Mensyukuri
Nikmat Allah
Firman Allah Ta’ala,
وَلَئِنْ أَذَقْنَاهُ رَحْمَةً مِّنَّا مِن بَعْدِ
ضَرَّاء مَسَّتْهُ لَيَقُولَنَّ هَذَا لِي
“Dan jika Kami merasakan kepadanya sesuatu
rahmat dari Kami setelah Dia ditimpa kesusahan, pastilah Dia berkata, "Ini
adalah hakku.” (Qs. Fushshilat: 50)
Mujahid berkata, “Maksudnya dengan berkata,
“Ini adalah jerih payahku, dan akulah yang berhak memilikinya.”
Ibnu Abbas berkata, “Maksudnya mengatakan,
“Ini adalah dari diriku sendiri.”
Firman Allah Ta’ala,
قَالَ إِنَّمَا أُوتِيتُهُ عَلَى عِلْمٍ عِندِي
Karun berkata, "Sesungguhnya aku hanya
diberi harta itu, karena ilmu yang ada padaku." (Qs. Al Qashash: 78)
Qatadah berkata, “Maksudya karena
pengetahuanku tentang berbagai cara usaha.”
Yang lain berpendapat, “Maksudnya karena
Allah mengetahui bahwa diriku layak menerima harta kekayaan itu.”
Inilah maknya pernyataan Mujahid, bahwa aku
diberi kekayaan itu karena kemuliaanku.
**********
Penjelasan:
Surah
Fushshilat ayat 50 lengkapnya adalah,
وَلَئِنْ أَذَقْنَاهُ رَحْمَةً مِنَّا مِنْ بَعْدِ
ضَرَّاءَ مَسَّتْهُ لَيَقُولَنَّ هَذَا لِي وَمَا أَظُنُّ السَّاعَةَ قَائِمَةً وَلَئِنْ
رُجِعْتُ إِلَى رَبِّي إِنَّ لِي عِنْدَهُ لَلْحُسْنَى فَلَنُنَبِّئَنَّ الَّذِينَ
كَفَرُوا بِمَا عَمِلُوا وَلَنُذِيقَنَّهُمْ مِنْ عَذَابٍ غَلِيظٍ
“Dan
jika Kami merasakan kepadanya sesuatu rahmat dari Kami sesudah dia ditimpa
kesusahan, pastilah dia berkata, "Ini adalah hakku, dan aku tidak yakin
bahwa hari Kiamat itu akan datang. dan jika aku dikembalikan kepada Tuhanku,
maka sesungguhnya aku akan memperoleh kebaikan pada sisi-Nya." Maka Kami
benar-benar akan memberitakan kepada orang-orang kafir apa yang telah mereka
kerjakan dan akan Kami rasakan kepada mereka azab yang keras.”
(Qs. Fushshilat: 50)
Dalam
ayat di atas, Allah Ta’ala memberitahukan tentang keadaan sebagian manusia yang
ketika mendapatkan kesulitan kembali kepada Allah dan berdoa kepada-Nya, tetapi
ketika keadaannya lapang, maka sikapnya pun berubah, ia mengingkari nikmat
Allah kepadanya dan berpaling dari sikap syukur, ia menyangka bahwa nikmat yang
diperolehnya karena usaha kerasnya, kecerdasannya, dan karena kemampuannya. Di
samping itu, ia juga mengingkari hari Kiamat dan menyatakan, bahwa kalau pun
Kiamat datang, maka ia akan mendapatkan kenikmatan yang lebih baik lagi karena
merasa dirinya berhak memperoleh hal itu, maka Allah membantahnya dan
memberikan ancaman karena sikap dan tindakannya itu, dan akan memberikan kepadanya
hukuman yang keras.
Catatan:
Menyandarkan
nikmat kepada amal dan usahanya tedapat bentuk kesyirikan dalam Rububiyyah, dan
jika seseorang menyandarkan kepada Allah, akan tetapi dia menyangka bahwa
dirinya berhak mendapatkan nikmat itu, dan bahwa pemberian Allah kepadanya
bukan semata karunia-Nya, akan tetapi karena keberhakannya, maka di dalam sikap
ini terdapat sikap menyombongkan diri.
