ilâha illallâh harus mengetahui dengan hati mereka apa yang diucapkan oleh lidah mereka. Jika seseorang mengucapkannya, dengan tanpa mengetahui maknanya, maka kalimat itu tidak bermanfaat baginya, karena dia tidak meyakini apa kandungannya.  (Lihat kitab Muqarrar Tauhid li Shaffil Awwal al-‘Ali, 1/52)
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ مَاتَ وَهُوَ يَعْلَمُ أَنَّهُ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ دَخَلَ الْجَنَّةَ
Barangsiapa mati, dan dia mengetahui bahwa: Lâ ilâha illallâh, dia pasti masuk surga. [HR. Muslim, no. 26]
Yakin, Tanpa Ada Keraguan Sedikitpun
Yaitu orang yang bersyahadat itu benar-benar meyakini kandungan kalimat Lâ ilâha illallâh, tidak ragu sedikitpun. Karena iman itu harus dibangun di atas keyakinan, bukan persangkaan, apalagi keraguan.
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan Abu Hurairah Radhiyallahu anhu dengan sabda Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam :
اذْهَبْ بِنَعْلَيَّ هَاتَيْنِ فَمَنْ لَقِيتَ مِنْ وَرَاءِ هَذَا الْحَائِطِ يَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ مُسْتَيْقِنًا بِهَا قَلْبُهُ فَبَشِّرْهُ بِالْجَنَّةِ
Pergilah dengan kedua sandalku ini, siapa saja yang engkau temui di balik dinding ini, dia bersyahadat Lâ ilâha illallâh dengan  hati yang meyakini kalimat ini, maka berilah kabar gembira dengan surga. [HR. Muslim, no. 46]
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda:
أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَنِّي رَسُولُ اللَّهِ لَا يَلْقَى اللَّهَ بِهِمَا عَبْدٌ غَيْرَ شَاكٍّ فِيهِمَا إِلَّا دَخَلَ الْجَنَّةَ
Aku bersaksi bahwa tidak ada yang berhak diibadahi kecuali Allâh, dan bahwa aku adalah utusan Allâh, tidaklah seorang hamba bertemu dengan Allâh dengan membawa kedua (kalimat ini) dalam tidak ragu-ragu dengan kedua (kalimat ini), kecuali dia masuk surga. [HR. Muslim, no. 27, dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu]
Adapun orang yang ragu-ragu terhadap kalimat ini, dialah orang munafik. Allâh Azza wa Jalla berfirman:
إِنَّمَا يَسْتَأْذِنُكَ الَّذِينَ لَا يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَارْتَابَتْ قُلُوبُهُمْ فَهُمْ فِي رَيْبِهِمْ يَتَرَدَّدُونَ
Sesungguhnya yang meminta izin kepadamu, hanyalah orang-orang yang tidak beriman kepada Allâh dan hari kemudian, dan hati mereka ragu-ragu, karena itu mereka selalu bimbang dalam keragu-raguannya. [At-Taubah/9:45]
Menerima, Tidak Menolak
Yaitu menerima dengan penuh pasrah, tanpa menolak dan bersombong terhadap kalimat Lâ ilâha illallâh sebagaimana sikap orang-orang kafir. Allâh Azza wa Jalla berfirman:
إِنَّهُمْ كَانُوا إِذَا قِيلَ لَهُمْ لَا إِلَٰهَ إِلَّا اللَّهُ يَسْتَكْبِرُونَ ﴿٣٥﴾ وَيَقُولُونَ أَئِنَّا لَتَارِكُو آلِهَتِنَا لِشَاعِرٍ مَجْنُونٍ
Sesungguhnya mereka (penduduk neraka) dahulu (di dunia) apabila dikatakan kepada mereka: “Lâ ilâha illallâh” (Tiada Ilah yang berhak diibadahi kecuali Allâh) mereka menyombongkan diri.
dan mereka berkata,”Apakah sesungguhnya kami harus meninggalkan sesembahan-sesembahan kami karena seorang penyair gila?” [Shoffaat/37: 35-36]
Patuh, Tidak Meninggalkan Kandungannya
Allâh Azza wa Jalla berfirman:
وَمَنْ يُسْلِمْ وَجْهَهُ إِلَى اللَّهِ وَهُوَ مُحْسِنٌ فَقَدِ اسْتَمْسَكَ بِالْعُرْوَةِ الْوُثْقَىٰ
Dan barangsiapa yang menyerahkan dirinya kepada Allâh, sedang dia orang yang berbuat kebaikan, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang kokoh.  [Luqman/31: 22]
Yang dimaksud dengan buhul tali yang kokoh adalah Lâ ilâha illallâh, sebagaimana penjelasan para Ulama.
