وفي الحديث ” رأسُ الأَمرِ الإِسلامُ، وعَمُودُهُ الصلاةُ، وذُرْوَةٌ سَنَامِهِ الجِهَادُ في سَبِيلِ اللهِ”.واللهُ أَعلم. وصلى الله على محمد وآله وصحبه وسلمDan di dalam sebuah hadits disebutkan: “Pokok perkara adalah Islam, tiangnya adalah shalat dan puncaknya adalah jihad fi sabilillah.”Wallahu a’lam. Semoga shalawat dan Salam terlimpah dari Allah untuk beliau berserta keluarga dan para shahabatnya.
Perkataan penulis:
dan dalam sebuah hadits disebutkan: urusan terpenting adalah Islam dan tiangnya ialah shalat.
Maksud penulis, beliau berdalil dengan hadits di atas bahwa segala sesuatu pasti ada yang terpenting dan perkara terpenting yang dibawa Nabi adalah Islam. Dalam riwayat yang lain ditafsirkan dengan “syahadatain“, barangsiapa tidak mengakuinya secara lahir dan batin maka ia tidak termasuk muslim.
Perkataan dan tiangnya ialah shalat yakni tiang agama yang tak mungkin tegak agama ini kecuali dengannya adalah shalat, sebagaimana halnya kemah tidak akan dapat tegak kecuali dengan tegaknya tiang-tiangnya. Hal ini menunjukkan urgensi ibadah shalat dan posisinya yang agung dalam agama.
Posisi shalat dalam agama seperti posisi tiang bagi sebuah tenda yang berfungsi sebagai rumah, rumah tersebut akan berdiri jika tiang berdiri namun jika tiang tersebut ditarik (diambil) maka tali-tali pengikat rumah tersebut tidak ada lagi fungsinya dan rumah tersebut akan tumbang ke tanah.
lni adalah dalil yang menunjukkan bahwa orang yang meninggalkan shalat berarti tidak mempunyai agama sama sekali. Oleh karena itu Imam Ahmad dan ulama lainnya berpendapat bahwa orang yang meninggalkan shalat karena malas adalah kafir kemudian mereka berhujjah dengan hadits ini. Sisi perigambilan dalilnya ialah bahwa Rasulullah mengabarkan bahwa posisi shalat dalam agama seperti tiang-tiang kemah, sebagaimana kemah akan runtuh dengan turnbangnya tiang maka demikian pula Islam akan hilang dengan hilangnya shalat. [Lihat Kitab Shalat karya Ibnul Qayyim (47-48).]
Dalam hadits tersebut tidak dibedakan antara orang yang meninggalkan shalat namun mengakui kewajibannya dan yang mengingkarinya. Bahkan disebut secara mutlak.
Perkataan penulis:
dan puncaknya adalah jihad fi sabilillah.
Adz-Dzirwah dengan mengkasrahkan dzal atau dengan fathah dan dhammah. Dzarwatu syai’ artinya puncaknya. Dzarwah unta adalah punuknya yaitu sesuatu yang tertinggi pada suatu benda.
Hadits ini menunjukkan bahwa jihad adalah puncak dari agama Islam. Karena jihad adalah mencurahkan potensi yang paling mahal dan berharga yang ada pada diri seorang insan.
Yang disebutkan penulis adalah bahagian dari hadits Mu’adz Bin Jabal yang merupakan hadits panjang yang diawali dengan pertanyaan Mu’adz: “Wahai Rasulullah beritakan kepadaku tentang suatu amalan yang dapat memasukkan aku ke dalam jannah dan menjauhkan diriku dari neraka. Rasulullah menjawab: “Sungguh engkau bertanya tentang suatu perkara yang sangat besa…” [Hadits ini diriwayatkan oleh At-Tirmidzy (No. 2616) Ibnu Majah (No. 2973) berkata At-Tirmidzy: “hadits hasan shahih”. Juga dikeluarkann oleh Ahmad dari berbagai jalan. Lihat perkataan Ibnu Rajab yaitu hadits yang kedua puluh sembilan.]
Perkataan penulis:
Wallahu a’lam.
Syeikh mengakhiri risalah yang berfaedah ini dan karya-karya ilmiah beliau yang lainnya dengan mengembalikan semua urusan kepada Allah yang ilmu-Nya meliputi segala sesuatu.
Kalimat [صلى] ini adalah kalimat khabariyah yang bermakna insyaiyah. Syeikh tidak hanya ingin mengabarkan bahwa Allah mencurahkan salawat kepada Muhammad, namun beliau juga bermaksud berdo’a, “Allahumma shalli ‘ala Muhammad…” maknanya:“Ya Allah limpahkanlah salawat…”
Shalawat Allah Ta’ala terhadap Nabi-Nya ialah pujian yang Dia berikan di tempat yang tertinggi. Yakni di depan para malaikat muqarrabun (malaikat yang didekatkan). Sebagaimana yang telah dikatakan oleh Abu ‘Aliyah yang diriwayatkan Al-Bukhary dalam kitab Shahihnya. Ini adalah makna yang terbaik tentang perkara ini. [Lihat Fathul Bary(8/532); Fadhlu Shalah ‘alan Nabiy karya Al-Qadhy Ismail bin Ishaq Al-Jandhamy (hal 82).]
Perkataan penulis (وآله) beserta keluarganya. Ada perbedaan pendapat di antara para ulama tentang kata (الآل). Secara zahir bahwa kata aali jika disebut tersendiri maksudnya adalah seluruh pengikut agama beliau, sebagaimana yang tertera di sini. Adapun jika kata aali disertai dengan kata atbaa’uhu (pengikutnya) seperti dalam kata maka makna aali ialah orang-orang mukmin dari keluarga Nabi.
Perkataan penulis (وصحبه) dan sahabat-sahabat beliau. Jamak dari kata shaahib, dan bentuk jamak yang lain ialah ashhaab. Yang dimaksud dengan sahabat ialah: Mereka yang menyertai Nabi, beriman kepada beliau dan meninggal dalam keadaan seperti itu.
Dan jenis ‘athaf (penghubung/wa) di sini termasuk bab ‘athaf mendahulukan yang khusus atas yang umum.
Perkataan penulis (وسلم) ma’thuf terhadap perkataan beliau (وصلى الله) kalimat tersebut lafazhnya dalam bentuk khabar namun maknanya insya’. Artinya: Yaa Allah, selamatkan beliau, yakni dari berbagai aib, kehinaan dan kekhilafan.
Menggabungkan antara shalawat dan salam mengandung hikmah yang dalam. Shalawat untuk mendapatkan pujian dan salam untuk menghilangkan sesuatu yang dikhawatirkan. [Lihat Syarah Aqidah al-Wasithiyah karya Syeikh Muhammad Al-‘utsaimin.]
Sampai disini selesailah keinginan kami dalam menulis artikel yang berfaedah ini. Kami memohon kepada Allah Ta’ala untuk memberikan ganjaran pahala kepada penulis buku tiga landasan utama ini dan pensyarahnya serta pembacanya yang mengamalkan Al-Qur’an dan sunnah Rasulullah at yang tertera di dalamnya.
والحمد لله رب العالمين . وصلى الله على عبده ورسوله نبينا محمد وعلى آله وصحبه أجمعين
Alhamdulillahi rabbil ‘alamin, washallallahu ‘ala ‘abdihi wa rasulihi nabiyina Muhammad wa ‘ala alihi wa shahbihi ajma’in
Sumber : Syarah 3 Landasan Utama karya Abdullah bin Shalih Al-Fauzan, At-Tibyan Solo.