مَنْ قَالَ أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ وَأَنَّ عِيسَى عَبْدُ اللَّهِ وَابْنُ أَمَتِهِ وَكَلِمَتُهُ أَلْقَاهَا إِلَى مَرْيَمَ وَرُوحٌ مِنْهُ وَأَنَّ الْجَنَّةَ حَقٌّ وَأَنَّ النَّارَ حَقٌّ أَدْخَلَهُ اللَّهُ مِنْ أَيِّ أَبْوَابِ الْجَنَّةِ الثَّمَانِيَةِ شَاءَ
Dari Ubadah bin Shamit radhiallahu’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda, “Barangsiapa yang bersaksi bahwasanya tidak ada sesembahan yang haq kecuali Allah dan tidak ada sekutu bagi-Nya, juga bersaksi bahwasanya Muhammad adalah utusan-Nya, dan bahwasanya Isa adalah hamba Allah dan anak dari budak wanita-Nya serta kalimat-Nya yang ia sampaikan kepada Maryam dan ruh dari-Nya. Bersaksi bahwa surga dan neraka benar adanya. Allah akan masukkan ke dalam surga lewat pintu surga yang delapan sekehendaknya.” (HR. Bukhari, no. 3252 dan Muslim, no. 28)
Syaikh Abdurrahman bin Hasan rahimahullah mengatakan, “Sabdanya ‘Barangsiapa yang bersaksi bahwasanya tidak ada sesembahan yang haq kecuali Allah’ maksudnya barangsiapa yang mengucapkan kaliamat tersebut dengan mengetahui maknanya, mengamalkan konsekuensinya, baik secara zahir maupun batin. Oleh karena itu, sebuah keharusan dalam ucapan dua kalimat syahadat tersebut adanya pengetahuan tentang kalimat tersebut, yakin, dan mengamalkan konsekuensinya, sebagaimana firman Allah Ta’ala, “Maka ketahuilah! Bahwasanya tidak ada sesembahan yang haq kecuali Allah.” (QS. Muhammad: 19) dan firman-Nya, “Akan tetapi (orang yang dapat memberi syafa’at ialah) orang yang mengakui yang hak (tauhid) dan mereka mengilmuinya.” (QS. Az-Zukhruf: 86). Adapun mengucapkan kaliamat tersebut tanpa mengetahui maknanya, tidak juga dengan rasa keyakinan, dan beramal dengan konsekuensinya berupa berlepas diri dari kesyirikan dan ikhlas dalam berucap dan beramal, ucapan di sini meliputi ucapan hati dan lisan dan amalan mencakup amalan hati dan anggota badan, maka yang demikian tidak bermanfaat menurut kesepakatan ulama.
Imam Al-Qurthubi mengatakan dalam Al-Mafham ‘ala Shahih Muslim pada Bab Tidak Cukup Hanya Menlafdzkan Dua Kaliamat Syahadat, harus dengan keyakinan hati. Dengan demikian terbantahlah penyimpangan orang-orang Murji’ah, mereka mengatakan, mengucapkan dua kalimat syahadat saja cukup menjadi syarat keimanan. Pembicaraan dalam bab ini menunjukkan kesalahan pendapat Murji’ah tersebut. Karena pendapat tersebut berkonsekuensi membenarkan kemunafikan, orang munafik mengucapkan syahadat tetapi hati mereka tidak membenarkan dan meyakininya…”
Dalam hadis ini juga dikatakan “Barangsiapa bersaksi”, persaksian tidak dianggap sah kecuali dengan ilmu, yakin, ikhlas, dan jujur. (Fathu Al-Majid, Hal.36)
Syarat “syahadat bahwasanya tidak ada sesembahan yang haq kecuali Allah” ada tujuh. Tidak akan bermanfaat syahadat seseorang kecuali dengan hadirnya tujuh syarat tersebut. Yaitu:
1. Ilmu yang menepis ketidaktahuan.
2. Yakin yang menghilangkan keraguan.
3. Menerima sebagai lawan dari menolak.
4. Patuh yang menafikan pembangkangan.
5. Ikhlas tidak ada unsur kesyirikan.
6. Jujur bukan ucapan yang mengandung dusta.
7. Cinta menafikan rasa kebencian.
Sedangkan syarat “syahadat Muhammad adalah utusan Allah” hakikatnya sama dengan syarat syahadat yang pertama.