Kata Nabi, memakai tamimah adalah syirik
Memakai tamimah dikatakan oleh baginda Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam sebagai kesyirikan. Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda: “Barangsiapa yang memakai tamimah, ia telah berbuat kesyirikan” (HR. Ahmad, Syu’aib Al Arnauth berkata: “sanadnya kuat”). Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam juga bersabda: “Barangsiapa yang memakai tamimah, tidak akan Allah sempurnakan urusannya” (HR. Ahmad, dihasankan oleh Syu’aib Al Arnauth dalam ta’liq-nya).Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam juga bersabda: “Sesungguhnya jampi-jampi, tamimah dan tiwalah itu adalah kesyirikan” (HR. Ahmad, Al Hakim, Ibnu Majah, dishahihkan Al Albani dalam Shahih Ibni Majah).Ibnu Atsir menjelaskan: “(orang jahiliyah) berkeyakinan bahwa tamimah itu adalah penangkal dan obat yang sempurna, oleh karena itu Nabi menyebutkan sebagai kesyirikan. Karena orang Jahilyah menjadikan tamimah sebagai pencegah takdir-takdir yang telah tertulis bagi mereka, dan dengannya juga mereka meminta tolak bala kepada selain Allah, padahal Allah lah semata yang dapat menolak bala” (dinukil dari Aunul Ma’bud, 10/250). Al Khathabi mengatakan, “Tamimah adalah jimat yang dipakai seseorang karena ia beranggapan bahwa jimat tersebut bisa mencegah musibah-musibah. Dan anggapan ini adalah anggapan yang jahil dan sesat, karena tidak ada pencegah musibah kecuali Allah dan tidak ada pihak selain Allah yang bisa mencegah musibah” (Shahih At Targhib wat Tarhib, 3455).
Apa saja yang termasuk tamimah?
Tamimah secara bahasa Arab artinya manik-manik yang biasanya diikatkan pada anak-anak untuk mencegah penyakit ‘ain atau penyakit semacamnya. Konon orang Arab jahiliyah menamakan hal tersebut dengan “tamimah” karena mereka menganggaptamimah adalah penangkal dan obat yang tamaam (sempurna).
Secara istilah, tamimah mencakup semua hal yang diikatkan atau dipakaikan kepada orang yang sakit atau kepada anak-anak atau kepada hewan atau yang lainnnya, yang tujuannya sebagai penolak atau penghilang bala (musibah). Tamimah sering juga disebut dengan “jimat” di negeri kita. Tamimah ada banyak macam dan bentuknya, diantaranya :
- Berupa hijib atau jampi-jampi yang ditulis oleh para dukun. Biasanya mereka menulis mantra-mantra atau tulisan-tulisan yang tidak dipahami maknanya, namun hakikatnya adalah berupa kalimat-kalimat syirik atau berupa permintaan bantuan kepada para setan.
- Berupa gelang yang dipakaikan sebagian orang pada anak-anak mereka, yang mereka yakini hal tersebut bisa melindungi anak-anak dari kematian.
- Berupa cincin yang dipakai dengan anggapan ia membawa berkah, atau cincin-cincin dengan sifat tertentu yang dianggap bisa menjaga dari gangguan jin.
- Berupa tali yang diikat padanya tulisan tertentu seperti tulisan “Muhammad” atau semacamnya, lalu digantung, untuk penyembuhan dari penyakit.
- Berupa jimat dari kulit hewan atau dari bahan lainnya yang dipakaikan pada anak-anak atau digantung di pintu rumah, atau digantung di tempat lainnya. Yang dianggap ia dapat mencegah ain, mencegah penyakit, mencegah jin, atau diyakini ia dapat mendatangkan kesembuhan dari penyakit.
(diringkas dari Mausu’ah Aqidah Durarus Saniyah, 3/92).
Gelang penolak bala?
Syaikh Abdul Aziz Ar Rajihi menjelaskan: “Jika seseorang memakai gelang/kalung di pergelangan tangannya, atau di kakinya, atau di lehernya, atau di tempat lain, dan ia berkeyakinan hal tersebut dapat menghilangkan ‘ain dan penyakit, ini adalah keyakinan syirik. Jika ia berkeyakinan benda tersebut hanya wasilah atau sebab hilangnya ‘ain dan penyakit, maka ini syirik kecil. Namun jika ia berkeyakinan benda tersebut bisa mencegah bahaya dengan sendirinya maka termasuk syirik akbar. Demikian juga memakai benda gelang logam/mineral yang dipakai sebagian orang di tangannya atau di lehernya untuk mencegah rematik (atau semacamnya), maka ini termasuk syirik kecil. Walaupun yang menganjurkannya adalah dokter. Karena dokter dalam hal ini ia termasuk jahil murakkab, demikian juga jika yang menganjurkan adalah seorang apoteker” (http://shrajhi.com/Books/ID/462).