Ibnul
Qayyim rahimahullah berkata,
“Berhati-hatilah
berlebihan dalam mengucapkan ‘saya’, ‘saya memiliki’, dan ‘pada diri
saya’ karena kata-kata itu membuat Iblis, Fir’aun, dan Qarun terpedaya.
Iblis menyatakan ‘saya lebih baik daripada dia (Adam)’, Fir’aun
menyatakan ‘saya memiliki kerajaan Mesir’, sedangkan Qarun menyatakan ‘saya
diberi harta karena ilmu yang ada pada diri saya’. Kata ‘saya’ yang
terbaik diucapkan pada ucapan seorang hamba, bahwa dirinya penuh dosa,
bersalah sambil beristighar dan mengakui kesalahan, kata ‘saya memiliki’
yang terbaik diucapkan pada kalimat ‘saya memiliki dosa, kesalahan, kelemahan,
kefakiran, dan kerendahan’ sedangkan kalimat ‘pada diri saya’
diucapkan pada kalimat, “Ya Allah, ampunilah aku dalam hal yang seriusku dan
bercandaku, kesahalanku baik tidak disengaja atau disengaja, dan semua
kekurangan yang ada pada diriku.”
Kesimpulan:
1.
Wajibnya mensyukuri
nikmat Allah dan mengakui bahwa nikmat itu berasal dari-Nya.
2.
Haramnya ujub dan
tertipu oleh keadaan dirinya.
3.
Wajibnya beriman
kepada hari Kiamat.
4.
Wajibnya takut kepada
azab Allah di akhirat.
5.
Ancaman bagi orang
yang kufur kepada nikmat Allah.
**********
Dari
Abu Hurairah radhiyallahu anhu, bahwa ia mendengar Rasulullah shallallahu
alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ ثَلَاثَةً فِي بَنِي إِسْرَائِيلَ أَبْرَصَ وَأَقْرَعَ وَأَعْمَى فَأَرَادَ اللَّهُ أَنْ يَبْتَلِيَهُمْ فَبَعَثَ إِلَيْهِمْ مَلَكًا فَأَتَى الْأَبْرَصَ فَقَالَ أَيُّ شَيْءٍ أَحَبُّ إِلَيْكَ قَالَ لَوْنٌ حَسَنٌ وَجِلْدٌ حَسَنٌ وَيَذْهَبُ عَنِّي الَّذِي قَدْ قَذِرَنِي النَّاسُ قَالَ فَمَسَحَهُ فَذَهَبَ عَنْهُ قَذَرُهُ وَأُعْطِيَ لَوْنًا حَسَنًا وَجِلْدًا حَسَنًا قَالَ فَأَيُّ الْمَالِ أَحَبُّ إِلَيْكَ قَالَ الْإِبِلُ أَوْ قَالَ الْبَقَرُ شَكَّ إِسْحَقُ إِلَّا أَنَّ الْأَبْرَصَ أَوْ الْأَقْرَعَ قَالَ أَحَدُهُمَا الْإِبِلُ وَقَالَ الْآخَرُ الْبَقَرُ قَالَ فَأُعْطِيَ نَاقَةً عُشَرَاءَ فَقَالَ بَارَكَ اللَّهُ لَكَ فِيهَا قَالَ فَأَتَى الْأَقْرَعَ فَقَالَ أَيُّ شَيْءٍ أَحَبُّ إِلَيْكَ قَالَ شَعَرٌ حَسَنٌ وَيَذْهَبُ عَنِّي هَذَا الَّذِي قَدْ قَذِرَنِي النَّاسُ قَالَ فَمَسَحَهُ فَذَهَبَ عَنْهُ وَأُعْطِيَ شَعَرًا حَسَنًا قَالَ فَأَيُّ الْمَالِ أَحَبُّ إِلَيْكَ قَالَ الْبَقَرُ فَأُعْطِيَ بَقَرَةً حَامِلًا فَقَالَ بَارَكَ اللَّهُ لَكَ فِيهَا قَالَ فَأَتَى الْأَعْمَى فَقَالَ أَيُّ شَيْءٍ أَحَبُّ إِلَيْكَ قَالَ أَنْ يَرُدَّ اللَّهُ إِلَيَّ بَصَرِي فَأُبْصِرَ بِهِ النَّاسَ قَالَ فَمَسَحَهُ فَرَدَّ اللَّهُ إِلَيْهِ بَصَرَهُ قَالَ فَأَيُّ الْمَالِ أَحَبُّ إِلَيْكَ قَالَ الْغَنَمُ فَأُعْطِيَ شَاةً وَالِدًا فَأُنْتِجَ هَذَانِ وَوَلَّدَ هَذَا قَالَ فَكَانَ لِهَذَا وَادٍ مِنْ الْإِبِلِ وَلِهَذَا وَادٍ مِنْ الْبَقَرِ وَلِهَذَا وَادٍ مِنْ الْغَنَمِ قَالَ ثُمَّ إِنَّهُ أَتَى الْأَبْرَصَ فِي صُورَتِهِ وَهَيْئَتِهِ فَقَالَ رَجُلٌ مِسْكِينٌ قَدْ انْقَطَعَتْ بِيَ الْحِبَالُ فِي سَفَرِي فَلَا بَلَاغَ لِي الْيَوْمَ إِلَّا بِاللَّهِ ثُمَّ بِكَ أَسْأَلُكَ بِالَّذِي أَعْطَاكَ اللَّوْنَ الْحَسَنَ وَالْجِلْدَ الْحَسَنَ وَالْمَالَ بَعِيرًا أَتَبَلَّغُ عَلَيْهِ فِي سَفَرِي فَقَالَ الْحُقُوقُ كَثِيرَةٌ فَقَالَ لَهُ كَأَنِّي أَعْرِفُكَ أَلَمْ تَكُنْ أَبْرَصَ يَقْذَرُكَ النَّاسُ فَقِيرًا فَأَعْطَاكَ اللَّهُ فَقَالَ إِنَّمَا وَرِثْتُ هَذَا الْمَالَ كَابِرًا عَنْ كَابِرٍ فَقَالَ إِنْ كُنْتَ كَاذِبًا فَصَيَّرَكَ اللَّهُ إِلَى مَا كُنْتَ قَالَ وَأَتَى الْأَقْرَعَ فِي صُورَتِهِ فَقَالَ لَهُ مِثْلَ مَا قَالَ لِهَذَا وَرَدَّ عَلَيْهِ مِثْلَ مَا رَدَّ عَلَى هَذَا فَقَالَ إِنْ كُنْتَ كَاذِبًا فَصَيَّرَكَ اللَّهُ إِلَى مَا كُنْتَ قَالَ وَأَتَى الْأَعْمَى فِي صُورَتِهِ وَهَيْئَتِهِ فَقَالَ رَجُلٌ مِسْكِينٌ وَابْنُ سَبِيلٍ انْقَطَعَتْ بِيَ الْحِبَالُ فِي سَفَرِي فَلَا بَلَاغَ لِي الْيَوْمَ إِلَّا بِاللَّهِ ثُمَّ بِكَ أَسْأَلُكَ بِالَّذِي رَدَّ عَلَيْكَ بَصَرَكَ شَاةً أَتَبَلَّغُ بِهَا فِي سَفَرِي فَقَالَ قَدْ كُنْتُ أَعْمَى فَرَدَّ اللَّهُ إِلَيَّ بَصَرِي فَخُذْ مَا شِئْتَ وَدَعْ مَا شِئْتَ فَوَاللَّهِ لَا أَجْهَدُكَ الْيَوْمَ شَيْئًا أَخَذْتَهُ لِلَّهِ فَقَالَ أَمْسِكْ مَالَكَ فَإِنَّمَا ابْتُلِيتُمْ فَقَدْ رُضِيَ عَنْكَ وَسُخِطَ عَلَى صَاحِبَيْكَ
“Sesungguhnya
ada tiga orang Bani Isra’il, yang satu berpenyakit sopak, yang satu berkepala
botak dan yang satu lagi buta matanya. Allah hendak menguji mereka, maka Dia
kirim seorang malaikat kepada mereka. Malaikat pun mendatangi orang yang
berpenyakit sopak dan berkata, “Apa yang paling kamu sukai?” Ia menjawab,
“Warna kulit yang indah, kulit yang halus dan sesuatu yang menjijikan orang
bisa hilang dariku.” Maka malaikat itu mengusapnya dan hilanglah sesuatu yang
menjijikan itu, warna kulitnya pun indah dan kulitnya pun halus. Malaikat pun
berkata lagi, “Lalu harta apa yang paling kamu sukai?” Orang itu menjawab,
“Unta atau sapi –Ishaq perawi hadits ini ragu-ragu, apakah yang sopak
mendapatkan unta dan yang berkepala botak mendapatkan sapi.” Maka diberilah
unta yang bunting, malaikat berkata, “Baarakallahu laka fiihaa” (semoga
Allah memberimu keberkahan padanya). Kemudian malaikat ini mendatangi orang
yang berkepala botak dan berkata, “Apa yang paling kamu sukai?” Ia menjawab,
“Rambut yang bagus dan sesuatu yang menjijikan manusia bisa hilang dariku.”
Maka diusaplah dia, ternyata sesuatu yang menjijikan itu hilang dan ia diberi
rambut yang bagus, lalu malaikat berkata lagi, “Harta apa yang paling kamu