Inilah sikap orang beriman: tunduk dan patuh kepada Rabb, Penguasanya. Allâh Azza wa Jalla berfirman:
وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ وَلَا مُؤْمِنَةٍ إِذَا قَضَى اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَمْرًا أَنْ يَكُونَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ مِنْ أَمْرِهِمْ ۗ وَمَنْ يَعْصِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ ضَلَّ ضَلَالًا مُبِينًا
Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mu’min dan tidak (pula) bagi perempuan yang mu’min, apabila Allâh dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barang siapa mendurhakai Allâh dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata. [Al-Ahzab/33: 36]
Benar, Jujur, Tidak Bohong
Yaitu seseorang yang mengucapkan kalimat Lâ ilâha illallâh dengan lidahnya benar-benar sesuai dengan isi hatinya. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَا مِنْ أَحَدٍ يَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ صِدْقًا مِنْ قَلْبِهِ إِلَّا حَرَّمَهُ اللَّهُ عَلَى النَّارِ
Tidak ada seorangpun yang bersyahadat Lâ ilâha illallâh dan Muhammad adalah utusan Allâh dengan benar dari hatinya kecuali Allâh mengharamkan neraka atasnya”. [HR. Al-Bukhâri, no.128; Muslim no.32,  dari Mu’adz bin Jabal Radhiyallahu anhu]
Dalam hadits ini Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menetapkan syarat selamat dari neraka dengan bersyahadat yang benar dari hatinya, tidak sekedar mengucapkan dengan lidah tapi tidak sesuai dengan hatinya. Oleh karena itu, orang-orang yang mengucapkan hanya dengan lidah saja adalah orang munafik. Allâh Azza wa Jalla berfirman:
وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَقُولُ آمَنَّا بِاللَّهِ وَبِالْيَوْمِ الْآخِرِ وَمَا هُمْ بِمُؤْمِنِينَ
Di antara manusia ada yang mengatakan, “Kami beriman kepada Allâh dan Hari Kemudian,” padahal mereka itu sesungguhnya bukan orang-orang yang beriman. [Al-Baqoroh/2: 8]
Ikhlas yang menghilangkan kesyirikan
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
فَإِنَّ اللَّهَ قَدْ حَرَّمَ عَلَى النَّارِ مَنْ قَالَ  لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ يَبْتَغِي بِذَلِكَ وَجْهَ اللَّهِ
Sesungguhnya Allâh mengharamkan neraka atas orang yang mengucapkan Lâ ilâha illallâh, dia mencari wajah Allâh dengan (perkataan) nya.” [HR. Al-Bukhâri, no.425, 667, 686, 6423, 7938; Muslim, no. 33, 657 dari ‘Itban bin Mâlik Radhiyallahu anhu]
Oleh karena itu, orang yang mengikrarkan kalimat Lâ ilâha illallâh wajib meninggalkan segala bentuk kesyirikan. Karena dengan syirik, amal shalih sebanyak apapun akan gugur sia-sia. Allâh Azza wa Jalla berfirman:
وَلَقَدْ أُوحِيَ إِلَيْكَ وَإِلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكَ لَئِنْ أَشْرَكْتَ لَيَحْبَطَنَّ عَمَلُكَ وَلَتَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ
Dan sesungguhnya telah diwahyukan kepadamu dan kepada (nabi-nabi) sebelummu, “Jika kamu mempersekutukan (Allâh), niscaya akan hapus amalmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi. [Az-Zumar/39: 65]
Cinta yang menghapus kebencian
Orang yang bersyahadat wajib mencintai kalimat Lâ ilâha illallâh, kandungannya, tuntutannya, mencintai orang-orang yang mengamalkannya serta membenci apa-apa yang bertentangan dengannya. Allâh Azza wa Jalla berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا مَنْ يَرْتَدَّ مِنْكُمْ عَنْ دِينِهِ فَسَوْفَ يَأْتِي اللَّهُ بِقَوْمٍ يُحِبُّهُمْ وَيُحِبُّونَهُ أَذِلَّةٍ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ أَعِزَّةٍ عَلَى الْكَافِرِينَ يُجَاهِدُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَلَا يَخَافُونَ لَوْمَةَ لَائِمٍ ۚ ذَٰلِكَ فَضْلُ اللَّهِ يُؤْتِيهِ مَنْ يَشَاءُ ۚ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ
Hai orang-orang yang beriman, barangsiapa di antara kamu yang mutad dari agamanya, maka kelak Allâh akan mendatangkan suatu kaum yang Allâh mencintai mereka dan merekapun mencintai-Nya, yang bersikap lemah-lembut terhadap orang-orang mu’min, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad dijalan Allâh, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela. Itulah karunia Allâh, diberikan-Nya kepada siap yang dihendaki-Nya, dan Allâh Maha Luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui. [Al-Mâidah/5:54]
Barangsiapa membenci kandungan Lâ ilâha illallâh atau apa saja yang diturunkan oleh Allâh Azza wa Jalla , berarti dia termasuk orang-orang kafir dan semua amal kebaikannya gugur. Allâh Azza wa Jalla berfirman:
وَالَّذِينَ كَفَرُوا فَتَعْسًا لَهُمْ وَأَضَلَّ أَعْمَالَهُمْ ﴿٨﴾ ذَٰلِكَ بِأَنَّهُمْ كَرِهُوا مَا أَنْزَلَ اللَّهُ فَأَحْبَطَ أَعْمَالَهُمْ
Dan orang-orang yang kafir maka kecelakaanlah bagi mereka dan Allâh menghapus amal-amal mereka. Yang demikian itu adalah karena sesungguhnya mereka benci kepada apa yang diturunkan Allâh (al-Qur’an) lalu Allâh menghapuskan (pahala-pahala) amal-amal mereka. [Muhammad/47: 8-9]
Inilah tujuh syarat Lâ ilâha illallâh. Semoga Allâh Azza wa Jalla akan mengumpulkan kita semua dalam surga-Nya yang kekal. Aamiin.
Oleh Ustadz  Abu Isma’il Muslim al-Atsari
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 10/Tahun XIX/1437H/2016M.]
==========================
Setiap ibadah memiliki rukun dan syarat yang harus dipenuhi agar ibadah tersebut sah. Seseorang yang hendak sholat tentu akan berwudhu terlebih dahulu, karena suci adalah syarat sah sholat. Begitu pula ibadah yang lain seperti haji, puasa dan zakat juga memiliki rukun-rukun dan syarat yang tidak boleh tidak harus dipenuhi. Segala sesuatu yang harus dipenuhi sebelum mengerjakan sesuatu yang lain disebut syarat. Lalu bagaimana pula dengan mengucapkan kalimat Laa Ilaaha Illalloh? Tidak diragukan lagi bahwa syahadat adalah setinggi-tingginya derajat keimanan dan rukun islam yang paling utama. Di sana ada syarat-syarat yang harus dipenuhi agar kalimat Laa Ilaaha Illalloh yang kita ucapkan dianggap sah.
Para ulama menjelaskan bahwa syahadat Laa Ilaaha Illalloh memiliki delapan syarat:
1. Ilmu
Sebuah pengakuan tidak dianggap kecuali dengan ilmu. Oleh karena itu, wajib bagi kita untuk mengucapkan kalimat syahadat ini dengan mengilmui makna dari kalimat tersebut. Alloh berfirman, “Dan sembahan-sembahan yang mereka sembah selain Alloh tidak dapat memberi syafa’at; akan tetapi (orang yang dapat memberi syafa’at ialah) orang yang mengakui yang hak (tauhid) dan mereka meyakini(nya).” (Az Zukhruf: 86). Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa mati dalam keadaan mengilmui Laa Ilaaha Illalloh pasti masuk surga.” (HR. Al Bukhori dan Muslim). Dan makna yang benar dari kalimat Laa Ilaaha Illalloh yaitu tidak ada sesembahan yang haq melainkan Alloh Ta’ala.
2. Yakin
Yakin adalah tidak ragu-ragu dengan kebenaran maknanya sehingga tidak mudah terombang-ambing oleh berbagai cobaan. Alloh berfirman, “Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu hanyalah orang-orang yang percaya (beriman) kepada Alloh dan Rasul-Nya, kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjuang (berjihad) dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Alloh. Mereka itulah orang-orang yang benar.” (Al Hujurat: 15)
Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang engkau jumpai dari balik dinding ini dia bersaksi Laa Ilaaha Illalloh dengan keyakinan hatinya sampaikanlah kabar gembira untuknya bahwa dia masuk surga.”(HR. Muslim)
3. Menerima
Alloh menceritakan keadaan orang kafir Quraisy yang tidak menerima dakwah Nabi Muhammad dalam firman-Nya, “Sesungguhnya mereka dahulu apabila dikatakan kepada mereka: ‘Laa ilaaha Illalloh’ (Tiada Tuhan yang berhak disembah melainkan Alloh) mereka menyombongkan diri. Dan mereka berkata: ‘Apakah sesungguhnya kami harus meninggalkan sembahan-sembahan kami karena seorang penyair gila?’.” (As Shoffat: 35-36)
Sombong adalah menolak kebenaran dan meremehkan manusia. Inilah sifat orang kafir, tidak menerima kebenaran kalimat Laa ilaaha Illalloh. Sungguh hanya Alloh lah yang berhak disembah dan diibadahi.