Tamimah yang bertuliskan ayat Qur’an atau doa
Sebagian orang berpendapat boleh menggunakan tamimah yang isinya ayat Al Qur’an atau doa-doa yang disyariatkan atau ta’awwudz yang disyariatkan. Syaikh Abdul Aziz Ar Rajihi menjelaskan: “Yang rajih dan yang paling utama adalah hukumnya haram (yaitu pendapat pertama, pent.). Karena dua alasan penting: Pertama, keumuman dalil yang melarang jimat. Semisal hadits: “sesungguhnya jampi-jampi, tamimah dan tiwalah itu adalah kesyirikan”. Dan tidak ada dalil yang mengecualikan tamimah, tidak sebagaimana ruqyah, ada dalil mengecualikannya. Semisal hadits: “tidak mengapa melakukan ruqyah, selama bukan ruqyah yang syirik“ (HR. Muslim). Kedua, dalam jimat yang mengandung ayat Al Qur’an, terkadang di sana juga ditulis nama tokoh keramat atau nama setan dan hal-hal berbau syirik lainnya. Sehingga membolehkan penggunaan jimat yang mengandung ayat Al Qur’an akan membawa kepada penggunaan jimat yang mengandung kesyirikan. Dan penggantungan ayat Al Qur’an tersebut juga merupakan wasilah untuk menghinakan Al Qur’an. Karena terkadang seseorang tidak sadar, ia masuk ke WC dengan memakainya, atau terkadang jimat yang terdapat ayat tersebut terkena najis” (http://shrajhi.com/Books/ID/462).
Pakai tamimah, tanpa keyakinan menjadi sumber keselamatan
Bagaimana jika ada seseorang yang mengatakan: “saya meyakini yang menolak bala itu Allah, tapi gelang ini hanya sebab saja”? Dijelaskan oleh Syaikh Ahmad Al Hazimi: “keyakinan seseorang mengenai tolak bala ada dua tingkatan: pertama, ia meyakini bahwa tolak bala itu datang dari benda yang diyakininya, maka ini syirik akbar. Misalnya seseorang meyakini suatu obat itu bisa menyembuhkan dengan sendirinya, bagaimana hukumnya? Hukumnya syirik akbar yang bisa mengeluarkan ia dari agama. Karena ia berkeyakinan adanya pihak lain yang dapat menciptakan sesuatu selain Allah ‘Azza wa Jalla. Tingkatan kedua, ia meyakini bahwa Allah ‘Azza wa Jalla yang menciptakan bala dan yang bisa menolaknya, namun ia menjadikan benda yang diyakini tersebut sebagai sebab yang tidak ditetapkan oleh syariat dan tidak dibuktikan secara qadari (ilmiah). Jika demikian maka perbuatan menjadikan sesuatu sebagai sebab yang tidak ditetapkan oleh syariat dan tidak dibuktikan secara qadari (ilmiah), ini adalah syirik asghar. Karena ia berkeyakinan suatu bala atau suatu manfaat berada dalam suatu benda, yang ini tidak ditetapkan oleh syariat, padahal ia adalah perkara gaib” (Syarh Kitabut Tauhid li Syaikh Al Hazimi, 3/18).
Bagaimana bertaubat jika pernah pakai tamimah?
Jika sudah terlanjur memakai tamimah berupa gelang, tali, jimat yang digantungkan atau semacamnya maka wajib untuk bertaubat dengan taubat yang sebenar-benarnya. Memohon ampunan dari Allah dengan sepenuh hati dan penuh rasa penyesalan karena telah melakukan perbuatan syirik. Kemudian setelah itu memutus dan melepas semuatamimah yang dipakai atau dipasangnya, lalu dihancurkan dengan cara dibakar atau cara yang lain. Syaikh Abdul Aziz bin Baz menjelaskan, “Adapun tamimah atau biasa disebut hijib, tidak boleh memakainya secara mutlak. Baik dipakai di leher ataupun di bagian tubuh yang lain, maupun dipasang di tempat yang lain. Wajib untuk menghancurkannya dengan cara dibakar atau dikubur di tanah yang baik jika ia berupa ayat Qur’an” (Fatawa Nuurun ‘alad Darbi, 1/344).
Bagaimana cara mencari keselamatan dan tolak bala?
Sebab terbesar untuk mencari keselamatan dan menolak bala adalah taqwa dan menjauhkan diri dari maksiat. Karena Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Dan musibah apa saja yang menimpa kalian, maka disebabkan oleh perbuatan tangan kalian sendiri, dan Allah mema’afkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu)” (Qs. Asy-Syuura: 30). Para ulama menjelaskan makna “perbuatan tangan kalian sendiri” maksudnya adalah perbuatan dosa yang mencakup maksiat, kebid’ahan dan kesyirikan. Maka justru dengan melakukan perbuatan dosa, itulah penyebab datangnya musibah. Dan sebab datangnya keselamatan adalah menjauhkan diri dari dosa serta melakukan berbagai ketaatan baik yang wajib maupun yang sunnah.
Demikian ulasan ringkas ini, mohon maaf atas segala kekurangan. Semoga Allah senantiasa melimpahkan hidayah, rahmat, serta keselamatan kepada kaum Muslimin di manapun berada. Wabillahi at taufiq was sadaad.
Penulis : Yulian Purnama, S.Kom (Alumni Ma’had Al ‘Ilmi Yogyakarta)