sukai?” Ia menjawab, “Sapi atau unta,” maka diberilah sapi yang bunting,
malaikat berkata, “Baarakallahu laka fiihaa” (semoga Allah memberimu
keberkahan padanya). Lalu malaikat ini mendatangi orang yang buta matanya
dan berkata, “Apa yang paling kamu sukai?” Dia menjawab, “Aku ingin Allah
mengembalikan penglihatanku agar aku dapat melihat orang-orang.” Maka diusaplah
dia olehnya (malaikat), Allah pun mengembalikan penglihatannya. Malaikat itu berkata
lagi, “Harta apa yang paling kamu sukai?” Dia menjawab, “Kambing,” maka
diberilah gambing yang bunting. Binatang-binatang dari dua orang tadi beranak
banyak, demikian pula orang yang ini (yang buta). Orang yang berpenyakit sopak
memiliki selembah unta, orang yang berkepala botak memiliki selembah sapi, dan
orang yang buta pun memiliki selembah kambing. Setelah itu, malaikat itu mendatangi orang yang pernah berpenyakit
sopak dengan rupa dan keadaan orang itu dan berkata, “(Saya) seorang yang
miskin, sebab-sebab untuk melanjutkan perjalanan telah terputus, sehingga untuk
menyambung perjalanan tidak bisa lagi kecuali dengan pertolongan Allah kemudian[i]
kamu, saya meminta kepadamu seeekor unta dengan nama Allah yang telah memberimu
warna kulit yang bagus, kulit yang halus dan unta, agar saya dapat melanjutkan
perjalanan.” Orang itu menjawab, “Hak-hak tanggunganku begitu banyak.” Lalu
malaikat berkata, “Sepertinya aku pernah mengenalmu, bukankah kamu dahulu
berpenyakit sopak yang membuat orang-orang jijik lagi seorang yang fakir, lalu
Allah ‘Azza wa Jalla memberimu harta.” Maka ia menjawab, “Sesungguhnya saya
dapatkan harta ini dari warisan nenek moyang saya.” Malaikat pun berkata, “Jika
kamu berdusta, maka Allah akan mengembalikanmu kepada keadaan semula.” Setelah
itu malaikat mendatangi orang yang pernah berkepala botak dan berkata kepadanya
seperti yang dikatakannya kepada orang yang pernah berpenyakit sopak, lalu
dijawabnya seperti yang dijawab orang yang pernah berpenyakit sopak. Malaikat
pun berkata, “Jika kamu berdusta, maka Allah akan mengembalikanmu kepada
keadaan semula.” Selanjutnya malaikat mendatangi seorang yang pernah buta dalam
rupa dan keadaannya dan berkata, “(Saya) seorang yang miskin, seorang yang
sedang melakukan perjalanan, sebab-sebab untuk melanjutkan perjalanan terputus,
sehingga untuk menyambung perjalanan tidak bisa lagi kecuali dengan pertolongan
Allah kemudian kamu, saya meminta kepadamu seeekor kambing dengan nama
Allah yang telah mengembalikan penglihatanmu.” Maka orang yang pernah buta ini
menjawab, “Dahulu, memang saya buta, Allah pun mengembalikan penglihatan saya.