4. Tunduk
Maksudnya yaitu melaksanakan konsekuensinya lahir dan batin. Alloh berfirman, “Dan barangsiapa yang menyerahkan dirinya kepada Alloh, sedang dia orang yang berbuat kebaikan, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang kokoh. Dan hanya kepada Alloh-lah kesudahan segala urusan.” (Luqman: 22)
Nabi bersabda, “Tidaklah sempurna iman kalian sehingga hawa nafsunya tunduk mengikuti ajaranku.” (HR. Thabrani)
5. Jujur
Alloh berfirman, “Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: ‘Kami telah beriman’, sedang mereka tidak diuji lagi? Dan sesungguhnya kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Alloh mengetahui orang-orang yang benar (jujur) dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta.” (Al ‘Ankabut: 2-3)
Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tak seorang pun bersaksi Laa Ilaaha Illalloh dan Muhammad hamba Alloh dan rasul-Nya dengan kejujuran hati kecuali Alloh mengharamkan neraka untuk menyentuhnya.”(HR. Al Bukhori dan Muslim)
Betapa kejujuran menjadi syarat sahnya syahadat. Lihatlah bagaimana syahadat orang munafik ditolak oleh Alloh karena tidak jujur. Sebagaimana firman-Nya, “Apabila orang-orang munafik datang kepadamu, mereka berkata: ‘Kami mengakui, bahwa sesungguhnya kamu benar-benar Rasul Alloh.’ Dan Alloh mengetahui bahwa sesungguhnya kamu benar-benar Rasul-Nya; dan Alloh mengetahui bahwa sesungguhnya orang-orang munafik itu benar-benar orang pendusta.” (Al Munafiqun: 1)
6. Ikhlas
Ikhlas hakikatnya mengharapkan balasan dari Alloh saja, tidak kepada selain-Nya. Alloh berfirman,“Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Alloh dengan mengikhlaskan keta’atan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus, dan supaya mereka mendirikan sholat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus.” (Al Bayyinah: 5)
Apa yang dimaksud dengan ikhlas?
Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sungguh Alloh mengharamkan bagi neraka menyentuh orang yang mengatakan Laa Ilaaha Illalloh karena semata-mata mencari wajah Alloh.” (HR. Al Bukhori dan Muslim)
7. Cinta
Alloh berfirman, “Dan di antara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Alloh; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Alloh. Adapun orang-orang yang beriman sangat cinta kepada Alloh. Dan jika seandainya orang-orang yang berbuat zalim itu mengetahui ketika mereka melihat siksa (pada hari kiamat), bahwa kekuatan itu kepunyaan Alloh semuanya dan bahwa Alloh amat berat siksaan-Nya (niscaya mereka menyesal).” (Al Baqoroh: 165)
Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Ada tiga hal barangsiapa memilikinya pasti akan merasakan kelezatan iman: Alloh dan rasul-Nya lebih dia cintai dibanding selain keduanya, dia mencintai seseorang karena Alloh, dan dia benci untuk kembali kafir sebagaimana kebenciannya jika dilempar ke dalam api.” (HR. Al Bukhori dan Muslim)
8. Mengingkari peribadatan kepada Thoghut.
Thoghut adalah segala sesuatu selain Alloh yang ridho disembah/diibadahi. Alloh berfirman, “Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada Thoghut dan beriman kepada Alloh, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Alloh Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (Al Baqoroh: 256)
Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa mengucapkan Laa Ilaaha Illalloh dan mengingkari sesembahan selain Alloh, haramlah harta dan darahnya sedang perhitungannya adalah terserah kepada Alloh Azza Wa Jalla.” (HR. Muslim)
Perlu diperhatikan, syarat-syarat ini tidak bermanfaat sama sekali jika sekedar dihafalkan, tanpa diamalkan. apakah kita sudah mengevaluasi syahadat kita? Sudahkah terpenuhi delapan syarat ini dalam syahadat Laa Ilaaha Illalloh yang kita ikrarkan? Belum terlambat. Berbenahlah! Semoga kita bertemu dengan Alloh sebagai seorang yang bertauhid, bukan sebagai seorang musyrik. Wal ‘iyaadzu billah.
***
Penulis: Nurdin Abu Yazid