Sekarang ambillah yang kamu mau dan tinggalkanlah yang kamu mau. Demi Allah,
saya tidak akan mempersulitmu untuk mengambil (apa yang kamu mau) karena
Allah.” Malaikat itu menjawab, “Jagalah hartamu, kamu sebenarnya sedang diuji,
Allah telah ridha kepadamu dan murka kepada kedua temanmu.” (HR. Bukhari dan
Muslim)
**********
Penjelasan:
Hadits di atas disebutkan dalam Shahih
Bukhari no. 3464 dan Shahih Muslim no.2964.
Dalam hadits di atas, Nabi shallallahu alaihi
wa sallam menceritakan tentang tiga orang yang sebelumnya mendapatkan musibah
pada badan dan kekurangan pada hartanya, lalu Allah hendak menguji mereka, maka
Dia hilangkan musibah yang mereka alami dan Dia limpahkan harta kepada mereka,
lalu Dia utus seorang malaikat dengan keadaan yang sesuai dengan masing-masing
mereka sambil meminta sesuatu dari mereka. Ketika itulah tampak jelas keadaan
mereka. Dua orang dari mereka kufur kepada nikmat Allah sehingga mendapatkan
kemurkaan-Nya, sedangkan yang seorang bersyukur, ia akui nikmat Allah dan
menyandarkan kepada-Nya, ia pun memenuhi hak Allah pada hartanya sehingga ia
mendapatkan keridhaan Allah Azza wa Jalla.
Dalam hadits di atas diterangkan keadaan
orang yang bersyukur dan keadaan orang yang kufur.
Syukur meliputi mengakui bahwa semua nikmat
berasal dari Allah, memuji dan menyebut nama-Nya, melaksanakan perintah Allah
dan menjauhi larangan-Nya, serta menggunakan nikmat Allah untuk ketaatan
kepada-Nya; bukan untuk kemaksiatan. Termasuk syukur juga adalah memenuhi hak
Allah pada harta yang diberikan kepadanya.
Kesimpulan:
1.
Wajibnya mensyukuri nikmat Allah pada harta yang
diberikan-Nya kepada kita dan memenuhi hak Allah Ta’ala.
2.
Haramnya kufur nikmat dan tidak mengeluarkan hak harta.
3.
Menyebutkan sejarah dan kisah orang terdahulu agar
diambil pelajaran.
4.
Allah juga menguji hamba-hamba-Nya dengan
nikmat-nikmat-Nya.
5.
Para malaikat dapat menjelma menjadi manusia dengan izin
Allah.
6.
Kesungguhan para perawi hadits untuk meriwayatkan hadits
dengan lafaznya.
Wallahu a’lam wa shallallahu ala Nabiyyina Muhammad wa
alaa alihi wa shahbihi wa sallam
Marwan bin Musa
Maraaji’: Al Mulakhkhash fi Syarh
Kitab At Tauhid (Dr. Shalih Al
Fauzan), At Taqsim wat Taq’id lil Qaulil Mufid (Haitsam bin Muhammad
Sarhan), dll.
[i] Tidak menggunakan kata “dan” karena hal itu menunjukkan keikutsertaan makhluk dengan Allah Subhaanahu wa Ta'aala, oleh karenanya menggunakan kata “kemudian,” karena kata “kemudian” tidak menunjukkan keikutsertaan.